Selain Etik, Catatan (Buruk) Teknik pada Pemilu 2024

At last but not least, Catatan (buruk) Teknik ini – sebagaimana Catatan (buruk) Etik – yang sudah disuarakan sebelumnya, adalah Wujud Kasih sayang kita sebagai Masyarakat Indonesia yang masih peduli akan bangsa ini ke depan.

Oleh: KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, AI, OCB & Multimedia Independen

SAYA sebenarnya sudah mau "Puasa Bicara" untuk comment mengenai Pemilu 2024 – yang menurut beberapa pihak disebut-sebut sebagai "Pemilu terburuk di era Reformasi" – karena ingin menghormati Proses Demokrasi di Republik ini yang menghabiskan lebih dari Rp 71 triliun, alias sekitar 60% Beaya KCiC (Kereta Cepat Indonesia China) atau 15% beaya Pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) "Nusantara" yang mencapai Rp 466 triliun tersebut.

Perbandingan-perbandingan ini perlu disampaikan sebelumnya sebagai pengingat bahwa saat ini sebenarnya kita harus bisa cerdas mengelola Anggaran di tengah kondisi keuangan Negara yang – menurut Para Ekonom – sudah makin Kritis (untuk tidak menyebutnya membahayakan).

Apa yang terjadi sekarang adalah hari demi hari ternyata Proses penghitungan suara Pemilu 2024 tersebut bukannya makin baik, namun justru makin runyam, setidaknya hal tersebut telah menjadi kehebohan di social media – bahkan trending topic – yang sangat memalukan, sampai lebih dari 102 ribu postingan di Aplikasi X (Twitter) kemarin.

Bagaimana tidak, ini bukan lagi soal Etik yang beberapa saat sebelum Pemilu telah diingatkan oleh Ribuan Akademisi yang terdiri dari banyaknya Profesor, Doktor, maupun Mahasiswa dari Ratusan Kampus di Indonesia, namun sekarang soal Teknik atau Sistem Rekap Penghitungan Suara pada Pemilu 2024 ini yang dikenal dengan nama "SiREKAP".

SIREKAP adalah sebuah Sistem yang prinsipnya menggunakan Teknik OCR (Optical Charactet Recognizer) dan OMR (Optical Mark Recognizer) yang sebenarnya bukan hal baru dalam dunia Seleksi Mahasiswa di Kampus, karena OCR/OMR fungsinya mempercepat pembacaan Karakter/ Huruf/Tanda Baca yang sebelumnya ditulis oleh manusia, menjadi Kode yang langsung bisa dimengerti oleh Komputer yang akan mengolahnya.

Bahkan sebenarnya sejarah penggunaan OCR/OMR sendiri sudah diritis sejak 110 tahun lalu (baca: seratus sepuluh tahun, alias lebih dari seabad lalu) sejak 1914 seorang Fisikawan Jerman bernama Emanuel Goldberg berhasil mengembangkan mesin pembaca karakter dan mengubahnya menjadi kode telegraf. Mesin inilah yang menjadi cikal bakal dari teknologi OCR/OMR saat ini.

Jadi publik jangan (seolah-olah) mau dipamerin dengan Teknologi yang prinsipnya sudah lebih dari 11 Dekade yang lalu itu, apalagi disebut-sebut sekarang yang menggunakan AI (Artificial Intelligence) segala, come on, ini Teknologi biasa (baca: sederhana) dan sudah umum dipakai yang biasanya memang sudah canggih, jarang terjadi error sebagaimana yang masif dilaporkan dalam penggunaan SIREKAP hari-hari ini.

Secara hukum Pemanfaatan SIREKAP tertuang dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum. Sirekap dibuat untuk mewujudkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu sesuai Undang-Undang, jadi memang sudah ada Landasan Hukumnya.

Namun, apa yang terjadi hari-hari ini memang sangat mengecewakan (kalau tidak disebut sebagai "memalukan"), karena sistem yang termasuk bagian dalam Anggaran Puluhan Triliun Rupiah Beaya Pemilu 2024 ini sangat sering bisa (men) salah (kan) Angka manual yang ditulis oleh Petugas di lapangan, misalnya angka 1 (satu) menjadi 4 (empat) atau bahkan "otomatis" menambahkan sendiri angka tersebut secara random menjadi belasan, puluhan, bahkan ratusan di atasnya.

Oleh karenanya wajar bila kemudian banyak pihak yang menengarai "Jangan-jangan SIREKAP di dalamnya sudah diprogram untuk menambah-nambahkan atau menggelembungkan Angka paslon tertentu?" Apalagi kasus-kasus yang terjadi sangat marak dilaporkan, alias tidak hanya satu-dua kasus, tetapi hampir di seluruh wilayah Indonesia sebagimana Trending Topix di Twitter tersebut.

Secara kronologis, KPU baru merilis aplikasi SIREKAP ini pada 22 Januari 2024 (sekitar sebulan lalu). Dan, Aplikasi SIREKAP Pemilu 2024 bisa diunduh di Play Store maupun browser yang akan mengarahkan ke aplikasi di PlayStore tersebut. Aplikasi ini bisa di-download di Play Store dengan mengetikkan kalimat 'Sirekap 2024' atau melalui link download Sirekap 2024 di browser yang akan mengarahkan ke aplikasi di Play Store.

Masalahnya adalah, apakah Aplikasi SIREKAP ini sudah benar-benar pernah diuji secara benar sebelum berani digunakan pada Pemilu 2024 ini? Dengan kata lain apakah Sirekap telah memiliki Sertifikasi Layak Teknis dari Institusi yang kompeten, misalnya BRIN atau Pakar-pakar Independen berbagai Kampus ternama di Indonesia?

Bahkan, seharusnya sebelum dan sesudah dipakai SIREKAP ini harus diaudit IT Forensic, apalagi banyak kesalahan dan menjadi Trending Topic, karena berani langsung digunakan di Pemilu 2024 yang hasilnya akan menentukan Masa Depan Indonesia ini.

Meski SIREKAP hanya Alat bantu (dan menurut Statemen Bawaslu kemarin) "bukan merupakan Hasil Resmi Pemilu 2024 yang digunakan sistem Manual", namun Perhitungan yang sekarang berjalan didasarkan pada sistem OCR/OMR ini. Hal tersebut mirip-mirip dengan Release "Quick Count" juga "Exit Poll" oleh Lembaga-lembaga Survei yang sudah langsung diumumkan 2 Jam setelah TPS tutup alias semenjak hari Rabu 14 Februari 2024 pukul 15.01 WIB.

Artinya, baik terjadinya "kesalahan masif" di Sirekap dan Publikasi hasil Quick Count serta Exit Poll tersebut (sekali lagi meski bukan hasil Resmi KPU) namun sudah dijadikan "acuan" oleh pihak-pihak tertentu, setidaknya sampai ada yang sudah Unjuk Gigi menggelar "Deklarasi Kemenangan versi Quick Count" yang disadari atau tidak sudah membuat Faktor Psikologis atau bahkan Psy War bagi pihak-pihak lainnya.

Kesimpulannya, senada dengan Catatan (Buruk) Etik yang sudah disuarakan di Ratusan Kampus sebelumnya (dan hal tersebut bukan berarti sudah selesai setelah Pemilu, karena bagaimanapun Cacat Etik akan tetap melekat dan tidak akan bisa hilang selamanya), maka Catatan (Buruk) Teknik pada Pemilu 2024 ini bisa semakin menambah ketidakpercayaan Masyarakat terhadap Hasil Pemilu 2024 (yang sekali lagi sayangnya berbiaya sangat Mahal sampai lebih dari Rp 71 triliun) ini.

At last but not least, Catatan (buruk) Teknik ini – sebagaimana Catatan (buruk) Etik – yang sudah disuarakan sebelumnya, adalah Wujud Kasih sayang kita sebagai Masyarakat Indonesia yang masih peduli akan bangsa ini ke depan.

Jadi jangan malah dianggap memiliki tujuan Politis tertentu, apalagi ditulis oleh pihak-pihak yang tidak memiliki Afiliasi politik terhadap pihak-pihak tertentu, sebagaimana Para Profesor, Doktor, Magister dan Mahasiswa dari Ratusan Kampus kemarin.

Jadi terus sampaikan hal-hal korektif seperti ini demi Indonesia, negara yang kita Cintai bersama agar tidak semakin terpuruk gara-gara hal-hal buruk ... (*)