Tangkap dan Adili Jokowi!

Ikan busuk dimulai dari kepalanya. Kalau pimpinannya bermasalah maka bawahannya juga bakal bermasalah. Dari mana krisis diurai, jika teori ikan busuk dari kepala dipakai melihat fenomena ini, jelas krisis integritas itu dimulai dari kepala negara.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

ROTTEN fish from its head” (ikan busuk dari kepalanya). Marcus Tullius Cicero. Seorang orator ulung, negarawan, filsuf, ahli politik dan hukum. Dia hidup di Roma di jaman Romawi pada tahun 106-43 SM. Cicero sebenarnya bukan orang pertama yang mengucapkan hal itu.

Kalimat bijak seperti itu dikutip dari ucapan para pedagang di pasar ikan Marcellum, Roma, Italia. Mereka mengatakan jika seekor ikan yang membusuk hingga ke ekor itu selalu saja berawal dari kepalanya.

Ketika itu penguasa Roma dilanda wabah korup, kejam dan suka berbuat kemaksiatan. Ketika ditanya bagaimana untuk memberantas korupsi para pejabat, dengan lantang tanpa takut sedikitpun Cicero berkata, “Potong kepalanya". Kebusukan suatu negeri selalu berawal dari puncaknya, dimulai dari pemimpin-pemimpinnya.

Kalau teori ikan busuk dari kepala dipakai melihat fenomena ini di Indonesia, maka jawabannya "Potong Presidennya". Karena, dari sanalah sumber kebusukan.

Info (chek-rechek) para bandar Pilpres yang sukses membawa Joko Widodo ke puncak jabatannya sebagai Presiden bukan saja menyebabkan korupsi merebak di semua lini penyelenggara negara. Tercium bau busuk dan amis, munculnya budaya transaksi jual-beli jabatan adalah senyawa dengan praktik korupsi.

Pada Pilpres 2024 korupsi menjadi alat perangkap para pejabat dan petinggi politik masuk dalam jebakan rekayasa politik yang sadis, kejam dan sangat keras. Mereka yang terkena jebakan maut tersebut apapun jabatannya harus menerima nasibnya menjadi "bebek lumpuh".

Tipis harapan bahwa bangsa ini akan maju, berkembang dan bebas dari korupsi. Integritas seorang Presiden sangat lemah, dan bahkan patut diduga keluarganya terlibat kasus korupsi dalam berbagai bentuk, cara dan rekayasanya bersama para bandar, bandit dan badut politik. Mereka yang mampu menyeret keluarga presiden dalam piaraan dan kendalinya.

Krisis integritas sedang melanda negeri ini. Terlalu banyak pejabat negara yang terlibat korupsi. Dan terlalu banyak penegak hukum yang bermain-main dengan hukum. Terlalu banyak kebijakan yang bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi.

Berita-berita tentang laku penyelenggara negara yang berpangkal pada krisis integritas dan terlibat korupsi sangat memuakkan.

Pidato Presiden Jokowi di berbagai kesempatan tetap terus mencoba akan menghipnotis bahwa semuanya seakan berjalan normal dan wajar. Di balik kondisi negara sedang menuju "Sakaratul maut", dikepung perampokan yang masuk melalui jalan politik dan kekuasaan, negara ini terancam oleh penyamun keadilan dan perdagangan jabatan.

Dan bahkan, terdengar nyaring belum jadi presiden, jabatan menteri sebagai komoditas untuk buka lapak. Sangat mungkin sang Capres tidak mengetahui tetapi dengan dalih sebagai ring satu nekad melakukan tawar-menawar harga.

Ikan busuk dimulai dari kepalanya. Kalau pimpinannya bermasalah maka bawahannya juga bakal bermasalah. Dari mana krisis diurai, jika teori ikan busuk dari kepala dipakai melihat fenomena ini, jelas krisis integritas itu dimulai dari kepala negara.

Presiden Jokowi harus ditangkap, hidupkan pengadilan rakyat dan diadili. Dalam situasi krisis multi dimensi ini cepat atau lambat rakyat dengan caranya sendiri-sendiri pasti akan bangkit melawan.

"When justice fails, public opinion takes over. When the law is lost in the extremes of legalism, or bends under the weight of money, mobs begin to burn and murder”.

(Ketika keadilan gagal, opini publik akan mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena uang, massa mulai akan membakar dan membunuh). (*)