Prabowo Kembalilah pada Jatidiri Sebagai Prajurit Sejati
Saat ini Prabowo seperti mengalirkan air di sungai, bukan membendungnya. Pura-pura tunduk dan menyerah, bisa untuk memancing lawan politik pada posisi yang berbahaya dan sebagai Presiden, Prabowo harus memainkan dan mengendalilan kendalinya sebagai tentara ahli perang.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
ADAGIUM Thucydides, sejarawan Yunani kuno yang hidup pada 2.500 tahun lalu, mengatakan bahwa strong will do what they can, and the weak suffer what they must. Yang kuat akan berbuat sekehendaknya, yang lemah harus menderita.
Untuk keluar dari penindasan penguasa tiran yang sadis, diperlukan strategi yang taktis untuk melawan dan melumpuhkannya.
Strategi pasif agesif paling efektif yaitu dengan cara sementara bersembunyi di balik penampilannya yang berpura-pura patuh, bahkan seringkali disertai dengan pujian, bahkan mengasihi.
Dengan penyamarannya yang rapi sebelum tiba waktunya untuk menyerang. Prabowo Subianto pasti sudah sangat mengenal kekuatan dan kelemahan Joko Widodo, sangat mudah sekali untuk mengendalilan dan melumpuhkannya.
Lawan terberat adalah oligarki dan Xi Jinping, karena masing masing sudah mengetahui kelebihan dan kelemahamnya. Pada posisi seperti ini Prabowo pasti berhitung kekuatan lawan dan dirinya.
Strategi “pasif agresif" mempunyai konotasi negatif bagi sebagian orang, sebagai strategi sadar perilaku pasif agresif menawarkan cara yang tidak kentara memiliki kekuatan luar biasa untuk memanipulasi keadaan sebagai jalan menuju perjuangannya.
Sebelum Jokowi lengser bisa saja di luaran tampak akur mengikuti ide-ide, energi dan kehendaknya tiba waktunya Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka harus disingkirkan.
Saat ini Prabowo seperti mengalirkan air di sungai, bukan membendungnya. Pura-pura tunduk dan menyerah, bisa untuk memancing lawan politik pada posisi yang berbahaya dan sebagai Presiden, Prabowo harus memainkan dan mengendalilan kendalinya sebagai tentara ahli perang.
Demikianlah prestasi nyata kebijakan Metternich, mematikan liberalisme Rusia dan mencapai dominasi atas pesaing Austria yang paling berbahaya itu dengan pura-pura tunduk kepadanya. (Henry Kissinger, A Word Resrored, 1957)
Prabowo harus memiliki strateginya yang lebih baik untuk mengendalikan oligarki dan bahaya kuning dari utara seperti yang dilakukan Sukarno dan Suharto.
Penggunaan "agresi pasif Dessalines" berakar dari strategi militer dengan apa yang disebut pura-pura menyerah.
Prabowo sebagai ahli perang harus kembali pada jati dirinya sebagai prajurit sejati dengan prototipe seorang dengan wajah tersenyum tapi sesungguhnya "Harimau Tersenyum" untuk mengembalikan negara kembali ke UUD 1945 dan Pancasila yang telah dirusak pendahulunya dan lebih parah telah dihancurkan oleh Jokowi.
Sebaliknya apabila benar-benar tunduk dengan Jokowi, oligarki, dan Presiden Xi Jinping maka Prabowo akan tamat riwayatnya sebagai negarawan dan menyandang sebagai jongos, budak, pecundang, dan penghianat negara lebih buruk dari Jokowi. (*)