Jadilah Capres Pemberani, Bukan Pengecut!
Oligarki akan berperan dominan ketika mengaktualisasikan permainannya dalam bentuk distribusi uang atau barang sebagai bentuk mobilisasi untuk mengelola dan menentukan pilihan politik masyarakat sesuai skenarionya.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
CERITA lama, Thomas Hobbes adalah seorang filsuf Inggris yang beraliran empirisme. Pandangannya yang terkenal adalah konsep manusia dari sudut pandang empirisme – materialisme.
Demikian juga prinsip Machiavelli. Ia dikenal sebagai politikus yang tak segan-segan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Itulah wajah Oligarki yang ada di Indonesia, mereka telah mendapatkan momentumnya, “Indonesia Emas” seperti ucapan para Capres dalam forum debatnya.
Tidak ada satupun Capres yang berani mengatakan Indonesia dalam guncangan hebat akibat negara sudah menggunakan UUD 2002 segala akibatnya. Dan, Pancasila sudah disingkirkan.
Tidak sadar bahwa Haluan Hobbesian dan Machiavellian, itu tol para penguasa bebas bergerak dan tidak lagi peduli, sudah salah arah dan makin keterlaluan setelah berhasil membangun sinergis dengan kekuatan politik baru berupa "bandit dan bandar Oligarki", yakni sekelompok orang yang mencari suaka politik dan ekonomi di lingkaran (dalam) kekuasaan dengan cara manipulasi, mobilisasi, hedonis, dan semua kesurupan.
Indah sekali karena kedunguannya, mereka mengatakan inilah jalan menuju "Indonesia Emas".
Itulah yang muncul di layar kaca debat Capres seperti pahlawan bangsa, mereka itu memburu kekuasaan untuk metamorfosa menjadi despotis yaitu penguasa yang arah politiknya akan menganggap rakyat sebagai budak atau pembantu.
Rakyat dianggap kambing congek yang tidak tahu apa-apa, yang siap digiring ke mana saja sesuai kehendak penguasa yang menganggap dirinya sebagai tuan atau majikan.
Praktik politik seperti inilah yang akhirnya menjelma menjadi diktator, dan melahirkan para bandit politik di negeri yang menganggap rakyatnya sebagai budak.
Mengumbar janji-janji kosong karena hanya mengejar menjadi penguasa abdi dalem korporasi oligarki (para bandar dan bandit politik) yang ada di depan matanya mereka pura-pura tidak melihat, bahkan tidak berani menyebut mereka adalah bangsat dan perusak negara.
Pilpres 2024, mutlak sempurna manjadi milik Oligarki. "Para pemilik modal (Oligargi) dan para perampok predator, menjadi pemegang kekuasaan dan pengendali Pilpres 2024.
Jangan berharap rakyat meminta keadilan, atau merengek agar Pilpres 2024 berjalan jujur, langsung, umum dan rahasia, tidak akan pernah terjadi.
Langgam dan pengaruh oligarki ini tidak hanya di pusaran politik nasional, juga pusaran politik lokal.
Dengan posisi Penjabat (Pj) Kepala Daerah yang diangkat Mendagri Tito Karnavian cq Presiden Joko Widodo, diduga kuat akan menjelma menjadi kelompok predatoris yang kuat mengendalikan kemenangan Pilpres calon boneka Oligarki.
Rakyat hanya dijadikan objek mobilisasi dan alat legitimasi hak kekuasaannya hanya selesai sampai di bilik suara.
Para aktor politik yang berkolaborasi dengan bandar politik itu untuk mengatur irama permainan kekuasaan dalam setiap Pemilu, dan Pilpres 2024 itu sebenarnya sudah selesai.
Oligarki akan berperan dominan ketika mengaktualisasikan permainannya dalam bentuk distribusi uang atau barang sebagai bentuk mobilisasi untuk mengelola dan menentukan pilihan politik masyarakat sesuai skenarionya.
Demi keselamatan bangsa dan negara seorang capres harus berani mengatakan negara dalam krisis konstitusi. Tidak hanya cuap-cuap Indonesia Emas, tapi justru negara akan hancur berantakan. (*)