Tak Bisa Bedakan Profesi MC dan Jurnalis, Layakkah Ganjar Jadi RI-1?
Sementara, persentase kemiskinan ekstrem berdasarkan data BPS 2022 di Kabupaten Grobogan sebesar 2,29 persen. Tingkat Kemiskinan ekstrem di Kabupaten Grobogan berada di atas tingkat Provinsi Jawa Tengah, yaitu 1,97 persen dan nasional sebesar 2,04 persen.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
ENTAH karena tidak bisa membedakan antara profesi MC (Master Ceremony) dengan Jurnalis atau memang tidak paham, Bacapres PDIP Ganjar Pranowo terkesan merendahkan prosesi MC maupun Jurnalis. Jelas ini sebuah ironi. Sekelas bacapres tak bisa bedakan profesi MC dengan Jurnalis.
Pernyataan Ganjar dalam acara “Mata Najwa di UGM: 3 Bacapres Bicara Gagasan”, pada Selasa (19/9/2023 tersebut menuai banyak sorotan. Salah satu yang ramai diperbincangkan dan kemudian menjadi perdebatan adalah ketika Ganjar menyinggung soal profesi Najwa Shihab.
Dalam tayangan selama 01:26:14 detik itu, mulai menit ke-45 selama beberapa detik, Ganjar telah membicarakan soal mahasiswa lulusan terbaik yang pasti memilih bekerja sebagai dosen. Ganjar kemudian mempertanyakan mengapa Najwa Shihab memilih profesi yang digelutinya sekarang dan tak menjadi dosen.
"Mbak, 10 lulusan terbaik itu jadi dosen, iya dong, masa' jadi MC?" kata Ganjar dikutip Rabu, 20 September 2023. Mendengar pernyataan Ganjar yang menyebutnya bekerja sebagai MC, Najwa Shihab mengatakan bahwa dirinya merupakan seorang jurnalis.
"Siapa Mas MC? Saya jurnalis, bukan MC," ujar Najwa Shihab. "Bukan ya? Jurnalis lah kalau gitu," timpal Ganjar. Tak berhenti sampai di situ saja, Najwa Shihab juga menuturkan bahwa jurnalis itu merupakan profesi yang membanggakan.
"Jurnalis profesi yang membanggakan lho Mas," ujar Najwa Shihab. "Oh iya, maksud saya kalau Mbak lulusan 10 terbaik, kalau kemudian lulusan terbaik kan sebuah harapan bahwa dia kembali ke kampus dan mengajarkan ilmunya," timpal Ganjar.
Potongan pernyataan yang dilontarkan oleh Ganjar ini sontak saja menuai beragam komentar miring dari warganet. Banyak warganet yang merasa bahwa ketika itu Ganjar telah merendahkan profesi Najwa Shihab.
Namun, Najwa Shihab keburu mengklarifikasi soal potongan video bacapres Ganjar Pranowo yang seolah melecehkan profesi wartawan dalam program Mata Najwa di Universitas Gadjah Mada itu. Menurutnya, Ganjar saat itu berbicara tentang pentingnya dunia pendidikan di Indonesia.
"Jadi bukan soal tersinggung, biasa saja, agar tidak ke mana-mana. Pernyataan Ganjar Pranowo maksudnya tentang pentingnya institusi pendidikan, untuk mendapatkan orang-orang terbaik," kata Najwa saat dimintai tanggapan terkait polemik pernyataan soal profesi jurnalis di Jakarta, Kamis.
Potongan pernyataan yang dilontarkan oleh Ganjar ini sontak saja menuai beragam komentar miring dari warganet. Banyak warganet yang merasa bahwa saat itu Ganjar telah merendahkan profesi Najwa Shihab.
"Pesan moralnya jangan remehkan profesi seseorang. MC Master Ceremony beda sama jurnalis. Lulusan terbaik nggak harus jadi dosen. Jadi jurnalis itu membanggakan lho. Anak lulusan komunikasi UGM, UI, atau manapun itu pasti bangga pernah jadi jurnalis," komentar warganet.
"Apapun profesinya tidak pantas diremehkan. Kelihatan Najwa Shihab tidak terima," timpal warganet.
"Gue marah banget kalau dianggap remeh jurnalis, sumpah. Mbak Nana untung aja bisa santai profesional, kalau nggak udah dikulitin di sana langsung. Kayak ngerendahin banget anjay," imbuh yang lain.
"Tidak semua lulusan terbaik itu jadi dosen. Najwa Shihab membanggakan profesinya berarti beliau senang dengan apa yang menjadi pilihannya," ujar lainnya. "Blunder kan jadinya," kata warganet lainnya lagi.
Ketiga bacapres bergantian hadir dalam sesi berbeda, untuk bicara gagasan, berdialog dengan civitas akademika dan audiens Mata Najwa. Acara digelar di Graha Sabha Pramana UGM. Acara mengusung tema “3 Bacapres Bicara Gagasan” digelar mulai dari pukul 15.00 sampai 22.00 WIB.
Setelah Anies Baswedan, giliran kedua yang bicara adalah Ganjar Pranowo kemudian Prabowo Subianto yang terakhir.
Dalam pemaparan awalnya, Ganjar juga bicara soal upaya pemberantasan korupsi dan problem kemiskinan serta stunting. Di sinilah ironinya. Ganjar akan bersih-bersih dari korupsi tapi “tangan” dia sendiri masih “kotor” dan “tercemar”. Ya tentu saja sulit rasanya jika ingin melakukannya.
Korupsi e-KTP
Warta Ekonomi pernah menulis Centre Opinion Public Survey (COPS) merilis hasil survei Pilgub Jawa Tengah 2018. Survei ini mengangkat tema 'Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Tengah Pilihan Masyarakat Jawa Tengah'.
Direktur Eksekutif COPS, Ziyad Falahi, mengungkapkan bahwa salah satu poin yang ditanyakan kepada responden adalah terkait kasus korupsi proyek e-KTP yang diduga juga melibatkan Ganjar Pranowo, yang diduga menerima uang sebagaimana pengakuan terpidana Setya Novanto dan M. Nazarudin.
"Hasil temuan survei membuktikan 60,9% masyarakat Jawa Tengah yakin dan percaya pengakuan Setya Novanto dan M. Nazarudin kalau Ganjar Pranowo menerima fee hasil korupsi e-KTP dan selebihnya ragu-ragu," ungkapnya dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (22/6/2018).
Ziyad mengatakan, isu kasus korupsi e-KTP cukup mempengaruhi kekalahan Ganjar Pranowo-Taj Yasin jika Pilkada Jateng digelar saat ini juga. Tapi, faktanya yang menang Pilgub Jateng adalah Ganjar Pranowo-Taj Yasin. Artinya, masyarakat Jateng cuek bebek dengan dugaan korupsi e-KTP yang melibatkan Ganjar Pranowo.
Survei dilakukan pada 1-14 Juni 2018 di 29 Kabupaten dan 6 Kota se-Jateng. Penelitian dilakukan dengan metode Survei Jajak Pendapat ini melibatkan 2.445 warga Jateng yang merupakan bagian dari populasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 27.068.125 pemilih.
Merunut kembali kasus e-KTP, kasus ini adalah pengadaan e-KTP pada 2011-2012. Bagaimana sebenarnya posisi mantan anggota Komisi II itu dalam badai kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini? Kasus korupsi e-KTP adalah kasus pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) untuk tahun 2011 dan 2012.
Dugaannya, kasus korupsi ini terjadi pada tahun 2010. Kasus ini terbongkar karena berbagai kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP sehingga membuat berbagai pihak seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh kecurigaan akan terjadinya kongkalikong.
Dalam pengusutannya, KPK menemukan fakta bahwa negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun dalam kasus tersebut. Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka.
Tersangka pertama yang dijerat KPK dalam kasus mega skandal ini adalah Sugiharto. Saat kasus ini terjadi, Sugiharto adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri.
Dalam sangkaan waktu itu, KPK menyatakan Sugiharto melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013.
Dia dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia juga diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.
Kasus terus bergulir, dan pada 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman sebagai tersangka.
Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura.
Seminggu setelah penangkapan Andi Narogong, tepatnya pada 30 Maret 2017 Pengadilan Negeri menggelar sidang keempat. Sidang kali ini menghadirkan 7 saksi, di antaranya adalah Miryam S Haryani, Ganjar Pranowo, Agun Gunanjar Sudarta dan mantan Menkeu Agus Martowardojo.
Saat pemeriksaan terdakwa Setya Novanto dan M. Nazarudin, Ganjar Pranowo disebut-sebut juga menerima aliran dana korupsi e-KTP, meski di persidangan dia membantah tudingan keduanya itu. Hingga kini pun terkesan, KPK enggan melanjutkan bukti persidangan yang menyebut Ganjar telah terlibat dalam korupsi e-KTP itu.
Stunting dan Kemiskinan
Menko PMK Muhadjir Effendy saat 'Sosialisasi Bangga Kencana dan Gerakan Semesta Mencegah Stunting' di Gedung Serbaguna Dewi Sri, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan pada Selasa (23/5/2023) mengatakan, Gerakan Semesta diperlukan untuk mengatasi permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem yang masih dihadapi dalam pembangunan SDM Indonesia.
"Pemerintah saat ini sedang memrioritaskan dua hal, pertama penurunan angka stunting dan kedua penghapusan kemiskin ekstrem yang ditargetkan tidak ada lagi atau nol persen, dan stunting-nya harus dicapai 14 persen pada tahun 2024," kata Muhadjir.
Acara Tausiah Kebangsaan dihadiri Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Grobogan Sri Sumarni, anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto, jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kabupaten Grobogan, hingga camat, lurah, dan kepala desa di Kabupaten Grobogan.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Jawa Tengah masih di kisaran angka 20,8 persen. Angka itu tidak jauh dari rata-rata nasional 2022 sebesar 21,6 persen. Sementara, angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Grobogan sebesar 19,3 persen.
Pemerintah menargetkan supaya angka stunting pada 2024 turun menjadi 14 persen.
Sementara, persentase kemiskinan ekstrem berdasarkan data BPS 2022 di Kabupaten Grobogan sebesar 2,29 persen. Tingkat Kemiskinan ekstrem di Kabupaten Grobogan berada di atas tingkat Provinsi Jawa Tengah, yaitu 1,97 persen dan nasional sebesar 2,04 persen.
Dia juga mengajak pemerintah daerah dapat mengoptimalkan pelayanan pada seluruh warganya dalam mengatasi permasalahan stunting, dan meminta seluruh posyandu tersedia alat antropometri. Muhadjir juga menyarankan di puskesmas harus tersedia alat USG supaya intervensi bisa dilakukan tepat sasaran.
Jika mengatasi stunting dan kemiskinan di Jateng saja masih kebobolan, apakah Ganjar Pranowo sanggup mengatasinya secara nasional? Rasanya koq tidak mungkin. (*)