Lima Analisis Metafora “Galodo” Mundurnya Petinggi Badan Otorita IKN
Metafora "galodo" digunakan untuk menggambarkan besarnya dampak dari kejadian tak terduga, seperti pengunduran diri dua petinggi Badan Otorita IKN, yang dapat mengancam keberhasilan proyek ambisius ini.
Oleh: Guntur Surya Alam, Dokter SpB, Sp BA (K) Dig, MPH, FICS
PENGAMAT Kemunculan Pratanda Hamka Suyana dalam artikel (OPINI SOSIAL BUDAYA 08 JUN 2024) berjudul "Galodo" IKN Pratanda Peringatan Dini Tumbangnya Kekuasaan Joko Widodo jelas menyebut, bencana yang terjadi di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, sebagai “Galodo”.
Disebutkan, "Galodo" adalah sebutan bencana alam banjir bandang yang datangnya sekonyong-konyong dan di luar dugaan yang terjadi di Sumatera Barat. Seperti yang terjadi beberapa pekan lalu di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Anai, Kabupaten Tanah Datar.
Sabtu petang, 11 Mei 2024, DAS Batang Anai, Tanah Datar, utamanya di kawasan Air Terjun, masih menyuguhkan pemandangan nan elok sebagai destinasi wisata panorama alam, di antaranya ada kolam renang dan fasilitas wisata lainnya.
Tidak ada yang menduga, menjelang tengah malam datanglah galodo mengerikan yang menyapu bersih seluruh bantaran sungai yang dilewati. Pagi harinya, Ahad 12 Mei, pemandangan alam yang semula indah menawan sudah porak-poranda menyisakan pemandangan mengenaskan akibat dari bencana alam banjir bandang.
Betapa dahsyatnya amukan galodo yang merupakan bukti nyata kekuasaan Allah SWT yang begitu mudahnya mengubah pemandangan alam hanya dalam hitungan jam.
Hamka Suyana meminjam istilah "galodo", untuk menggambarkan "bencana" yang mengancam progres pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Presiden Joko Widodo ingin mengejar target upacara 17 Agustus 2024 dilakukan di IKN.
Namun pada 3 Juni 2024 atau sekitar 2,5 bulan sebelum tiba waktu yang direncanakan, publik dikejutkan oleh berita yang tidak diduga. Dua petinggi Badan Otorita IKN, yaitu Kepala Badan Otorita Bambang Susantono dan Wakilnya Dhony Rahajoe tiba-tiba mengundurkan diri secara berjamaah.
Artikel ini menggunakan metafora "galodo", bencana alam banjir bandang di Sumatera Barat, untuk menggambarkan ancaman yang dihadapi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Analisis ini bisa dibedah melalui perspektif psikologis, sosial, ekonomi, politik, dan pertahanan-keamanan (hankam).
Pertama; Perspektif Psikologis
Pengunduran diri dua petinggi Badan Otorita IKN bisa menimbulkan ketidakpastian dan kecemasan di kalangan publik dan birokrasi. Secara psikologis, hal ini bisa mempengaruhi moral tim proyek dan kepercayaan masyarakat terhadap keberhasilan proyek tersebut.
Ketidakpastian ini dapat mengakibatkan stres dan penurunan motivasi bagi mereka yang terlibat langsung dalam pembangunan IKN.
Kedua; Perspektif Sosial
Keputusan pembangunan IKN dan penggusuran lahan penduduk lokal menimbulkan ketidakpuasan dan konflik sosial. Penekanan pada investor kuat sementara masyarakat adat merasa terpinggirkan mencerminkan ketidakadilan sosial yang memperparah kesenjangan.
Jelas, ini dapat memicu protes dan resistensi dari kelompok-kelompok masyarakat yang terdampak, yang pada gilirannya dapat menghambat progres pembangunan.
Ketiga; Perspektif Ekonomi
Mundurnya dua petinggi Badan Otorita IKN setidaknya mengindikasikan masalah manajemen dan ketidakstabilan dalam proyek ambisius ini. Ini bisa berdampak negatif terhadap iklim investasi di IKN.
Para investor mungkin juga meragukan keberlanjutan proyek, yang dapat mengurangi minat dan komitmen investasi. Konflik terkait status tanah juga bisa memperlambat proses pembangunan dan meningkatkan biaya proyek.
Keempat; Perspektif Politik
Pembangunan IKN merupakan proyek besar yang erat kaitannya dengan citra dan legacy terhadap pemerintahan Joko Widodo. Kegagalan atau keterlambatan dalam proyek ini dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap keberhasilan kepemimpinan Jokowi.
Ini bisa menjadi isu politis yang dieksploitasi oleh pihak oposisi untuk merusak reputasi pemerintah menjelang pemilu. Selain itu, penggantian mendadak pejabat tinggi menunjukkan ketidakstabilan dalam kebijakan dan implementasi, yang bisa mengurangi kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah.
Kelima; Perspektif Hankam
Ketidakpastian dan konflik sosial di sekitar proyek IKN dapat mempengaruhi stabilitas keamanan di wilayah tersebut. Penggusuran masyarakat adat dan ketidakjelasan status tanah bisa juga memicu ketegangan dan potensi kerusuhan.
Keamanan nasional bisa terancam jika konflik ini meluas dan melibatkan lebih banyak aktor. Selain itu, kegagalan dalam pembangunan infrastruktur strategis seperti IKN bisa berdampak pada postur pertahanan dan keamanan nasional, mengingat pentingnya posisi geografis dan politis ibu kota negara.
Kesimpulan
Analisis ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan IKN tidak hanya berdimensi teknis, tetapi juga mencakup aspek-aspek psikologis, sosial, ekonomi, politik, dan hankam.
Metafora "galodo" digunakan untuk menggambarkan besarnya dampak dari kejadian tak terduga, seperti pengunduran diri dua petinggi Badan Otorita IKN, yang dapat mengancam keberhasilan proyek ambisius ini.
Keberhasilan atau kegagalan proyek IKN akan sangat mempengaruhi persepsi dan stabilitas pemerintahan Joko Widodo serta masa depan Ibu Kota Negara Indonesia. (*)