Jokowi Sumber Kalabendu
Melelehnya kesan bahwa jiwa masyarakat Jawa pada umumnya terkenal dengan tepo seliro, ewuh pekewuh, pemalu, sungkan, menjaga sopan santun kalem, ramah menghindari konflik, sederhana, pekerja keras adalah satu filosofi yang bertahan hingga saat ini.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
DENGAN dalih dan alasan apapun kekuasaan yang diperoleh dengan cara-cara melanggar koridor hukum, etika, moral cepat atau lambat akan mendatangkan bencana.
Kota Solo mempunyai slogan 'The Spirit of Java' yang berarti jiwanya Jawa, tempat di mana masih berdirinya Kesultanan di Nuswantara mempunyai sejarah yang panjang.
Masyarakatnya memegang teguh wejangan dan filosofi hidup orang Jawa yang sarat dengan ajaran tentang makna hidup, perubahan hidup, rasa ikhlas, persahabatan, hingga kemuliaan hidup.
Wejangan yang paling populer adalah "Manungsa mung ngunduh wohing pakarti" yang berarti bahwa setiap orang akan mendapatkan akibat dari perbuatannya sendiri.
Joko Widodo saat memegang kekuasaan tampaknya melanggar wewaler tersebut yang ditandai dalam kepemimpinannya penuh dengan manipulasi, kebohongan, ketidak-jujuran, kesombongan.
Tidak menyadari bahwa kekuasaannya akan redup, berakhir dan meninggalkan jejaknya baik atau buruk dipastikan beresiko akan memantul balik pada dirinya bahkan menimbulkan terciptalah era kalabendu.
Sialnya, Presiden Jokowi memulai karirnya dari kota Solo. Tempat di mana yang semestinya nilai-nilai adi luhung dan adi budaya dijaga dengan ketat sebagai cara berpikir dirinya sebagai orang Solo.
Sebuah kenyataan pahit rasanya mengetahui kebenaran serta kenyataan ini, hingga serasa malu mengakui keberadaannya sebagai orang Solo.
Dampak ikutannya bukan hanya masyarakat Solo dan Jawa yang harus menerima beban rasa malu, lebih tragis hingga terkesan hilangnya karisma orang Jawa yang santun, arif dan bijaksana berubah menjadi manusia horor, kejam, sadis, bengis, jauh dari tata krama kehidupan karena dan selama berkuasa seenaknya melanggar konstitusi negara.
Melelehnya kesan bahwa jiwa masyarakat Jawa pada umumnya terkenal dengan tepo seliro, ewuh pekewuh, pemalu, sungkan, menjaga sopan santun kalem, ramah menghindari konflik, sederhana, pekerja keras adalah satu filosofi yang bertahan hingga saat ini.
Tercoreng oleh Jokowi, bahkan sebagai sumber Kalabendu di Tanah Jawa dan Indonesia. (*)