IKN Karya Bandung Bondowoso
Jokowi penyesat yang tersesat, terjebak permainan sangat rapih dan sistematis atas kebijakannya pindah ibu kota negara, dan kepentingan dominan tersebut adalah kepentingan kaum oligarki dan RRC (Republik Rakyat China).
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
FRIEDRICCH Neirzsche sebagai "apollonian ideal" hanya orang yang tidak sanggup melihat lebih jauh hidungnya sendiri, maka jalannya akan sangat berat bisa menjadi bencana bagi dirinya.
Proyek IKN (Ibu Kota Negara) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, “Kegedhen empyak kurang cagak" (keinginannya sangat besar tidak sesuai kemampuannya).
"Kebat kliwat, gancang pincang" (Tindakan yang tergesa – berakhir pincang), karena kerja asal tayang.
Pengesahan UU IKN yang tergesa-gesa hanya 42 hari, alasan pindah ibu kotanya pun terkesan mengada-ada hanya dengan pertimbangan dan perencanaan yang asal jalan.
Alasan pindah IKN dengan narasi yang indah dan memikat: "untuk mengurangi beban Jakarta dan Bodetabek, mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur, mengubah mindset pembangunan dari Jawa Centris menjadi Indonesia Centris dan memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebinekaan dan penghayatan terhadap Pancasila".
Kalau masalahnya pemerataan dan dominasi pembangunan di Jawa, jawabannya tentu bukan dengan memindahkan ibu kota negara.
Jalan keluarnya dengan memangkas ketimpangan pembangunan antara Jawa dengan luar Jawa, melakukan pemerataan pembangunan di wilayah-wilayah luar Jawa.
Alasan ingin memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebinekaan, dan penghayatan terhadap Pancasila, ini juga alasan yang terlalu naif dan absurd.
Sejak awal mengumumkan proyek pemindahan ibu kota, sesuai janji yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2019, tidak akan membebani APBN. Tapi, dii tengah jalan, Jokowi tak berdaya ingkar janji anggaran Rp 501 triliun, 52.3% dibebankan pada APBN.
Inkonsistensi Jokowi serupa dengan proyek kereta cepat Jakarta – Bandung yang pada awalnya pemerintah juga menyatakan tidak akan membebani APBN, faktanya pembengkakan biaya dari sebelumnya sekitar Rp 86,67 triliun menjadi Rp 114, 24 triliun, Rp 4,3 triliun dibebankan pada APBN.
Presiden yang licik dan culas, kepercayaan rakyat akan sirna, distrust makin luar biasa. Polemik dan penolakan pindah ibu kota meluas
Membangun IKN mengundang banyak kontroversi, dan bahkan seperti mimpi Jokowi meniru Roro Jonggrang meminta Bandung Bondowoso untuk membangun Candi Prambanan dalam satu malam.
Naskah akademik UU IKN tidak satu pun yang bersumber dari akademisi Indonesia, lebih percaya pada Bandung Bondowoso suhu kuning dari utara dengan ramalannya membangun ibu kota dengan datangnya seribu investor, "sim salabim semalam jadilah ibu kota".
Jokowi penyesat yang tersesat, terjebak permainan sangat rapih dan sistematis atas kebijakannya pindah ibu kota negara, dan kepentingan dominan tersebut adalah kepentingan kaum oligarki dan RRC (Republik Rakyat China).
Jokowi "Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang" (menemui musibah yang tidak disangka-sangka), IKN akan berantakan dan gagal total, menjadi bencana bagi dirinya. (*)