Dua Satu Dua dan Tiga Jihad
Dua satu dua (212) bukan semata angka tapi api perjuangan untuk berkhidmat pada agama, bangsa dan negara. Berjalan dan berlari dengan gagah perkasa. Tidak goyah oleh rayuan dan tidak takut pada ancaman atau tekanan.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
DALAM rangka 212 – dua satu dua – diadakan agenda "munajat kubro" untuk keselamatan NKRI dan Palestina. Acara yang dimulai pukul 03.00 itu menjadi penting karena di samping sebagai ajang silaturahmi sesama kaum muslimin yang berjuang demi agama, bangsa, dan negara, juga untuk "mengetuk pintu langit" agar menyelamatkan bangsa Indonesia dan bangsa Palestina.
Penguatan semangat juang berbasis agama tidak lain adalah untuk memperkokoh "jihad fi sabililah" baik di Indonesia maupun Palestina.
Berjihad dalam spektrum luas yang berakar sama itu, yakni melawan kemungkaran, kezaliman dan ketidakadilan. Munajat adalah jalan untuk mencapai kemenangan dengan tawakal dan yakin akan pertolongan Allah "nashrun minallah wa fathun qorib". Allah Yang Maha Kuasa.
Tiga amanat jihad dari silaturahmi dua satu dua adalah:
Pertama, momentum untuk turut berjihad bersama bangsa Palestina. Saudara kita yang sedang berjuang melawan kebiadaban Zionis Israel. Sebagian besar rakyat teraniaya oleh pembantaian dan penjagalan yang tidak lain adalah genosida. Tenaga, harta, dan do'a dikontribusikan untuk berjihad bersama.
Kedua, berjihad melawan agen-agen Zionis yang ada di Indonesia. Kasus penyerangan muslim yang sedang mengadakan aksi solidaritas di Bitung oleh pasukan Kristen Manguni yang berbendera dan beratribut Zionis Israel adalah bukti ancaman nyata. Minoritas arogan itu berlindung di balik kekuasaan sekuler berbaju pluralisme. Kelompok teroris ini harus dilawan dan dibasmi oleh umat.
Ketiga, berjihad melawan rezim yang tidak berpihak pada umat. Rezim yang mendahulukan untuk kepentingan famili, kroni, dan oligarki. Rezim berbau korupsi, kolusi, dan nepotisme. Fir'aunisme merasa benar sendiri. Buta tuli pada suara kebenaran dan kejujuran.
Namrudisme membungkam lawan yang berargumen akal sehat. Semata memelihara kebodohan. Jokowisme menjadi isme baru lokal yang berindikasi pada perbudakan kaum elit tersandera.
Munajat harus diawali dengan taubat dan berniat berbuat untuk memperkuat umat. Menangis itu penting sebagai bukti kita dekat. Akan tetapi kesiapan untuk mengorbankan jiwa dengan tetesan darah merupakan tuntutan jihad. Nabi mencontohkan dan diikuti oleh para Sahabat.
Dua satu dua (212) bukan semata angka tapi api perjuangan untuk berkhidmat pada agama, bangsa dan negara. Berjalan dan berlari dengan gagah perkasa. Tidak goyah oleh rayuan dan tidak takut pada ancaman atau tekanan.
Umat perlu menjawab pertanyaan Allah "Hal adullukum alaa tijaarotin tunjiikum min adzaabin aliim" – Apakah ingin Aku tunjukan transaksi yang dapat menyelamatkanmu dari adzab yang pedih?
Jawabannya adalah "Iman kepada Allah dan kepada Rosul-Nya serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa". Allah SWT menegaskan "dzaalikum khoirulakum in kuntum ta'lamuun" – itu yang terbaik bagimu, jika engkau mengetahui.
Nah, selamat bermunajat dan berjihad wahai umat pejuang, engkau bukan pecundang. Saatnya untuk bergerak, bukan hanya menggertak atau berteriak. Cukup sudah terdengar isak dan suara serak. Kini kesempatan untuk menerjang-terjang di medan perang.
Allahu Akbar-Allahu Akbar. Ahadun Ahad! (*)