Presiden Diluar Ambang Kesadarannya

Melakukan perlawanan total sekali bergerak rezim harus rontok. Kalau itu belum mampu, maka sementara waktu harus istirahat total menunggu Jokowi habis masa jabatannya, begitu turun selesaikan dengan tuntas.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

SEORANG peserta diskusi Kajian Politik Merah Putih pada malam Minggu (9/6/2024) tanpa prolog langsung presentasi, layaknya seorang ahli memaksa teman diskusi harus menuruti idenya.

Terjaga karena disiplin saling menjaga, menghormati dan menghargai pendapat, presentasinya terus berjalan.

Sasarannya pada perilaku Presiden Joko Widodo bahwa di akhir masa jabatannya makin kacau. Bukan hanya kesan tapi benar-benar dirasakan, bukan katanya tetapi benar-benar fakta, sebagian rakyat merasa kesal, muak menyaksikan polah tingkah Presiden sebagai pengendali dan pengelola negara tanpa pakem dan liar.

Jangankan terkait norma, etika, sopan santun, adab kendali konstitusi dimainkan seenaknya. Dan semua yang menghalangi kepentingan diri, keluarga, kroni dan gengnya dirombak. Bahkan Presiden buka lapak grosir Keppres, Perpres, Inpres, dan instrumen hukum dalam kekuasaannya diobralnya murah sebagai amunisi pertahanannya.

Kendali dan tata kelola negara amburarul, Presiden sama sekali tidak peduli dengan kririk, petisi, demo, semua dianggap remeh.

Peserta diskusi dari Fakultas Sastra menghela napas panjang, mengungkapkan rasa kesal pada Presiden yang tidak lagi peduli dengan konstitusi. Abai dengan pertimbangan rasa dan nuraninya.

Jokowi seorang Jawa yang tidak njawani. Kita pakai sindiran atau sanepo Jawa, untuk mewakili perasaan kesal dan muak atas perilaku Jokowi yang sudah mengeras hati dan perasaanya.

Presiden memilliki watak dan perilaku;

"Kementhus ora pecus" (Orang yang banyak membual tanpa bukti dan bodoh).

"Kakehan gludug kurang udan" (Terlalu banyak bicara namun tidak pernah memberi bukti).

"Kegedhen empyak kurang cagak" (Keinginannya sangat besar tidak sesuai kemampuannya).

"Adigang Adigung Adiguna" (Suka menyombongkan kekuatan dan kekuasaannya).

"Lambe satumang kari samerang" (Orang yang sudah berkali-kali dinasehati tapi tak juga didengarkan).

"Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang" (Akan menemui musibah yang tidak disangka-sangka).

Menghadapi Presiden seperti gambaran di atas, peserta diskusi sepakat dua jalan pilihannya.

Melakukan perlawanan total sekali bergerak rezim harus rontok. Kalau itu belum mampu, maka sementara waktu harus istirahat total menunggu Jokowi habis masa jabatannya, begitu turun selesaikan dengan tuntas.

Pilihannya sekarang kembali kepada rakyat. Mau pilih bergerak total atau tunggu Jokowi habis masa tugasnya sebagai Presiden. (*)