Duabelas Ribu Mahasiswa Penerima KJMU: Aset Bangsa yang Harus Diselamatkan!

Saya juga telah berkomunikasi dengan teman-teman Para Rektor dan Dekan-Dekan Universitas, asal dari 12.000 mahasiswa tersebut, yang ternyata mereka, anak-anak Jakarta yang berasal dari keluarga tidak mampu, berkuliah di berbagai Universitas di penjuru Tanah Air.

Oleh: Dokter Tifauzia Tyassuma, President – Ahlina Institute

TAHUKAH Anda, rakyat Indonesia. Negara kita ini dalam usianya 78 tahun pada abad 21 ini, hanya punya 4,58% Sarjana S1.

Sementara, akibat diputusnya Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KMJU) oleh Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono secara sewenang-wenang, maka ada 12.000 Mahasiswa Calon Sarjana yang terancam tidak mampu meneruskan kuliahnya.

Padahal, mereka ini adalah harta karun Bangsa Indonesia, yang akan sangat bermakna untuk bisa mendongkrak angka 4,58% Sarjana S1 itu secara jangka panjang.

Sebelum diputus Pj Gubernur Heru, dalam kebijakan warisan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini, setiap mahasiswa menerima beasiswa sebesar Rp 9 juta per semester (atau Rp 18 juta per tahun). Sehingga jika ditotal, Pemprov DKI Jakarta semasa Gubernur Anies menganggarkan Rp 216 miliar per tahun untuk KMJU ini.

Sudah seharusnya Pemprov DKI Jakarta tetap bisa memberi beasiswa KMJU ini sehingga tidak ada mahasiswa yang terancam tidak bisa melanjutkan kuliahnya hingga selesai.

Karena umumnya, lulusan SD (umumnya) akan menghasilkan anak yang lulusan SD juga. Lulusan SMP (umumnya) akan menghasilkan anak lulusan SMP juga. Lulusan SMA (umumnya) juga akan menghasilkan anak lulusan SMA juga.

Jadi, jika ada Calon Orangtua, sebanyak 12.000 orang bakal jadi Sarjana, maka insya’ Allah mereka nanti akan menghasilkan 12.000 anak yang akan menjadi Sarjana juga, dan seterusnya dan begitu seterusnya, maka dalam waktu kurang lebih 20 tahun dari sekarang, pada tahun 2044, angka 4,58% itu akan berubah menjadi 20,87% jumlah penduduk Indonesia yang memiliki gelar Sarjana.

Dan itu akan sangat berarti bagi kemajuan negara Indonesia (semoga tahun itu Indonesia masih tegak berdiri, amiiin).

Saya bukan orang berada. Saat ini juga masih jadi orangtua yang banting tulang, kepala jadi kaki, kaki jadi tangan, tangan jadi macam-macam, untuk menghidupi dan membiayai 5 orang yang kini sedang kuliah di rumah kami: 2 anak sedang menempuh S1, 1 anak sedang menempuh S2, dan 2 anak sedang menempuh S3 (alias saya sendiri).

Tetapi, qadarullah, Allah memberikan saya talenta yang ternyata bisa menjadi sumber dana, yaitu menulis Buku Science rasa Novel.

Buku pertama saya, Body Revolution, terjual kurang lebih 18.000 pcs, yang sejak 2018 membuat saya bersama dengan beberapa sahabat mendirikan Yayasan AHLINA, yang bergerak utamanya dalam bidang Pendidikan dan Penyebarluasan Ilmu Kesehatan yang bisa diaplikasikan secara mandiri oleh setiap orang.

Dengan Yayasan itu yang didanai oleh penerbitan buku tersebut, kami bisa keliling Indonesia, dan menyambangi 34 Provinsi dan Ratusan Kabupaten dan Kota, sampai ke desa-desa untuk membuat rakyat Indonesia jadi Cerdas sehat dan mampu menjaga kesehatannya secara mandiri.

Buku kedua, Nutrisi Surgawi, pun demikian. Alhamdulillah dengan buku-buku tersebut, Yayasan kami tetap bisa melakukan kegiatan-kegiatan sosial, yang terliput maupun tidak terliput, yang tampak maupun yang tidak tampak.

Selain penyebarluasan Ilmu melalui berbagai pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar keliling Indonesia, kami juga menjadi Donatur tetap dari 12 Panti Asuhan, ratusan Anak-Anak Yatim dan Dhuafa, Komunitas Orang-Orang Sakit dan Disabilitas, juga inisiatif-inisiatif kebaikan bagi rakyat melalui kerjasama dengan berbagai Lembaga.

Alhamdulillah beberapa anggota Komunitas Sahabat Dokter Tifa (SDT) saat ini juga aktif menjadi Donatur.

Alhamdulillah kedua buku tersebut, Body Revolution dan Nutrisi Surgawi, insya’ Allah menjadi ladang amal jariyah bagi semua yang telah memilikinya. Insya’ Allah pahala atas dukungan Anda, dengan berinfaq untuk memiliki buku-buku tersebut, pahalanya akan terus mengalir hingga akhir zaman, Amiiin YA Rabb.

Sekarang ini, ketika buku ketiga saya, Pandemi Pembelah Peradaban, nama panggilannya PPP, Alhamdulillah sudah waktunya untuk kami luncurkan. Pada waktunya Dunia menghadapi Pandemic Treaty 2024.

Juga setepat waktu ketika, kita semua mendapat berita, bahwa saat ini ada 12.000 anak mahasiswa yang terancam putus kuliah, karena KJMU mereka diputus mendadak.

Saya juga telah berkomunikasi dengan teman-teman Para Rektor dan Dekan-Dekan Universitas, asal dari 12.000 mahasiswa tersebut, yang ternyata mereka, anak-anak Jakarta yang berasal dari keluarga tidak mampu, berkuliah di berbagai Universitas di penjuru Tanah Air.

Ada yang kuliah di Universitas Syah Kuala Banda Aceh di ujung Barat Indonesia, hingga kuliah di Universias Cendrawasih di Papua, Ujung Timur Indonesia.

Pemutusan tunjangan biaya itu, tentu saja berpengaruh besar terhadap pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh Universitas-universitas tersebut yang menunjang. (*)