Indonesia Kacau Balau dan Gelap Gulita

Negara dalam kondisi darurat dan bahaya. "TNI harus diingatkan, rakyat harus mendekat, berjuang dan bergerak bersama TNI, bersihkan semua pecundang dan para penghianat negara yang sudah menguasai semua lini kekuasaan".

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

DALAM berbagai kesempatan menurut penilaian Habib Rizieq Shihab (HRS) wajah negeri ini sudah terbilang kacau-balau, sehingga tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Semburan kritik dari Imam Besar (IB) HRS itu terasa benar, hampir semua kebijkan negara terus menimbun masalah dan menyisakan kekacauan. Bahkan, di akhir masa kekuasaan Joko Widodo sinyal kekacauan makin parah.

Indonesia saat ini mirip dengan distopianya "George Orwell di Animal Farm", menggambarkan situasi serupa dengan penempatan hewan sebagai simbol yang sedang mengendalikan dan mengelola negara.

George Orwell menyoroti masalah politik di mana isu seputar kekuasaan, ketidakadilan memang sudah melekat di banyak pemerintahan sejak dahulu kala, dengan menempatkannya pada para pemimpin negara berkarakter hewani sebagai satir politik.

"Diamati dari politik secara organoleptik dari sifat hewani pasti akan muncul nafsunya ingin terus berkuasa setelah menikmati dan merasakan nikmatnya hidup dari kekuasaan."

Keadaan terus berkembang sedemikian liar multi-aspek, multi-bentuk dan multi-kompleks sehingga sistem kekuasaan di Indonesia berada di luar jangkauan ilmu atau teori politik yang pernah digagas oleh para pemikir terkemuka di planet bumi ini.

"Teori yang paling mendekati inti sukma dasar yang hakiki melekat pada kemelut, baik di atas panggung apalagi di belakang layar politik Indonesia, tinggal tersisa apa yang disebut sebagai chaos theory alias teori kacau-balau".

Turbulensi politiknya sangat besar dan berbahaya membuat prediksi masa depan dan jangka panjang gelap gulita atas perilakunya secara umum tidak mungkin ada perbaikan. Muncullah ramalan Indonesia mendekati bubar.

"Hal ini dapat terjadi akibat sistem ini bersifat deterministik, artinya perilaku masa depan yang mengikuti pengembangan unik dan sepenuhnya ditentukan oleh kondisi awalnya dari seorang pemimpin yang bego, tolol, dungu, dan bodoh".

Dengan kata lain, sifat deterministikal teori kacau-balau membuatnya sulit, bahkan mustahil bisa diprediksi, keadaan benar benar gelap gulita.

Wajah pemerintahan menjadi tidak jelas, mana kanan mana kiri, mana ujung mana pangkal, mana cabang mana ranting mana dahan, mana luar mana dalam, mana atas mana bawah, mana kepala mana ekor, mana hulu mana hilir.

Indonesia kacau bakau dan gelap gulita, meminjam teori kacau-balau diintisarikan maknanya oleh "Edward Lorenz" sebagai: “Ketika masa kini menentukan masa depan, namun perkiraan masa kini tidak menentukan masa depan”.

Menggali Kuburnya Sendiri

Dugaan berat, Jokowi terserang gejala Amnesia yang acut dan sangat parah. Hilang ingatan dan munculnya gangguan yang menyebabkan tidak bisa mengingat fakta, informasi, atau kejadian yang pernah dan sedang terjadi. Tidak sadar kekacauan negara dalam guncangan hebat waktu menuju negara pada jurang kehancurannya.

Tampaknya Jokowi dalam keterbatasan dan kedunguanya merasa dirinya dalam keadaan normal dan terus dimanjakan dengan dugaan rekayasa survei bahwa dirinya masih didukung (disukai) oleh rakyatnya 75.6%.

Merasa dirinya masih eksis terlindung oleh andalan kekuatannya sekaligus sebagai sponsor dan kendali kekuasasnya, siapa lagi kalau bukan oligarki dan RRC.

Dampak ikutannya Jokowi sadar atau tidak berubah menjadi toxic, orang yang beracun atau memberikan dampak buruk terutama terhadap psikis. Negara untuk mainan yang berbahaya.

"Sifat toxic dan virus amnesia" menyatu dalam ucapan, tindakan dan kebijakannya dalam mengelola dan mengendalikan yang dilakukan dengan seenaknya, ugal-ugalan, lepas dari panduan konstitusi, semua diterabas.

Pada akhir masa jabatannya Jokowi pada kondisi limbung dan linglung tidak mampu lagi untuk bisa mendengar, menyerap, mengolah aspirasi rakyatnya. Tersisa hanya ingatan dan mimpinya tetap berkuasa sekalipun akan lengser dari kekuasaanya.

Muncul juga banyak keanehan dengan rekayasa politik dinastinya, mentulikan diri sekalipun banyak gempuran, teguran, kritik, peringatan dari masyarakat luas atas rekayasa politik yang terkontaminasi "amnesia dan toxic" yang sudah acut dalam otak, pikiran dan mimpi mimpinya.

Negara dalam kondisi darurat dan bahaya. "TNI harus diingatkan, rakyat harus mendekat, berjuang dan bergerak bersama TNI, bersihkan semua pecundang dan para penghianat negara yang sudah menguasai semua lini kekuasaan".

Benteng terakhir untuk keutuhan dan keselamatan negara tetap pada kekuatan rakyat dengan TNI. Sejarah lahirnya TNI adalah untuk menjaga rakyat dan menjaga keutuhan NKRI. TNI adalah anak kandung rakyat dan rakyat ibu kandung TNI.

Jokowi telah merusak negara, sudah tipis harapan untuk dirinya sebagai pemimpin yang normal memiliki jiwa dan sifat negarawan. Tersisa harus di bereskan lewat pengadilan. "Jokowi sedang menggali kuburnya sendiri". (*)