Lelakon: Lurah Bagong Dalam Lilitan Nogogini

Bagong akan memikul sejarah hutang yang sangat besar, tatanan padepokan yang sudah rusak parah, korupsi, begal dan perampok di mana-mana, sementara Semar sebagai "dewa ngejowantah" penjaga UUD 1945 dan Pancasila sudah menghilang (muksa) entah ke mana.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

TEREKAM dalam sejarah hitam sebuah pertapaan yang dikenal dengan nama Klampis Ireng, telah melaksanakan hajat menentukan siapa sebagai "Lurahnya", calonnya Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong (Bawor).

Klampis Ireng adalah permata di Khatulistiwa, di situlah harapan hidup makmur dengan kekayaan alamnya baik di laut, darat, dan di perut buminya.

Di ujung sana ada Iblis bernama Jaewana, Bilung dan Sarawita diam-diam memantau dan ikut cawe-cawe, dengan seksama ikut memasang skenario siapa yang harus lolos berlaga terpilih sebagai Lurah.

Yang penting jangan sampai Semar lolos terpilih sebagai Lurahnya. Perjuangan Semar berhasil di redam dengan berbagai rekayasa, Semar terpental dari laga kontestasi sebagai Lurah di "Pertapaan Klampis Ireng", tersisa Gareng, Petruk, dan Bagong.

Semar dianggap berbahaya karena mewarisi integritas, kejujuran, dedikasi, patriorisme yang di bentuk dan diajarkan kakeknya.

Ketika gong dibunyikan penduduk berduyun-duyun ke bilik suara menentukan nasibnya. Dengan hitung cepat, Bagong memperoleh angka kemenangannya. Usut punya usut ternyata Bagong sudah diberi angka kemenangan sebelum hajat pemilihan lurah dilaksanakan oleh cecunguk "Jaewana, Bilung, dan Sarawita", aktor curang di belakang layar.

Hajat besar telah berlalu, Bagong sedang menunggu waktunya dilantik untuk duduk di Singgasana Kursi Gading damparing Kencono. Jaewana sebagai sponsornya datangi Bagong dengan puja-puji dan sanjungan setinggi pohon cimplukan.

Bagong sebagai lurah menerima titipan macam-macam pesan dari Jaewana untuk meneruskan progran P Lurah sebelumnya, yang merupakan program sakral dari Sanghyang Nogogini.

Senyum manis Bagong (bertubuh pendek ipel-ipel) tanpa ragu siap melaksanakan pesan-pesan Sanghyang Nogogini, disampaikan dalam pidatonya penuh percaya diri lengkap dengan pakaian kebesaran tampak kedodoran.

Bagong akan memikul sejarah hutang yang sangat besar, tatanan padepokan yang sudah rusak parah, korupsi, begal dan perampok di mana-mana, sementara Semar sebagai "dewa ngejowantah" penjaga UUD 1945 dan Pancasila sudah menghilang (muksa) entah ke mana.

Bagong dipertaruhkan akan membawa masa depan kawula alit (rakyat) menjadi sejahtera atau makin sengsara, Padepokan akan tetap seperti Neraka atau berubah menjadi Surga. Wallaahu a'lam. (*)