Prof Salim Said, Tokoh Pers yang Meninggal di Tengah Revisi UU Penyiaran
Oleh sebab itu kapasitas dan kapabilitasnya dalam dunia media tersebut sebenarnya masih sangat diperlukan di negara yang sedang mengalami ancaman dalam Proses Reformasi dan Demokrasinya akhir-akhir ini.
Oleh: KRMT Roy Suryo, Mantan Ketua 1 Korps Mahasiswa Komunikasi (1990-1991) UGM Asli di Jogjakarta
INNALILAHI wa innailaihi rojiun, Selamat Jalan Prof Salim Haji Said PdD, Sabtu malam, 18/5/2024, pukul 19.33 di RSCM Jakarta. Almarhum yang lahir pada 10/11/1943 di Amparita, Bugis, Sulawesi Selatan tersebut dikenal sebagai Tokoh Senior dalam Dunia Pers dan Mantan Duta Besar Indonesia untuk Republik Ceko masa Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pertama (18/10/2006 hingga 10/8/2010) telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya dan berita kepergiannya sudah dikonfirmasi oleh keluarga dekatnya baru saja.
Secara pribadi saya mengenal beliau semenjak masih menjadi Mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM Asli saat ada kegiatan Kine Klub Komako/Korps Mahasiswa Komunikasi berupa Diskusi pasca Pemutaran Film yang diselenggarakan di Kampus yang beralamat di Jl. Sosio Yustisia Bulaksumur tersebut tahun 90-an silam.
Banyak ilmu yang bisa kita pelajari dari Almarhum, karena pengalamannya dalam Dunia Pers dan Film cukup panjang dan menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Permah menjadi Redaktur Pelopor Baru, Angkatan Bersenjata dan Redaktur majalah Tempo (1971-1987), kemudian menjadi anggota Dewan Film Nasional dan Dewan Kesenian Jakarta, sehingga kepakarannya sebagai Narasumber diskusi tentang film, sejarah, sosial dan politik Indonesia sudah tidak diragukan lagi.
Oleh sebab itu kapasitas dan kapabilitasnya dalam dunia media tersebut sebenarnya masih sangat diperlukan di negara yang sedang mengalami ancaman dalam Proses Reformasi dan Demokrasinya akhir-akhir ini.
Apalagi sekarang ini di tengah-tengah Rencana BaLeg (Badan Legislasi) dan Komisi-1 DPR-RI sedang melakukan Revisi UU Penyiaran, yang di dalamnya banyak sekali "menabrak" UU Pers Nomor 40/1999 dan "menyelundupkan" pasal-pasal yang sebelumnya sudah ada di UU ITE Nomor 01/2024 (hasil Revisi UU 11/2008 dan UU 19/2016) sebagaimana saya sudah tuliskan dalam Opini-opini sebelumnya, kepergian Prof Salim Said ini terasa sangat berpengaruh dan kehilangan yang sangat besar untuk masyarakat.
Jadi, selain Ketua Dewan Pers sebelumnya yang juga wafat, Prof. Azyumardi Azra, pada 18/9/2022 pukul 12.30 di Rumah Sakit Serdang di Selangor, Malaysia silam, kepergian tokoh Pers yang juga berintegritas dan bisa menjadi panutan ini sangat berarti terhadap Perjuangan Insan Pers Indonesia menolak Revisi UU Penyiaran yang kontroversial tersebut.
Semoga Masyarakat bisa mengawal agar tidak terjadi hal-hal yang merusak "The Fourth Pillars of Democracy" yang sudah kita jaga pasca 1998 ini.
Takdir Sang Khalik memang tidak ada yang bisa meramal dan menduga, manusia hanya bisa merencanakan dan berdoa agar semua bisa berjalan sebaik-baiknya.
Sekali lagi Selamat Jalan Prof Salim Said, Semoga Keluarga yang ditinggalkan bisa tabah menerima sebagai sebuah keniscayaan yang akan diterima semua manusia dalam perjalanan hidupnya.
Doa terbaik saya panjatkan dari Jogjakarta untuk Guru Pers dan Film kita, semoga Persada Indonesia menerima Jiwa dan Semangatnya yang tetap membara ... (*)