Lagu "Rungkad": Sebuah Isyarat, Ada Yang Akan Tumbang

Faktanya, sosok bangunan yang disebut Istana Garuda hanya dominan bentangan sayap. Tidak tampak kepala dan leher jenjang. Ekor dan cakar tidak ada. Padahal ekor berfungsi sangat penting sebagai kendali kemudi ketika burung terbang. Kaki atau cakar sangat diperlukan untuk hinggap.

Oleh: Hamka Suyana, Pengamat Kemunculan Pratanda

SALAH satu yang berlaku pada Hukum Sebab – Akibat, jika akan terjadi suatu kejadian atau peristiwa, lebih dulu akan ditandai kemunculan gejala, kode, isyarat, tanda-tanda, atau pratanda yang muncul relatif jauh waktunya sebelum peristiwa terjadi.

Tentang kemunculan tanda-tanda atau pratanda sebelum peristiwa terjadi, sudah ditegaskan Allah pada Qur'an Surat Al Hijr ayat 75, Allah berfirman; اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْمُتَوَسِّمِيْنَۙ (inna fî dzâlika la'âyâtil lil-mutawassimîn) yang artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan (dengan saksama) tanda-tanda (itu)”. (Al-Ḥijr [15]:75)

Dalam konteks ini, Penulis sudah menyoroti isyarat atau pratanda yang muncul di halaman Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada upacara kenegaraan dalam rangka memperingati peristiwa bersejarah "Detik-detik Proklamasi" yang diselenggarakan pada 17 Agustus 2022 dan 17 Agustus 2023.

Upacara seremonial kenegaraan di halaman Istana Presiden yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun tersebut, sejak zaman Presiden ke-1 (Bung Karno) hingga Presiden ke-6 (Susilo Bambang Yudhoyono – SBY), dengan tata upacara khusus dan sudah baku, tidak pernah berubah, sehingga menghadirkan nuansa hening dan khidmat.

Tapi, sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo, suasana khidmat itu dibuatnya lenyap, khususnya pada pelaksanaan upacara kenegaraan pada dua tahun terakhir (2022 dan 2023). Tata upacara yang sudah baku, "dirusak" dengan penambahan hiburan (nyanyian) berupa penampilan artis yang ketika itu sedang populer.

Lagu yang dibawakan totalitas bernuansa hiburan. Sedikit pun tidak mengandung muatan semangat perjuangan dan pengorbanan.

Lagu yang dinyanyikan pada upacara kenegaraan pada 17 Agustus 2022 berjudul "Aja dibandingke" yang dibawakan artis cilik, murid SD, Farel Prayoga.

Setahun kemudian, pada 17 Agustus 2023 lagu hiburan yang ditampilkan pada upacara kenegaraan berjudul, "Rungkad".

Mengapa kedua lagu yang liriknya secara implisit mengungkapkan kekecewaan dan sakit hati itu, ditampilkan pada upacara kenegaraan?

Inilah sebuah isyarat, kode, tanda-tanda, atau pratanda tentang suasana kebatinan Presiden Joko Widodo dan kemungkinan akan terjadi di kemudian hari.

Pertama; Misteri yang tersembunyi dinyanyikannya lagu "Aja Dibandingke".

Yang menarik dari potongan lirik lagu dengan judul di atas, adalah "Wong ko ngene kok dibanding-bandingke. Saing-saingke yo mesti kalah" [Orang seperti ini kenapa dibanding-bandingkan. Dipersaingkan, ya pasti kalah].

Lirik lagu tersebut, cukup mewakili suasana kebatinan Presiden Joko Widodo pada waktu itu yang sedang "resah" karena kalah pamor jika dibandingkan kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang sedang panen prestasi dan reputasi atas kesuksesan membangun legacy (warisan) yang monumental dan fenomenal seperti pembangunan Jakarta Internasional Stadium (JIS).

Kedua; Misteri yang tersembunyi dinyanyikannya lagu berjudul, "Rungkad".

Potongan lirik lagu yang tersirat sebagai isyarat atau pratanda yang mengandung makna cukup dalam adalah, "Rungkad entek-entekan".

Rungkad memiliki beberapa makna tergantung konteks kalimatnya. Jika konteksnya tentang pohon, "rungkad" artinya tumbang atau roboh. Jika konteksnya tentang hati atau perasaan, makna "rungkad" artinya hancur. Penggalan lirik "rungkad entek-entekan" bermakna: Perasaan hancur sehancur-hancurnya; Pohon roboh hingga ke akar-akarnya; Kekuasaan tumbang bersama pengaruhnya.

Kini peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan RI, tanggal 17 Agustus 2024 sudah tiba. Presiden Joko Widodo memastikan upacara kenegaraan digelar di Ibukota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Yang menarik dan layak disoroti sebagai kemunculan pratanda di kawasan IKN adalah berdirinya sebuah bangunan cukup besar dan tinggi yang diperkenalkan ke publik bernama "Istana Garuda" IKN Nusantara.

Menurut pengakuan desainernya seorang seniman pematung bernama I Nyoman Nuarta, filosofi yang merupakan pesan moral diwujudkan melalui pilihan bentuk Garuda sebagai representasi bangunan, yang dianggap mampu merangkul keberagaman suku di Indonesia tanpa menimbulkan kecemburuan antar daerah.

Sayangnya, filosofi yang digambarkan tidak sesuai dengan penampilan fisik bangunan yang disebut Garuda. Idealnya, badan burung yang normal terdiri atas 5 bagian, yaitu: badan, sayap, kepala dan leher jenjang, kaki (cakar), serta ekor.

Faktanya, sosok bangunan yang disebut Istana Garuda hanya dominan bentangan sayap. Tidak tampak kepala dan leher jenjang. Ekor dan cakar tidak ada. Padahal ekor berfungsi sangat penting sebagai kendali kemudi ketika burung terbang. Kaki atau cakar sangat diperlukan untuk hinggap.

Burung Garuda yang tidak memiliki ekor dan cakar, apabila terbang pasti oleng, lepas kendali yang akan berakhir jatuh terjerembab ke bumi.

Mungkinkah simbolisasi yang tersirat pada sosok Istana Garuda merupakan isyarat atau pratanda akan ada kekuasaan yang rungkad entek-entekan? (*)