Melawan Penguasa Licik Tidak Boleh Ada Negosiasi dan Kompromi
Hindari pemimpin pengecut yang menghindari konflik dengan penguasa licik, biadab meski dengan berbagai alasan, apalagi dia mengarahkan kompromi, negosisi, dan damai dengan luka menganga adalah pemimpin buruk, lemah, dan pengecut.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
"QUI desiderat pacem, praeparet bellum" (barang siapa menginginkan perdamaian, ia harus siap perang).
Banyak orang berpendapat bahwa konflik dengan penguasa licik, jangan dilawan dengan kekerasan tapi dengan kompromi, negosiasi, dan kebaikan.
Pendapat ini sama sekali tidak masuk akal, sama saja dengan menghalangi mengatasi manusia licik dengan penderitaan. Tentu, penguasa licik akan lebih agresif, sadis, dan kejam melakukan apa saja dengan kekerasan tidak peduli rasa kemanusiaan, memanusiakan manusia sebagai manusia.
Menyerah, tidak siap membela diri dan melawan terhadap tipe orang seperti ini adalah kehancuran. Manusia pengecut kalau terpaksa menyerah dengan manusia licik dan biadab. Menghindari konflik di hadapan serigala semacam ini justru merupakan sumber tragedi dan bencana penderitaan yang berkepanjagan.
Penampilan lembut Joko Widodo selama ini basa-basi, di permukaan tampak damai, tapi persis di bawah permukaan itu sifat kejam, sadis dan tidak peduli dengan penderitaan orang lain (rakyaknya).
Program "Proyek Srategis Nasional (PSN)" yang terus merampas tanah rakyat, mengusir penghuni dan memaksa harus keluar dengan paksa dari tempat tinggalnya adalah suatu kebiadaban. Rakyat tak berdaya melawan dan harus menanggung rasa pedih dengan luka menganga.
Namun, mustahil ada kesejahteraan, kedamaian, kebersamaan, kesetaraan, kebaikan hidup yang manusiswi, sebelum penguasa licik dan biadab itu harus dilawan, diperangi, dimusnahkan dengan kekuaatan perlawanan rakyat semesta.
Rakyat harus bisa keluar dari penindasan bangsanya sendiri yang licik, sadis dan biadab. Rakyat harus mendapatkan palatihan menjadi pejuang strategis, mengelola situasi sulit melalui manuver perlawanan yang meras, cerdik, dan cerdas.
Banyak psikolog dan sosilog berpendapat bahwa melalui konflik masalah seringkali terpecahkan dan kebiadaban bisa dihentikan.
Apapun alasannya, pemimpin pergerakan yang menghindari konflik dengan berbagai alasan adalah sifat pengecut akan memperparah keadaan dan penderitaan.
Hindari pemimpin pengecut yang menghindari konflik dengan penguasa licik, biadab meski dengan berbagai alasan, apalagi dia mengarahkan kompromi, negosisi, dan damai dengan luka menganga adalah pemimpin buruk, lemah, dan pengecut.
Dia akan selalu menebar ketakutan yang datang dari dirinya sendiri dan membesar-besarkan musuh dari sikapnya yang pengecut dan penakut.
Tidak ada kompromi, negosiasi, dan perdamaian dengan penguasa licik, termasuk dengan Jokowi yang sudah di ambang kehancurannya.
Bahwa: Pejuang sejati, diri sendiri adalah kekuatan maha dahsyat untuk melawan dan menerjang, namun bagi seorang penakut dan pengecut dirinya sendiri adalah musuh yang mematikan. (*)