Dusta Meruntuhkan Republik
Pondasi utama sebuah negara adalah kejujuran rakyat dan para pemimpinnya. Kejujuran itu yang menjelaskan etika, integritas, dan kehormatan. Apakah Jokowi tidak pernah mendapatkan didikan untuk jujur dari ayah atau kedua orang tuanya?
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
KATA "bohong" atau "tidak jujur" demi pencitraan seolah melekat dengan presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sepertinya sangat sulit Jokowi untuk jujur kepada diri sendiri adanya tindakan penuh kesadaran dan keberanian untuk menyadari kondisi diri dan mampu menerima dengan baik segala kesalahan atas kebohongan yang terus diulang-ulang dan memperbaikinya.
Yang terjadi Jokowi justru terus memproduksi kebohongan di tempat terbuka, saat bersamaan terus menebar khutbah agar rakyat jangan berbohong dan senantiasa berlaku dan bertindak jujur.
Ucapan lamis Presiden Jokowi ketika ia mengemukakan bahwa tantangan keterbukaan saat ini adalah media sosial yang sangat terbuka. Semua orang boleh mengabarkan apa saja.
“Tetapi jangan lupa di media sosial sekarang yang jelek-jelek, yang menjelekkan, yang negatif, yang fitnah, yang mencela, yang hoax, yang kabar bohong. Kejujuran menjadi tantangan kita ke depan,” kata Presiden Jokowi pada acara Perkemahan Wirakarya Pramuka Ma’arif NU Nasional II, di lapangan tembak Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Senin (18/9/2023) pagi.
Lagi-lagi berbohong, dugaan kebohongan teraktual cukup mencemaskan adalah pengungkapan mantan Ketua KPK, Agus Raharjo, bahwa Presiden Jokowi pernah memanggilnya dan meminta agar penanganan kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Tiba-tiba Jokowi berusaha berbohong melalui Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, tidak pernah ada agenda pertemuan antara Jokowi dengan Agus Rahardjo.
“Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden,” kata Ari saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (1/12/2023). Buru-buru semua bukti pertemuan muncul di media sosial.
Sinyalnya tertangkap oleh Prof. Daniel M Rosyid Gubes senior dari ITS mengatakan: "Arun Gandhi, cucu Mahatma Gandhi, belajar kejujuran dari ayahnya".
Orang menyangka kekuatan negara dilihat dari jumlah tentara, panser, tank, jet tempur, kapal induk dan peluru kendali yang dimiliknya. Tidak.
Pondasi utama sebuah negara adalah kejujuran rakyat dan para pemimpinnya. Kejujuran itu yang menjelaskan etika, integritas, dan kehormatan. Apakah Jokowi tidak pernah mendapatkan didikan untuk jujur dari ayah atau kedua orang tuanya?
Didikan kejujuran untuk tersebut bisa bersikap dan berucap: (1) adanya kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.
Jokowi seperti sedang memberi sinyal pesan uniknya bahwa "semua rakyat harus jujur – hanya sayalah yang boleh tidak jujur (berbohong). Persoalan dusta akan meruntuhkan Republik itu urusan lain. (*)