Politik Jalan Tinja atau Jalan Ninja
Menarik apa yang dilakukan oleh Anies Baswedan dalam "closing statement" yang menyilangkan tangan di dada, lalu satu tangan di depan dengan mengangkat telunjuk ke atas serta yang satunya berada di belakang, yang menggambarkan gerak perlawanan dalam film-film anime Jepang.
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya
PILPRES adalah pesta demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk seharusnya dilaksanakan dengan baik dan bergembira, tapi sayangnya pelaksanaannya kini banyak diwarnai ancaman dan intimidasi.
Politik sebagai jalan etik dan nilai-nilai memperjuangkan kebaikan, ternyata tak terbukti sebagai sebuah jalan yang berisi tentang perjuangan untuk menghadirkan keadilan, di tangan oligarki dan rezim nepotisme, politik menjadi jalan tinja. Terlihat menjijikkan dan kotor. Semua cara dilakukan demi meraih kekuasaan dan memenangkan pilpres.
Atas nama hukum semua yang dianggap sebagai lawan politik juga diamputasi melalui instrumen kekuasaan aparat hukum, dilaporkan bahkan kalau perlu diwarnai dengan ancaman. Politik menjadi menakutkan dan mencekam, bahkan menjijikan.
Atas nama hukum pula jalan nepotisme, kolusi, dan korupsi bisa diluluskan, hanya karena ambisi kuasa yang sudah semakin membuncah.
Politik uang tak malu lagi dipamerkan, para tokoh agama dan tokoh politik tak segan-segan pula merekayasa sebuah citra untuk memanipulasi kesadaran pemilih. Watak bengis dan kejam dipoles seolah menggemaskan dan ramah.
Itulah yang disinyalir oleh Jean Baudrillard sebagai kebenaran rekayasa, kebenaran yang dibentuk dari sesuatu yang belum tentu benar, karena diulang-ulang, maka akan dianggap sebagai sebuah kebenaran, postmodernisme.
Politik menjadi tidak jujur dan banyak manipulasi, menjatuhkan kawan dan lawan adalah sebuah kepuasan meski jalan yang ditempuh adalah "jalan tinja" yang menjijikkan, penuh dengan kebusukan dan kebohongan.
Debat capres adalah panggung besar yang memertontonkan para politisi dan calon pemimpin yang memilih jalan tinja sebagai perjuangan politik dan mereka yang memilih "jalan ninja" untuk melawan pembusukan politik dan pembusukan demokrasi.
Pilpres 2024 adalah pertarungan antara politik jalan tinja dan politik etik yang menjunjung nilai-nilai moral yang jujur dan berkeadilan.
Menarik apa yang dilakukan oleh Anies Baswedan dalam "closing statement" yang menyilangkan tangan di dada, lalu satu tangan di depan dengan mengangkat telunjuk ke atas serta yang satunya berada di belakang, yang menggambarkan gerak perlawanan dalam film-film anime Jepang.
Anies memeragakan gerakan "Attack on Titan", sebuah drama film yang menggambarkan suatu perjuangan suci untuk membebaskan.
Dalam sesi penutup ini, Anies menambahkan gerakan khas dalam anime Attack on Titan, "Indonesia will colour the world," katanya saat memberikan kalimat terakhir dalam debat capres.
"Indonesia absence no more, respected forever," ucapnya sambil gerakan tangan menyilang, kemudian mengacungkan masing-masing satu jari ke atas.
Setelah itulah momen Anies memeragakan gerakan dalam anime Attack on Titan. Ia mengepalkan tangan kanannya dan menyilangkannya ke dada, sedangkan tangan kirinya mengambil gerakan ke belakang seperti gerakan istirahat di tempat.
Biasanya, gerakan itu dilakukan para pasukan pembebesan dalam anime Attack on Titan ketika hendak berperang melawan musuh.
Dalam bahasa Jepang, gerakan itu selalu disertai teriakan "Shinzou wo sasageyo" yang berarti mengabdikan hatimu secara harfiah. Dalam konteks Attack on Titan, itu berarti seluruh pasukan siap mati demi kebebasan.
Menjelang hari H pencoblosan, masyarakat dihadapkan pada pilihan memilih politik jalan tinja yang akan menjerumuskan Indonesia dalam cengkraman oligarki, pro status quo, dan otoritarianisme, ataukah memilih politik etik, yang mengantarkan Indonesia pada kesetaraan, keadilan, dan kemakmuran serta perdamaian. (*)