Pendidikan Murah dan Kesaktian Prabowo

Perhatian dan sikap Prabowo yang menghentak semua orang, termasuk Jokowi, untuk mengkoreksi mahalnya pendidikan kita harus segera direspon dengan kerja keras dan detil. Sehingga, ketika Prabowo bekerja semuanya sudah siap dijalankan. Pendidikan murah, rakyat sejahtera, nantinya.

Oleh: Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

BARU saja 4 hari Prabowo Subianto menyatakan sikapnya bahwa pendidikan harus murah bahkan gratis dalam acara Wawancara Eksklusif TV One arahan produser Lalu Mara, Joko Widodo "terbirit-birit" memanggil Nadiem Makarim ke Istana untuk menghentikan kenaikan UKT mahasiswa yang ribut sejak Maret lalu.

Pemerintahan Jokowi yang mengkomersialisasikan Perguruan Tinggi negeri telah mengakibatkan demo mahasiswa sejak dua bulan ini. Protes mahasiswa itu bukannya membuat Jokowi mengambil tindakan positif, malah membiarkan nasib mahasiswa tanpa kepastian dengan adanya laporan rektor (Universitas Riau) mempidanakan mahasiswanya, dan membiarkan calon mahasiswa gagal mendaftar jadi mahasiswa.

DPR sendiri, sebagian besar kelompok pendukung Prabowo, tidak bertindak tegas. Bahkan, kepada ketua BEM Yarsi yang protes ke DPR, disebutkan bahwa tanggung jawab negara hanya sebatas wajib belajar 9 tahun. Jadi resiko mahalnya uang UKT merupakan pilihan mahasiswa. Pikiran beberapa pimpinan DPR sejalan dengan pimpinan direktorat jenderal pendidikan tinggi bahwa UKT mahal merupakan hal wajar saja. (Lihat jejak berita online).

Sekarang setelah Prabowo menegaskan pendidikan pasti murah dan bahkan mungkin gratis ke depan, jika dia dilantik jadi Presiden, semua pihak, termasuk Jokowi sadar bahwa semua urusan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab negara. Prabowo membandingkan era mertuanya berkuasa dulu, di mana mahasiswa miskin mampu masuk perguruan tinggi. Memang dahulu tidak ada mahasiswa negeri yang drop out karena miskin.

Sikap Prabowo ini tentu saja membuat seluruh elit yang bertanggung jawab atas dunia pendidikan menata ulang konsep pendidikan murah dan berkualitas. Spektrum persoalan harus dilihat jernih, khususnya di PTN. Beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

Pertama; Negara harus menata ulang "link and match" dunia pendidikan dan industri. Sehingga pilihan dan jenjang pendidikan disesuaikan dengan peluang mencari kerja. Ini akan membuat tidak semua orang berlomba-lomba mencari gelar atau jenjang seragam.

Kedua; Alokasi negara atas sektor pendidikan 20% APBN harus fokus pada kerja Kementerian Pendidikan dan Riset. Dari Rp 665 triliun dana APBN sektor pendidikan dan hanya dikelola di bawah Rp 100 triliun, terlalu kecil.

Ketiga; Pengadaan sarana dan prasarana universitas yang dibiayai negara harus ditata ulang agar mudah, murah, dan kolaboratif dengan pihak aparat. Mafia proyek yang dibekingi aparat di sektor pendidikan harus zero.

Keempat; Pemerintah harus menghapus semua lembaga bimbingan belajar dengan memasukkan mereka ke dalam ekosistem sekolah. Bimbingan belajar selama ini membuat guru-guru di sekolah kehilangan peran, sebagiannya, pada kesuksesan siswa. Dan, orang-orang miskin tidak mampu membayar bimbingan belajar, sehingga mereka tersisih dalam jenjang kemajuan vertikal.

Pemerintah China pada tahun 2010 melakukan hal ini. Gantinya adalah membiayai kehidupan guru dengan layak. Sehingga semua urusan pendidikan dan mutunya selesai di sekolah.

Kelima; Pemerintah harus mulai melirik cara IPB, misalnya, menjalankan pencarian dana (social enterpreneur) selama ini, sehingga tidak menaikkan UKT. Juga kenapa pemerintah gagal, misalnya, menjadikan dana 6 triliunan rupiah pembuatan aplikasi (govt apps) yang dikritik Jokowi kemarin, sebagai projek kampus-kampus, untuk sumber pemasukan.

Sesungguhnya kampus jika dilibatkan untuk projek pemerintah akan membuat sumber pemasukan bagi kampus dan juga pengembangan riset.

Begitu juga, model Universitas Digital, yang dijalankan Professor Laode Kamaluddin, dapat juga dipelajari sebagai bagian model pendidikan murah.

Dunia pendidikan adalah dunia penting bagi manusia melakukan mobilisasi vertikal. Jika dunia ini gagal dikelola negara, maka orang-orang miskin akan terus miskin selamanya. Negara juga tidak mampu mendongkrak daya saing nasional.

Perhatian dan sikap Prabowo yang menghentak semua orang, termasuk Jokowi, untuk mengkoreksi mahalnya pendidikan kita harus segera direspon dengan kerja keras dan detil. Sehingga, ketika Prabowo bekerja semuanya sudah siap dijalankan. Pendidikan murah, rakyat sejahtera, nantinya.

Itulah kesaktian Prabowo dalam kisah dunia pendidikan ini. Semoga mahasiswa senang UKT tidak jadi naik 300-500%. (*)