Koppig, SIREKAP Dipakai Lagi Pada Pilkada 2024

Apalagi saat KPU sempat mengeluarkan SK – yang bisa dibilang juga sangat koppig – yakni SK Nomor 349/2024 yang meminta pengecualian keterbukaan (baca: Menyembunyikan) sumber data CSV Rekapitulasi SIREKAP yang seharusnya menjadi Hak Publik.

Oleh: KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multinedia, AI dan OCB Independen

KOPPIG? Ya, "kopeh" jika dilafalkan dalam bahasa Indonesia, aslinya berasal dari Bahasa Belanda yang berarti Bebal, Kepala batu, Keras kepala alias Sulit untuk dinasehati atau diberitahu. Istilah ini sempat populer jaman Orde lama dahulu, saat Presiden Soekarno sering menyebut beberapa orang kalau sulit untuk dinasehati dan diberitahu.

Beberapa diantara orang itu adalah Mayjen Soeharto (saat menghadapi Demontrasi Mahasiswa tahun 1966, ada adegannya di Film "Djakarta 66") dan Ali Sadikin (ketika akan ditunjuk menjadi Gubernur DKI Jakarta).

Istilah "koppig" ini juga sempat muncul saat kasus "Papa minta saham" menyeruak pada 2015. Saat itu Presiden Joko Widodo marah besar karena namanya disebut-sebut dalam permainan saham Freeport.

Dalam percakapan antara pengusaha Riza Chalid, Ketua DPR Setya Novanto dan Dirut Freeport, Jokowi disebut sebagai orang yang kopeh tersebut. "Saya nggak apa-apa dikatakan presiden gila, presiden sarap, presiden kopeh. Tapi kalau dikatakan sudah mencatut saham 11 persen itu yang saya tidak mau. Ini masalah kepatutan, masalah etika, moralitas, dan itu masalah wibawa!" tegas Jokowi yang dengan lantang masih menyebut-nyebut soal Etika dan Moral saat itu.

Istilah Koppig sekarang tampaknya cocok dialamatkan ke KPU yang dalam keterangannya, Selasa (23/4/2024) tanpa malu berujar "Kami akan menggunakan SIREKAP," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik kepada sejumlah wartawan.

Hal ini jelas kopeh karena selain banyak saran perbaikan yang disampaikan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap SIREKAP sebagaimana tertuang dalam putusan sengketa Pilpres 2024, secara teknis banyak sekali hal yang harus dibenahi (baca: dibongkar total) agar tidak digunakan lagi sebagai Alat kecurangan bahkan diindikasikan kejahatan Pilkada 2024 sebagaimana Pemilu 2024 yang baru saja berlangsung secara kontroversial sebelumnya.

Sebagaimana sudah banyak diungkap oleh Pakar IT independen seperti Dr Ir Leony Lidya MT, Ir Hairul Anas Suaidi, Ir Akhmad Syarbini, Akhmad Akhyar Muttaqin ST yang secara detail ada yang penjelasan konprehensifnya dalam film "Dirty Election" produksi APDI yang di-launch 20/4/2024 lalu, dua nama yang disebut awal bahkan juga memberi Kesaksian Ahli-nya secara langsung di depan MK disamping Ir Yudi Prayudi dan Naskah Affidafit (Kesaksian Tertulis) yang sudah juga saya sampaikan kepada Kesekretariatan MK beberapa waktu sebelumnya, SIREKAP selaku Alat Utama sesuai PKPU Nomor 5/2024 sebenarnya sangat tidak layak digunakan atau bahkan bisa disebut membahayakan.

Mengapa demikian, karena secara de facto – juga sebagian sudah de jure – SIREKAP telah pula membuat banyak Kebohongan yang berani dilakukan dengan Vulgar oleh KPU, di antaranya adalah soal Cloud-Server di Aliyun Computing Alibaba.com yang sebelumnya tidak diakuinya, dan bahkan berani PresKon di depan wartawan (baru setelah KPU disidang di KIP, Komisi Informasi Pusat atas permintaan Yayasan YAKIN, mereka mengakuinya).

Ini sebenarnya sudah merupakan Kebohongan Publik yang sangat memalukan yang telah dilakukan oleh KPU selaku Penyelenggara Pemilu 2024 di samping Pelanggaran terhadap UU Nomor 27/2024 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Di samping itu SIREKAP sampai dengan distop tanpa alasan dan telah dikatakan selesainya Pemilu 2024 tidak pernah dipublikasikan Sertifikasi dan Hasil Audit Forensik Independen yang seharusnya sudah dilakukan semenjak sebelum digunakan.

Sempat disebut-sebut nama BRIN dan BSSN yang melakukan (Audit dan Sertifikasi tersebut), namun hingga kini tidak pernah tampak detailnya dipublikasikan kepada masyarakat sebagai pertanggungan jawab penggunaan Uang Rakyat seharusnya. Keterbukaan kepada masyarakat – sesuai UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Infornasi Publik – ini sangat penting karena kemarin KPU tampak ada kesengajaan untuk menyembunyikan sifat transparansi ini.

Apalagi saat KPU sempat mengeluarkan SK – yang bisa dibilang juga sangat koppig – yakni SK Nomor 349/2024 yang meminta pengecualian keterbukaan (baca: Menyembunyikan) sumber data CSV Rekapitulasi SIREKAP yang seharusnya menjadi Hak Publik.

Untung Sidang KIP berikutnya juga sudah membatalkan SK yang sangat bernuansa tidak jujur alias ada mensrea menyembunyikan Fakta data Pemilu 2024 ini. Memang sungguh aneh bin Ajaib SK 349/2024 yang baru dikeluarkan saat mereka di tengah-tengah Sidang KIP tanggal 17/3/2024 lalu alias bertujuan untuk melepas tanggungjawab bahkan bisa dikhawatirkan akan digunakan untuk tindak kejahatan sebagaimana analisis ilmiah Pakar-pakar IT di atas.

Selain itu fakta adanya JSON-script dalam SIREKAP yang sempat ditemukan (yang bisa digunakan sebagai peluang terjadinya kejahatan) penggunaan Algoritma tertentu dan bahkan sempat dipergunakannya Stagging-version alias Versi Beta (belum stabil) dari SIREKAP ini turut menambah keburukan Sistem Informasi yang mau digunakan lagi untuk Plikada, November 2024 mendatang.

Belum lagi harus ada standardisasi perangkat Kamera Android yang digunakan oleh Para KPPS di TPS sebelumnya, jangan seperti kemarin yang karut-marut dan membuat tidak akuratnya data yang masuk sebelum diproses dengan OCR/OMR, jangan sampai hal-hal seperti ini bisa disalahkan alias dijadikan Kambing Hitam lagi sebagaimana di Sidang MK kemarin.

Kesimpulannya, KPU kalau masih tetap (Koppig) akan menggunakan SIREKAP harus melakukan perombakan dan Revisi total terhadap Software yang awalmya dikerjasamakan dengan Kampus ITB ini.

Jangan sampai nama baik Kampus yang sempat menjadi tempat menempuh ilmu oleh Ir. Soekarno (yang kalau beliau memang Asli menamatkan pendidikannya di sana, bukan seperti yang sekarang Ijazahnya masih dipertanyakan, bahkan sampai dilakukan Persidangan umum) menjadi tercoreng namanya.

Sebab kalau tidak maka kekacauan-kekacauan seperti Penggelembungan suara, Naik turunnya Angka, Hilangnya Tampilan Data dan lain-lain yang berujung terjadinya kekisruhan dan perpecahan di masyarakat sebagaimana kemarin saat Pemilu 2024 dikhawatirkan potensial terjadi juga saat SIREKAP digunakan pada Pilkada mulai 27 November 2024. (*)