"Galodo" IKN Pratanda Peringatan Dini Tumbangnya Kekuasaan Joko Widodo

Mari kita kupas makna 2 kata yang dijadikan sebagai nama. "Titik Nol", "Titik" artinya berhenti, stop, atau tamat; "Nol" artinya kosong atau gagal; "Titik Nol" berdasarkan sugesti spiritual makna nama, artinya "berakhir kegagalan".

Oleh: Hamka Suyana, Pengamat Kemunculan Pratanda

"Galodo" adalah sebutan bencana alam banjir bandang yang datangnya sekonyong-konyong dan di luar dugaan yang terjadi di Sumatera Barat. Seperti yang terjadi beberapa pekan lalu di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Sebelumnya Sabtu petang, 11 Mei 2024, DAS Batang Anai, Tanah Datar, utamanya di kawasan Air Terjun, masih menyuguhkan pemandangan nan elok sebagai destinasi wisata panorama alam, di antaranya ada kolam renang dan fasilitas wisata lainnya.

Tidak ada yang menduga, menjelang tengah malam datanglah galodo mengerikan yang menyapu bersih seluruh bantaran sungai yang dilewati. Pagi harinya, Ahad 12 Mei, pemandangan alam yang semula indah menawan sudah porak-poranda menyisakan pemandangan mengenaskan akibat dari bencana alam banjir bandang.

Betapa dahsyatnya amukan galodo yang merupakan bukti nyata kekuasaan Allah SWT yang begitu mudahnya mengubah pemandangan alam hanya dalam hitungan jam.

Penulis meminjam istilah "galodo", untuk menggambarkan "bencana" yang mengancam progres pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.

Presiden Joko Widodo sudah memutuskan bahwa Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 2024, berencana akan mengadakan upacara bendera di IKN, sekaligus untuk menandai pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Namun pada tanggal 3 Juni 2024 atau sekitar 2,5 bulan sebelum tiba waktu yang direncanakan, publik dikejutkan oleh berita yang tidak diduga. Dua petinggi Badan Otorita IKN, yaitu Kepala Badan Otorita Bambang Susantono dan Wakilnya Dhony Rahajoe tiba-tiba mengundurkan diri secara berjamaah.

Tidak dijelaskan penyebab mundurnya mereka. Tapi patut diduga, mereka tidak sanggup memikul beratnya beban tanggung jawab yang harus dipikulnya.

Dampak signifikan mundurnya kedua figur paling berperan terhadap progres pembangunan IKN, bisa dianalogikan seperti bencana "galodo" yang datang secara tiba-tiba yang menjadi ancaman serius keberlanjutan proyek ambisius Presiden Joko Widodo.

Betapa tidak. Mereka berdua ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menangani proyek pemindahan ibukota karena dipandang memiliki kelebihan dan kemampuan yang bisa diandalkan. Itu artinya, tidak ada figur lain yang dipandang lebih mumpuni dibanding kedua figur tersebut.

Asumsinya, bahwa pasca pengunduran diri mereka, tidak ada pemeran pengganti yang kapasitas, kapabilitas dan loyalitasnya melebihi atau paling tidak sama dengan mereka. Padahal injure time tanggal 17 Agustus 2024 tinggal menghitung hari.

Untuk mengisi kekosongan tersebut, Presiden menunjuk Pejabat Pelaksana (Plt.) Kepala Badan Otorita yang dijabat oleh Basuki Hadimuljono (Menteri PUPR) dan Raja Juli Antoni (Wamen ATR). Pada waktu menyampaikan konferensi pers, terdapat pernyataan dari Basuki Hadimuljono yang mengindikasikan tanda-tanda akan muncul problem serius menyangkut status pertanahan.

"Kami akan segera membuat keputusan, status tanah di IKN. Apakah tanah akan dijual atau disewakan," kata Basuki Hadimuljono.

Pernyataan Ptl. Kepala Badan Otorita IKN kontroversi dengan kebijakan masalah hak tanah masyarakat. Pada bulan Maret lalu, terbit surat edaran dari Otorita ditujukan kepada 200 kepala keluarga (KK) yang puluhan tahun menempati lahan yang berada di kawasan pembangunan IKN, diperintahkan dalam tenggat waktu 7 hari harus membongkar rumahnya.

Kasus di atas merupakan contoh potret buram pembangunan IKN ini. Terhadap golongan ekonomi kuat (investor) dimanja dengan berbagai kemudahan untuk berinvestasi, termasuk diberi kebebasan menguasai lahan. Tapi sebaliknya, terhadap rakyat kecil dan lemah, seperti masyarakat adat, hak-haknya untuk menempati tanah peninggalan leluhurnya justru terancam terusir dari Bumi Pertiwi.

Kebijakan pembangunan yang hanya membesarkan yang sudah besar, tetapi justru mengecilkan yang masih kecil menjadi salah satu indikator pratanda, bahwa kota yang dibangun, akan selalu dipenuhi masalah, yang pada akhirnya terancam mengalami kegagalan.

Pembangunan IKN berpotensi berakhir kegagalan sudah muncul pratandanya sejak penetapan nama kota yang dibangun dan nama sebuah kawasan.

Nama adalah doa. Garis nasib si penyandang nama, biasanya dipengaruhi oleh sugesti spiritual makna nama.

Kawasan IKN berpusat pada sebuah area yang terpampang nama cukup besar dan jelas, "Titik Nol Nusantara".

Mari kita kupas makna 2 kata yang dijadikan sebagai nama. "Titik Nol", "Titik" artinya berhenti, stop, atau tamat; "Nol" artinya kosong atau gagal; "Titik Nol" berdasarkan sugesti spiritual makna nama, artinya "berakhir kegagalan".

Wallahu a'lam bishshowab. (*)