Ketawalah Selagi Masih Bisa Ketawa

Merasa semakin nyaman hidup bersama oligarki dan China. Pada akhir masa jabatannya terjebak dengan ribuan tikungan yang keliru ke berbagai arah kekacauan yang kompleksitas, tampak akan kewalahan tanpa ada jalan keluar, bahkan berpotensi membahayakan dirinya.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

APA 3 pesan Malaikat Jibril, kepada Nabi Muhammad Saw: "Hiduplah sepuasmu tapi ingat engkau akan meninggal; 2. Cintailah apa yang kamu cintai tapi ingat engkau akan perpisah; 3. Kerjakan apa yang kamu ingin kerjakan tapi ingat engkau akan akan bertanggung jawab”.

Orang yang lalai akan terus melawan panduan agama dan tatanan alam berbuat seenaknya: "Orang yang ketika menang dalam perkara perkara kecil tidak sanggup menahan diri tapi terus melaju, akan mengundang kemalangan bagi dirinya sendiri di tangan para dewa maupun manusia, sebab ia telah menyimpang dari tatanan alam”. (I Ching Abad 8 SM).

Paca akhir cerita seorang pemimpin akan dinilai dari seberapa baik saat mengahiri segalanya. Akhir yang kacau akan terus menggema sepanjang masa dan akan menjadi catatan hitam dalam (suatu) kehidupannya.

Pada akhir sebuah kekuasaan yang terbaiklah yang akan dimahkotai, apapun jalannya akan selalu dikenang sebagai pahlawan dan sebaliknya keburukan tetap akan menjadi noda hitam kehidupanya.

Joko Widodo dalam menggenggam kekuasaan selalu menabrak titah Tuhan dan tatanan hukum alam, tenggelam dalam rekayasa politik kotor, kebohongan, pencitraan, tipuan, manipulasi yang hanya menunggu waktu akan terbongkar semua kebusukannya.

Melanggah terlalu jauh dari kapasitas dan kapabilitasnya, sama buruknya belum apa-apa sebenarnya sudah jatuh. Anehnya membiarkan harga diri dan reputasinya semakin dalam terjerumus dalam langkah kebijakannya mengabaikan kepentingn akan rakyat.

Merasa semakin nyaman hidup bersama oligarki dan China. Pada akhir masa jabatannya terjebak dengan ribuan tikungan yang keliru ke berbagai arah kekacauan yang kompleksitas, tampak akan kewalahan tanpa ada jalan keluar, bahkan berpotensi membahayakan dirinya.

Tidak paham: dalam kekuasaan rekayasa kemenangan apapun kecenderungan hanya berpikir akan menang atau kalah, sukses atau gagal sungguh berbahaya, karena pandangan jauh ke depan untuk kebaikan dan kepentingan rakyat tertutup.

Terjebak politik dinasti yang akan terjadi, bangga ketika menang dan pahit ketika kalah. Padahal, kemenangan dan kekalahan bersifat sementara. Kemenangan politik dengan rekayasa curang dan manipulasi pasti akan menjadi bencana.

Tidak sadar dan menyadari semua akan dinilai pada akhirnya mengabaikan cara mengakhiri masa jabatannya dengan energi kebajikan untuk rakyat dengan citra, kesan, dan kenangan yang baik, justru hanya memburu kesenangan diri, keluarga, kroni, dan bandar politiknya.

Mengakhiri apapun dengan buruk tidaklah ada artinya. Keinginan untuk terus mempertahankan kekuasaannya dengan macam-macam rekayasa pelanggaran konstitusi dan rekayasa program negara asal-asalan. Akan terjadi pembalikan resiko terburuk menerpa dan menimpanya.

Ketawalah selagi masih bisa ketawa. (*)