Membaca Pratanda Garis Finish Ambisius Prabowo Subianto

Meskipun KPU RI telah menetapkan Prabowo Subianto sebagai pemenang Pilpres 2024, tapi berdasarkan pola yang sudah terbangun pada alam bawahnya yang Kosong Tekad Unggulan berpratanda akan bermuara pada kegagalan yang tragis.

Oleh: Hamka Suyana, Pengamat Kemunculan Pratanda

KALAU ingin melihat garis nasib ambisius Prabowo Subianto pada Pilpres 2024, apakah akan terkabul menjadi Presiden, atau akan gagal lagi, lihatlah momentum Pilpres 2014 dan 2019.

Pertama; Pilpres 2014 Prabowo Subianto kalah karena pada alam bawah sadarnya Kosong atau Tidak Memiliki Tekad Unggulan.

Pilpres 2014 dimenangkan oleh Capres Joko Widodo yang alam bawah sadarnya berisi Tekad Unggulan membangun infrastruktur.

Tekad Unggulan inilah yang mengantarkan Joko Widodo dibantu Alam dan Allah menduduki jabatan Presiden dengan skala prioritas kebijakan kepemimpinan pada periode pertama uaitu pembangunan infrastruktur.

Kedua; Pilpres 2019 Prabowo Subianto kalah karena bersebab alam bawah sadarnya Kosong atau Tidak Memiliki Tekad Unggulan.

Pada Pilpres 2019 dimenangkan lagi oleh Capres Joko Widodo yang punya Tekad Unggulan akan bersikap diktator otoriter. Tekad Unggulan ini merupakan bahasa alam bawah sadar yang terlontar pada closing statement Debat Capres 2019 yang mengatakan, "Kami tidak punya potongan diktator atau otoriter". (Rekaman closing statement masih tersimpan dengan baik.)

Tekad Unggulan yang sudah terpola pada alam bawah sadar itulah yang mewarnai kepemimpinan Presiden Jokowi pada periode keduanya, yakni kebijakan yang dilakukan diwarnai aroma diktator otoriter.

Ketiga; Pilpres 2024 Prabowo Subianto "berpratanda" akan kalah lagi karena bersebab alam bawah sadarnya Kosong atau Tidak Memiliki Tekad Unggulan.

Pemenang Pilpres 2024 secara alamiah dan ilahiah akan berpihak kepada Capres yang alam bawah sadarnya sudah memiliki "Tekad Unggulan" yang sudah terpola menjadi frasa, bertekad melakukan Perubahan di segala bidang.

Meskipun KPU RI telah menetapkan Prabowo Subianto sebagai pemenang Pilpres 2024, tapi berdasarkan pola yang sudah terbangun pada alam bawahnya yang Kosong Tekad Unggulan berpratanda akan bermuara pada kegagalan yang tragis.

Meskipun pada Pilpres 2014 dan 2019 garis nasibnya kalah, tapi masih mampu menegakkan kepala karena jumlah suara yang diperoleh merupakan hasil kerja keras dan menguras dana.

Kondisinya jauh berbeda dengan Pilpres 2024. Selama masa kampanye, Capres Prabowo Subianto justru santai dan relatif berleha-leha karena mengandalkan bantuan dari luar alam bawah sadarnya untuk merebut kemenangan, yaitu menggunakan jurus andalan Cawe-cawe Jokowi, yang hanya berhasil membantu melengkapi Syarat agar bisa dilantik menjadi presiden.

Tapi Cawe-cawe Jokowi tidak mampu memastikan tentang garis nasib ambisius Prabowo Subianto.

Kata bijak ulama salaf, "Man jadda wajada" (Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan mendapatkan), tetap berlaku sepanjang masa.

Yang akan dibantu Alam dan Allah untuk mendapatkan jabatan presiden pada Pilpres 2024 adalah Capres yang bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu, tenaga, dan segalanya bersafari keliling wilayah untuk mensosialisasikan Tekad Unggulan melakukan Perubahan di segala bidang.

Wallahu a'lam bishshowab. (*)