Rakyat Melawan, Kekuasaan Pasti Jebol
Kasus tanah Pulau Rempang dan Galang yang dalam catatan sejarah lama sebagai tanah Melayu, begitu mudahnya diakui sebagai tanah negara dan dengan berbagai rekayasa akan diserahkan kepada pengusaha China.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
SECARA konseptual maupun secara teoritis, penguasa hari ini mengaku diri sebagai pemerintahan demokrasi. Namun, akibat Pancasila sudah diabaikan proses demokrasi justru terus menimbulkan bara api.
Dampaknya sangat tragis, akan dan sudah melahirkan dampak benturan, bahkan pertengkaran fisik baik antara rakyat dengan aparat keamanan negara, juga benturan fisik antara rakyat dengan rakyat mulai terjadi.
Proses demokrasi Pancasila yang mengedepankan kebersamaan saling menghormati dan saling menghargai didasarkan rasa kekeluargaan, hilang ditelan model demokrasi korporasi.
Ditengarai dan ditandai dari wajah dan ruang berpolitik bukan hanya sangat dekat, bahkan sudah masuk pada praktik cost politik atau bahkan money politic, perpolitikan di tanah air. Keduanya telah menjadi satu kesatuan dalam proses demokrasi korporasi yang sadis di Indonesia saat ini.
Dampaknya sangat krusial dan nyata bagi keberlangsungan pemerintahan. Penguasa didikte oleh pengusaha. Penguasa dalam artian "pemerintah hanya menjadi pelayan bagi pengusaha oligarki beserta kekuatan finansial nya".
Ketika penguasa telah melayani kepentingan pengusaha, maka di situlah lahir negara korporasi. Di mana penguasa lebih mementingkan kepentingan bisnis pengusaha dibandingkan kepentingan rakyatnya.
Sejalan dengan statement Kristeva (2015) bahwa sistem demokrasi yang melahirkan negara korporasi ciri utamanya adalah lebih melayani kepentingan pengusaha (bisnis) daripada untuk kepentingan rakyat. Bahkan kepentingan rakyat dianggap sebagai penggalang, bahkan musuh penguasa dan pengusaha.
Secara kasat mata, bisa kita dilihat bagaimana peranan pengusaha tersebut untuk melanggengkan kepentingan bisnis mereka. Salah satu jalan mereka adalah melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut, atas pesanan dari para elit pengusaha yang bersangkutan. Artinya, kebijakan tersebut memang sengaja dibuat untuk memuluskan kepentingan bisnis para pengusaha.
Dan, di situlah diketahui bahswa demokrasi dalam cengkraman korporasi transnasional. Dari sinilah bara api kemarahan rakyat akan membara.
Semua kasus di hilir, tidak akan bisa diatasi tanpa diatasi dengan tuntas masalah dari hulunya. Yaitu kembalikan kedaulatan kepada pemiliknya, bangsa dan rakyat Indonesia. Selama itu pengambilan kebijakan publik merupakan kehendak pemilik modal, inilah demokrasi korporasi.
Negara berubah menjadi negara liberal dan liar berbasis demokrasi korporasi akan mengakibatkan bangsa terbelah, dan terjadi konflik horisontal.
Kasus tanah Pulau Rempang dan Galang yang dalam catatan sejarah lama sebagai tanah Melayu, begitu mudahnya diakui sebagai tanah negara dan dengan berbagai rekayasa akan diserahkan kepada pengusaha China.
Yang selama ini telah merampas tanah rakyat di mana-mana dengan back up penguasa sebagai boneka pengusaha/oligarki yang sudah merasa sebagai penguasa dan pemilik negara Indonesia.
Yang akan terjadi bukan hanya benturan rakyat dengan penguasa, juga akan menjadi awal akan terjadinya revolusi. Ketika rakyat sudah melawan, kekuasaan pasti jatuh dan jebol berantakan. (*)