Presiden Kesambet

Terus bergaya menawarkan perdamaian atau solusi palsu oleh kaum elit pelaku okultisme setelah periode kekacauan masyarakat, berbusa-busa menawarkan keteraturan dan kesejahteraan versi mereka, tipuan dari manusia kesambet.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

KESAMBET, memiliki arti sakit dan mendadak pingsan karena gangguan roh jahat (mahluk halus, hantu).

Presiden kesambet bisa saja karena gangguan mahluk halus, karena lebih percaya dengan dukun, sesaji dan pusaka bertuah yang dianggap bisa melindungi atau jadi pelindungnya.

Reaksi pada pribadi dan kepribadiannya menjadi linglung, nanar, hilang nalar dan akal sehatnya. Celakanya negara menjadi mainan lenong, bukan saja menjadi mainan demit manusia gila juga menjadi jarahan para gendruwo, kuntilanak, wewe, tuyul dan para Iblis berbentuk manusia.

Apalah artinya suatu konstitusi, etika, adab, sopan santun, kehalusan budi, kasih sayang, keadilan, kebersamaan, kearifan. Hampir semua panca indra lumpuh, pembenaran jadi kebiasaan, dan nalar, logika, akal sehat, telinga, dan matanya semuanya menjadi tuli dan buta.

Terasa dan yang terlihat di mata orang kesambet tersebut hanya akan melakukan pembenaran atas semua rekayasa politik yang dilakukan, menjadi beringas menyerang, menyalahkan, dan tak segan menahan semua yang dilakukan oleh kubu lawan.

Saran dan kritik dari pemilik sah otoritas kebijakan dan panduan moral pujangga guru besar dari berbagai perguruan tinggi, justru dianggap menganggu nafsu iblis kekuasaannya, dengan tudingan partisan dan macam-macam pembenaran gaya orang bego dan kesambet.

Situasi sangat kritis, rentan serta sarat dengan desepsi (pengelabuan, pengalihan perhatian dari tujuan sebenarnya, atau dengan kata-kata magis aresto momentum (sukses politik dinastinya untuk menyelamatkan diri dan keluarganya).

Demokrasi terus digilas, mengubah diri menjadi tiran bergaya barbar paling kuasa. Pilpres diacak- acak, diobrak-abrik gara-gara membela anak ingusan harus bisa berkuasa di negara ini, sekaligus untuk memenuhi permintaan oligarki dan cucu "Khubilai Khan" yang harus dipotong telinganya.

Kaum konspirator pengkhianat bangsa dan pengusaha-pengusaha korup ini masih belum mau menyerah, mereka terus melancarkan infiltrasi dan agenda provokasi melalui mobilisasi massa mengambang dengan bantuan sosial (Bansos) dan uang untuk membeli kemenangan dalam Pilpres.

Bermain di dua kaki kekuatan pro dan kontra rakyat dibenturkan dengan motif yang berbeda namun dengan rumus dasar yang masih sama (order out of chaos = menciptakan masalah atau problem), memunculkan reaksi (reaction), dan akan memberi solusi palsu (fake solution) seolah-olah akan menciptakan masa depan emas Indonesia.

Menciptakan ketakutan dan kebingungan dalam masyarakat (The Great Panic and Depression) dalam rangka memperkenalkan dan meloloskan kebijakan hukum baru yang menguntungkan bagi agenda dan pihak oligarki dan para bandit penjajah gaya baru.

Terus bergaya menawarkan perdamaian atau solusi palsu oleh kaum elit pelaku okultisme setelah periode kekacauan masyarakat, berbusa-busa menawarkan keteraturan dan kesejahteraan versi mereka, tipuan dari manusia kesambet.

Di sinilah debat berbantahan terus kita saksikan di media massa maupun media-sosial antara pihak yang sudah termakan isu dan pihak yang sedang melakukan kontra strategi untuk memenangkan politik dinastinya.

Semakin banyak orang termakan isu, maka isu pun melaju ke tahapan berikunya, menjadi sebuah tema atau agenda, kemudian mendarat sukses ke skema besar, untuk itu mari tingkatkan kepekaan untuk tidak mudah termakan isu yang ditebarkan oleh operator-operator berbaju politisi, entah nanti apalagi di bawah kendali presiden yang sedang kesurupan dan kesambet. (*)