Pilpres 2024 Hanyalah Aksesoris
Proses kepemimpinan jauh dari seleksi kompetitif untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas dan matang. Menabrak semua rambu-rambu konstitusi dan rekayasa Pilpres dengan kecurangan yang telanjang adalah realitas yang telah terjadi.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
AWAL kehancuran Indonesia akan diawali dengan kejadian yang sama dengan sejarah naiknya Joko Widodo sebagai Presiden.
Diawali tentang sejarah rekayasa promosi Jokowi dipromosikan sebagai Calon Presiden RI, dengan thema menjadi figur antitesis SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dimainkan figur Jokowi antara lain oleh Karim Raslan, kolumnis dan pengamat ASEAN. Hal tersebut dikatakan oleh Prof Rizal Ramli, 28 Januari 2023 di Hotel Pondok Gajah, Jogjakarta.
Rekayasa lanjutan, yaitu datanglah Jokowi ke Singapura bertemulah dengan Datuk Abdullah – dipromosikan bahwa Jokowi adalah Walikota paling hebat di Indonesia. Datuk Abdullah sempat terkesima dengan kesederhanaannya. Sederhana dalam kapasitas, pemikiran dan penampilannya.
Menjadi sangat misterius karena saat itu para Taipan Oligarki sudah mampu mengendus calon presiden yang bisa dijadikan bonekanya. Beberapa media berbayar yang sudah disiapkan untuk back up Jokowi sekalipun posisi Jokowi saat itu sebenarnya Aku ora mikir – aku ora ngerti (saya tidak berpikir dan saya tidak tahu).
Kejadian misterius terus terjadi karena Ibu Megawati Soakarnopuri dan Taufik Kiemas awalnya tidak mau menerima Jokowi karena tidak kenal lebih dalam siapa sebenarnya Jokowi itu. Sama dengan partai pendukung Gibran Rakabuming Raka tidak tahu siapa Gibran yang sebenarnya.
Saat itu Jokowi sudah dalam kawalan Oligarki dengan dukungan sembilan survei yang memainkan elektabilitas dengan segala rekayasa angka kemenangan untuk meyakinkan Megawati dan semua pihak dan masyarakat.
Dalam perkembangan ada serangan rekayasa masuk ke Teuku Umar bahwa dengan dengan figur Jokowi PDIP akan diuntungkan secara politik diyakinkan suara akan naik dari 16 % menjadi sekitar 33 %.
Inilah tipuan awal Jokowi untuk PDIP bahwa angka disampaikan melalui hasil polling rekayasa untuk kemenangan PDIP, pada akhirnya hal tersebut adalah penipuan belaka karena PDIP dalam pemilu hanya naik sekitar 3 %.
Persis kejadiannya dengan Pilpres 2024, ketika Prabowo Subianto sudah menyerahkan diri kepada Jokowi dengan menyatakan Jokowi sebagai guru politiknya. Taipan Oligarki ambil posisi mengawal Paslon Prabowo – Gibran lengkap dengan rekayasa angka kemenangannya.
Centrum kawalan Oligarki bukan untuk Prabowo tetapi untuk Gibran. Sangat mungkin tersembunyi tipuan lain, jika rekayasa berhasil menjadikan Prabowo sebagai Presiden, tidak akan lama. Karena Jokowi dan Oligarki memiliki Gibran yang harus menjadi presiden untuk kepentingan politik Jokowi dan Oligarki.
Seperti kilas balik tipuan ke PDIP sudah terbukti setelah Jokowi jadi presiden, dengan dukungan full PDIP Presiden dan Jokowi pura-pura menerima harus menyandang julukan sebagai Petugas Partai. Akhirnya menikam PDIP bersama kekuatan Oligarki menghancurkan PDIP.
Keterbatasan Gibran yang masih sangat rentan dari kemampuan diri sebagai pemimpin yang memiliki kemampuan berpikir dan bersikap apalagi sebagai presiden. Adalah tetap dalam kawalan dan kendali Oligarki.
Proses kepemimpinan jauh dari seleksi kompetitif untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas dan matang. Menabrak semua rambu-rambu konstitusi dan rekayasa Pilpres dengan kecurangan yang telanjang adalah realitas yang telah terjadi.
Semua pejabat negara termasuk para menteri, Gubernur/Bupati/Walikota semua tergantung dan dalam kawalan super ketat oleh Jokowi dan Oligarki dengan segala akibat dan resikonya.
Dalang dan sutradara kekacauan Pilpres 2024 ini yang kelewat batas adalah Oligarki, tidak akan dipedulikan, sistem kenegaraan rusak parah. Pilpres 2024 hanyalah aksesoris asal paslon 02 harus menang dan Gibran sebagai Cawapres pengganti Prabowo. (*)