Menurut Hukum Kekekalan Energi, Prabowo Subianto "Mustahil" Menjadi Presiden

Itu artinya, Joko Widodo telah memperbesar Tabungan Energi Negatif (TEN) yang jika sudah tiba limit waktu pencairan, TEN Jokowi akan mencair dalam bentuk penderitaan, kesengsaraan, dan kehinaan.

Oleh: Hamka Suyana, Pengamat Kemunculan Pratanda

HUKUM Alam, Kekekalan Energi bersifat adil. Energi dari alam yang digunakan oleh manusia, akan kembali kepada manusia yang menggunakannya.

Bentuk pengembalian energi dengan rumus sebagai berikut: Jumlah Usaha (JU) = Hasil Usaha (HU). HU terbagi 2, yaitu: Hasil Usaha Tampak (HUT) dan Tabungan Energi (TE). TE terbagi 2, yaitu: Tabungan Energi Positif (TEP) dan Tabungan Energi Negatif (TEN).

Paling lambat sebelum manusia mati, Tabungan Energi (TE) yang ditabung oleh manusia harus kembali ke alam hingga dalam keadaan nol. Manusia belum akan mati sebelum TEP maupun TEN mencair hingga kosong.

Oleh karena itu, Tabungan Energi manusia dipastikan akan mencair dalam 2 bentuk, yaitu TEP akan mencair dalam bentuk kebahagiaan di luar dugaan; Dan, TEN akan mencair dalam bentuk penderitaan di luar dugaan.

"Mengintip" Perolehan Tabungan Energi yang Dikumpulkan Para Capres

Berdasarkan teori HKE, Pilpres 2024 adalah pilpres paling unik karena belum pernah terjadi selama pilpres dilaksanakan secara langsung.

Salah satu keunikannya antara lain jumlah capres peserta Pilpres yang resmi menurut konstitusi ada 3 Capres, tapi pada kenyataan dalam berjuang untuk menang, ada 4 Capres.

Berikut ini keunikan komposisi Capres Pilpres 2024. Yaitu: 1. Capres Anies Baswedan; 2. Capres Prabowo Subianto/Joko Widodo; 3. Capres Ganjar Pranowo.

Dalam pembahasan kali ini yang menggunakan landasan teori HKE, keunikan pasangan Capres Prabowo Subianto/Joko Widodo yang paling menarik untuk dibahas.

Kata bijak dalam Islam mengatakan, "Man jadda wajada" (siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan).

Sebagai Capres yang ingin merebut kemenangan, seharusnya Prabowo Subianto bisa man jadda wajada. Tapi faktanya, jauh berbeda jika dibandingkan Capres Anies Baswedan dan Capres Ganjar Pranowo yang menggunakan waktu sepenuhnya untuk menemui para pendukungnya.

Berbeda dengan Capres Prabowo Subianto yang terkesan santai atau berleha-leha. Tidak banyak kegiatan turun ke lapangan menemui para pendukungnya, kecuali jika ada kegiatan serimoni saja. Sehingga, muncullah ungkapan "Prabowo Subianto tidak ke mana-mana, tapi balihonya ada di mana-mana".

Tapi fakta politik menetapkan Prabowo Subianto sebagai pemenang Pilpres 2024. Itu artinya, Tuhan meridhainya. Tanpa campur tangan kekuasaan Tuhan, tidak mungkin Prabowo Subianto menang. Karenanya, ia berhak dilantik menjadi presiden. Itulah argumen yang dibangun oleh pihak yang pro manipulasi konstitusi.

Hukum Kekekalan Energi (HKE) pasti terjadi. Manusia hanya mampu memanipulasi angka-angka sesuai selera nafsunya. Tetapi, mustahil bisa memanipulasi HKE. Justru yang pasti terjadi adalah sebaliknya.

Prabowo Subianto yang minim melakukan man jadda wajada hasilnya pasti nihil. HKE "mustahil" memberikan kekuasaan jabatan presiden kepada Prabowo Subianto.

Sesuai dengan besarnya energi yang dilepaskan ke alam, sebenarnya yang berhak memperoleh hasil usaha adalah Joko Widodo.

Cuma sialnya, dia bukan capres dan energi yang digunakan untuk merebut kemenangan dilakukan dengan curang.

Itu artinya, Joko Widodo telah memperbesar Tabungan Energi Negatif (TEN) yang jika sudah tiba limit waktu pencairan, TEN Jokowi akan mencair dalam bentuk penderitaan, kesengsaraan, dan kehinaan.

Wallahu a'lam bishshowab. (*)