"Galodo" Yang Melanda Pembangunan IKN, Berhulu Dari Istana
Pembangunan IKN yang digagas Presiden Joko Widodo di Penajam Paser Utara, Kaltim, itu ibarat menyiapkan toples dari kristal tanpa sebutir pun gula yang disediakan di dalamnya, maka dipastikan tidak akan ada semut yang akan mengerumuni.
Oleh: Hamka Suyana, Pengamat Kemunculan Pratanda
INILAH kali yang ketiga, narasi yang saya tulis, menggunakan metafora "galodo" yang artinya banjir bandang, untuk menggambarkan pratanda yang sudah muncul pada progres pembangunan Ibukota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diprakirakan bakal mengalami "kemangkrakan".
Tahun lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi pada 17 Agustus 2024 ditetapkan di IKN. Berkali-kali disampaikan pula oleh Presiden bahwa bulan Juli 2024 sudah pindah berkantor di Istana yang ia bangun.
Karenanya, hari Senin, 8 Juli 2024, para awak media mencegat Presiden Joko Widodo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta guna menanyakan janji tersebut.
Joko Widodo menjawab dengan pertanyaan balik yang intinya bermakna penegasan bahwa soal persediaan air bersih, suplai daya listrik, dan infrastruktur belum siap. Presiden juga mengatakan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pemindahan Ibukota Negara, kemungkinan baru keluar pada bulan Oktober.
Itu artinya, kemungkinan besar, hingga pergantian masa jabatan presiden pada bulan Oktober, IKN Nusantara belum berfungsi sebagaimana yang direncanakan.
Jika Keppres tentang pemindahan IKN tersebut baru keluar bulan Oktober, siapakah yang akan menerbitkannya? Bukankah Joko Widodo sudah tidak menjadi presiden lagi? Mungkinkah presiden berikutnya bersedia mengeluarkan Keppres yang berkonsekuensi akan menambah berat tanggung jawabnya?
Tentang kemungkinan pembangunan IKN berpeluang akan gagal, sudah "terbaca" pratandanya saat pertama kali disampaikan oleh Presiden Terpilih Tahun 2019, Joko Widodo. Waktu itu sudah muncul pratanda berupa logika sederhana berdasarkan peribahasa, "Ada gula ada semut".
Bahwa suatu tempat itu akan menjadi daya tarik bagi masyarakat yang akan berbondong-bondong mendatangi, apabila menawarkan sumber penghidupan yang menjanjikan. Namun, apabila tidak terpenuhi syarat tersebut, meskipun dibangun infrastruktur yang bagus, tetapi kosong sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar manusia, maka tidak akan menjadi daya tarik bagi masyarakat.
Pembangunan IKN yang digagas Presiden Joko Widodo di Penajam Paser Utara, Kaltim, itu ibarat menyiapkan toples dari kristal tanpa sebutir pun gula yang disediakan di dalamnya, maka dipastikan tidak akan ada semut yang akan mengerumuni.
Berdasarkan berbagai pratanda yang bermunculan, kegagalan peruntukan IKN Nusantara menjadi keniscayaan. (*)