Pemerintahan Baru dan Revitalisasi Mental BUMN
Saya kutip teori Bung Hatta sebagai penutup. Sang Proklamator berteori bahwa maju tidaknya suatu negara ditentukan oleh 3 hal: 1) kekayaan alamnya, 2) posisi internasionalnya, dan 3) kecakapan rakyatnya.
Oleh: Riskal Arief, Periset di Nusantara Centre
DI pagi yang mendung saya iseng untuk berselancar di internet sambil mencari ide-ide untuk tulisan saya tentang trias ekonomika. Saya berselancar di kanal YouTube dan mengetik kata ‘BUMN’. Yang banyak muncul adalah tentang cara bagaimana lolos tes masuk jadi karyawan BUMN.
Isinya yaitu seputar pembahasan soal-soal tes kompetensi dasar (TKD) berupa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Inteligensi Umum (TIU), Tes Karakteristik Pribadi (TKP), dan Akhlak. Tes-tes ini mirip seperti tes CPNS atau masuk ke perguruan tinggi, hanya berbeda sedikit.
Ada juga satu kanal yang membahas berbagai keuntungan menjadi karyawan BUMN. Tentu saja yang namanya keuntungan pasti menarik seperti gaji yang besar, berbagai tunjangan, fasilitas beasiswa, serta kemudahan akses perbankan. Makanya tidak heran banyak sekali anak muda kita yang bercita-cita menjadi karyawan BUMN.
Hal tersebut tidaklah salah. Bekerja pada BUMN adalah hal yang baik, selama apa yang dikerjakan sesuai dan dalam koridor aturan yang berlaku dan kompetensi. Namun, perlu disadari juga bahwa bekerja pada BUMN bukan melulu soal lolos tes, mendapat gaji yang besar, tunjangan, dan fasilitas.
Bekerja pada Badan Usaha Milik Negara sejatinya bekerja untuk negara. Bekerja untuk negara, artinya bekerja untuk seluruh rakyat yang berada di dalam negara tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Ini harus disadari oleh seluruh karyawan BUMN agar mereka memahami betul bahwa mereka bekerja untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan untuk kemakmuran dirinya sendiri sebagai karyawan.
Sebagai salah satu dari trias ekonomika – bersama koperasi dan swasta, BUMN adalah entitas ekonomi negara yang diserahi mandat oleh undang-undang sebagai pengelola sumber daya alam agar dikuasai dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN adalah pelaksana ekonomi-politik Pancasila dan UUD 1945.
Ini bukan main-main. Ini adalah tugas ideologis sekaligus misi kebangsaan. Dan inilah yang harus disadari dan dilakukan oleh setiap karyawan BUMN. Kesadaran bahwa mereka tidak bekerja untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk bangsa dan negara. Untuk itu, BUMN haruslah diisi oleh orang-orang yang memiliki pemahaman yang utuh tentang ekonomi-politik Pancasila dan UUD '45.
Dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Nusantara Centre (NC) belum lama ini, peran BUMN yang vital perlu direkonstruksi agar BUMN benar-benar menjadi pelaksana amanah UUD '45 sebagai alat untuk memakmurkan rakyat.
Dalam diskusi tersebut, NC memandang perlunya dirumuskan kebijakan mengenai pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab, termasuk ke dalamnya adalah Kementerian BUMN beserta jajarannya (Direksi dan karyawan BUMN). Di titik inilah proses rekrutmen karyawan BUMN menjadi penting dan haruslah mendapat perhatian khusus dari pemerintahan yang baru.
Selain lolos TKD, karyawan BUMN harus dianalisa mentalitasnya. Riset yang dilakukan Nusantara Centre menyatakan bahwa ada 5 mentalitas post-colonial diidap oleh bangsa ini yaitu: 1) Inlander, 2) Mendendam, 3) Melupa, 4) Miopik (rabun), dan 5) Instan (orientasi hasil).
Semua karyawan BUMN harus bebas dari 5 mentalitas tersebut di atas agar BUMN menjadi motor penggerak ekonomi negara yang ideal.
Saya kutip teori Bung Hatta sebagai penutup. Sang Proklamator berteori bahwa maju tidaknya suatu negara ditentukan oleh 3 hal: 1) kekayaan alamnya, 2) posisi internasionalnya, dan 3) kecakapan rakyatnya.
Poin 1 dan 2 jelas kita miliki. Tinggal poin 3 yang perlu kita benahi. Semoga semesta bersama kita. (*)