Tabungan Energi Negatif (TEN) Joko Widodo Berpratanda Akan Panen Raya
Entah kesan apa yang tinggal di benak Presiden Joko Widodo pasca meletakkan karangan bunga di makam Mustafa Kamal Ataturk. Namun yang jelas, berdasarkan rekam jejak kepemimpinan pada periode kedua, gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo dipenuhi aroma diktator otoriter.
Oleh: Hamka Suyana, Pengamat Kemunculan Pratanda
BOLEH-boleh saja Presiden Joko Widodo menjadi penguasa yang semena-mena. Ia tidak takut resiko melanggar hukum. Sebab aturan hukum-positif buatan manusia bisa dimanipulasi dan dibeli. Boleh-boleh saja tidak takut dosa, karena resiko masuk neraka masih jauh di akhirat sana. Namun, sebagai manusia, Joko Widodo tidak akan lepas dari Hukum Kekekalan Energi (HKE).
Paling lambat sebelum meninggal, ia akan menerima pencairan Tabungan Energi Negatif (TEN) yang ditabung sebagai akibat dari menumpuknya kejahatan kekuasaan yang dilakukan.
Menurut Hukum Kekekalan Energi (HKE), sekecil apapun energi yang digunakan manusia bersifat Tertutup, yaitu akan kembali kepada yang melepaskan, sebesar energi yang digunakan.
Fakta sejarah tentang pencairan TEN, sebaiknya menjadi pelajaran berharga bagi yang sedang berkuasa, yaitu bukti nyata pencairan TEN sebagai pembersih nama.
Dua orang bapak bangsa yang pernah memimpin Indonesia, yaitu Presiden Sukarno dan Presiden Suharto ada kemiripan nasib pada akhir kehidupannya. Selama berkuasa, keduanya berjasa besar terhadap bangsa dan negara. Tetapi, setelah memasuki masa tua, keduanya jatuh dari kekuasaan dalam keadaan terhina.
Penderitaan pasca lengser dari kekuasaan cukup berat. Bung Karno yang ketika masih berkuasa, namanya terhormat, tiba-tiba harus hidup terisolasi di Wisma Yaso. Setelah mengalami pencairan TEN kepemimpinan berupa penderitaan berat dan tekanan batin selama 3 tahun, Bung Karno wafat pada hari Ahad, 21 Juni 1970 pada usia 69 tahun.
Setelah TEN mencair bersih, alias nol, maka yang tersisa adalah warisan yang mengharumkan nama dengan gelar kehormatan sebagai "Pahlawan Proklamator".
Kisah menjelang akhir kehidupan Pak Harto pun hampir sama dengan yang dialami Bung Karno, yaitu sama-sama menderita di masa tua.
Setelah Pak Harto lengser dari kekuasaan, bertubi-tubilah siksaan batin yang dialaminya. Berbagai kasus keluarga menambah berat penderitaan batin. Adiknya yang bernama Probosutejo masuk ke penjara diikuti putra kesayangannya, Hutomo Mandala Putra plus bercerai dengan istrinya.
Perkawinan Titiek Suharto dengan Prabowo Subianto kandas, rumah tangga Bambang Trihatmodjo dengan Halimah pecah. Ditambah lagi, pasca lengser dari kekuasaan, dicecar hujatan dan hujan caci-maki terjadi setiap hari. Beratnya beban batin masa pencairan TEN menyebabkan Pak Harto sakit-sakitan yang pada akhirnya wafat pada tanggal 27 Januari 2008.
Hikmah berharga yang bisa dijadikan pelajaran kehidupan. Pak Harto berkuasa selama 32 tahun mengalami "pencucian" TEN selama 10 tahun.
Setelah TEN mencair bersih hingga nol, lambat laun jasa besar Pak Harto selama menjadi Presiden semakin banyak dikenang rakyat. Misalnya saja, adalah salah satu saksi hidup dari sekian juta rakyat penerima manfaat jasa besar dari program transmigrasi. Demi Allah, saya sebagai salah satu mantan transmigran, berani mengatakan, bahwa program transmigrasi, insha Allah menjadi salah satu lumbung amal jariyah bagi Pak Harto.
Tentang pratanda kepemimpinan yang sedang berjalan, bagaimana kemungkinan yang akan terjadi terhadap TEN kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tinggal menghitung hari akan tiba saatnya lengser dari kekuasaan?
Sesungguhnya, Allah telah mengingatkan Presiden Joko Widodo agar belajar dari sejarah terhadap akhir kehidupan seorang pemimpin.
Ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki pada tanggal 6 Juli 2017, Presiden Joko Widodo menyempatkan mengunjungi makam tokoh sekuler, Mustafa Kamal Ataturk dan meletakkan sebuah karangan bunga.
Siapakah Mustafa Kamal Ataturk? Dia adalah Presiden pertama Turki, tokoh sekuler yang diktator otoriter. Keras terhadap ajaran Islam tapi membuka lebar pintu kemaksiatan, melegalkan minuman keras dan prostitusi. Di antara bukti sejarah merendahkan ajaran Islam misalnya mengubah Masjid Hagia Sofia menjadi museum. Mengganti lafadz adzan berbahasa Arab menjadi bahasa lokal. Juga melarang jilbab dikenakan di sekolah dan di kantor-kantor pemerintah.
Disebutkan bahwa kematian Mustafa Kamal Ataturk didahului dengan siksaan berat oleh penyakit yang dideritanya. Konon, menurut kisah, setelah ia meninggal, jasadnya tidak bisa dikubur, karena ditolak oleh bumi.
Entah kesan apa yang tinggal di benak Presiden Joko Widodo pasca meletakkan karangan bunga di makam Mustafa Kamal Ataturk. Namun yang jelas, berdasarkan rekam jejak kepemimpinan pada periode kedua, gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo dipenuhi aroma diktator otoriter.
Terlalu banyak contohnya, misalnya kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivis. Keputusan membangun Ibukota Negara (IKN) Nusantara secara ceroboh tanpa perencanaan matang. Tapi berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan, perannya sebagai "dalang" tindak kejahatan demokrasi Pilpres curang adalah lahan pengumpulan TEN yang tergolong melampaui batas.
Cepat atau lambat, berdasarkan teori Hukum Kekekalan Energi (HKE), TEN yang dikumpulkan Presiden Joko Widodo pasti mencair. Namun, yang tidak bisa diketahui karena mutlak menjadi rahasia Allah, adalah kapan waktunya, dalam bentuk apa, dan seberapa berat kadar pencairan Tabungan Energi Negatif (TEN). (*)