Quick Count Partisan Musuh Rakyat
Dan, pencoleng suara rakyat kali ini harus kena akibatnya ada yang luput dari hasil QC itu, masih belum final (ibarat orang nikah baru pengumuman belum resmi KUA, bisa batal bila dalam proses tidak mendukung persyaratannya).
Oleh: Andrianto Andri, Pegiat Demokrasi, Aktivis Pergerakan 98
KALAU Quick Count yang dilansir lembaga Sure Pay, yang Track Record-nya partisan merangkap Tim Sukses 02 pastinya kita tahu hasilnya.
Sepanjang Mereka tidak umumkan pembiayaannya, maka dari jejak digital seorang Deny JA yang pernah lansir ketemu Joko Widodo dan Prabowo Subianto, dan bahkan jejaknya pernah minta jatah Komisaris Inalum via Luhut Binsar Panjaitan. Sangat mungkin telah terjadi design yang gak canggih-canggih amat.
Ada cipta kondisi yang persis diulang-ulang seperti Pilpres 2019. Cipta pertama, Lembaga Sure Pay setiap hari, setiap minggu rilis ke publik dengan tema 1 putaran sehingga publik sudah ter-framing. Cipta kedua, Tampil tayang di TV Nasional untuk publish hasil Quick Count 1 putaran. Cipta ketiga, Bikin deklarasi besar-besaran untuk mengamini Quick Count 1 putaran.
Sehingga publik tidak bisa lagi mencerna proses Pemilu yang curangnya TSM, sekaligus merampas hak KPU sebagaimana UU yang berhak umumkan. Di sini ada pelanggaran berat Etika dan Perundang-undangan.
Karena kalau terbukti terjadi TSM, KPU dan BAWASLU berhak mendiskualifikasi paslon. Mirip permainan sepak bola jika mengandung kontroversi Goal, maka wasit akan lihat VAR. Jika ada pelanggaran maka wasit bisa batalkan goal tersebut.
Saya jadi teringat Pilpres 2009 saat SBY-Budiono dinyatakan menang satu putaran Quick Count, tidak seleberasi berlebihan bila memang hasilnya seperti itu.
Biarkan KPU dan Bawaslu sebagai wasit akan gunakan hak konstitusionalnya menelaah proses pemilu ini sudah berjalan jurdil?
Jadi, Tuhan akan membuka aib manakala sudah ada niatan mau curang.
Biarkan negeri demokrasi terbesar ke-3 di dunia ini, melakukan investigasi dalam waktu sebulan bagaimana proses pemilu yang semestinya terjadi.
Sangat disayangkan dengan dana pemilu 76 trilliun rupiah, KPU masih banyak tidak profesional di aplikasi SiRekap dan Real Count-nya kok macet.
Seharusnya KPU sisihkan dana untuk memfasilitasi pihak lembaga independen seperti BRIN atau Forum Rektor/kampus untuk membuat Quick Count (QC) seperti Pemilu 1999 untuk menjadi pembanding dari lembaga QC yang kesemuanya partisan paslon 02.
Kalau sudah begini pemilu kita lagi-lagi nir legitimed. Yang nanti akan diupayakan kubu 02 untuk bagi kue dan kursi kepada 01 dan 03. Sehingga terjadilah transaksional. Preseden buruk ini tidak menjadi tauladan, seakan jabatan dan ikut nikmati kekuasaan segalanya.
Padahal negeri ini butuh Oposisi yang tangguh untuk menghadapi the dark of life, kehidupan yang gelap, seperti jelang Reformasi 98. Kampus dan Masyarakat sipil kini mencermati sikond pemilu, kebenaran akan menemukan jalannya.
Dan, pencoleng suara rakyat kali ini harus kena akibatnya ada yang luput dari hasil QC itu, masih belum final (ibarat orang nikah baru pengumuman belum resmi KUA, bisa batal bila dalam proses tidak mendukung persyaratannya).
Karena KPU/Bawaslu sebagai wasit dalam proses 35 hari akan lihat adakah TSM? Jika di temukan 1 saja, maka 02 bisa didiskualifikasi.
Jadi yang bertarung putaran selanjutnya 01 vs 03. Jadi Deklarasi Kemenangan 02 di Istora itu cara Tuhan membuka aib, modus kecurangan! (*)
__