Empat Mantan Petinggi Redaksi Jawa Pos Diperiksa Polda Jatim

Surabaya, FreedomNews – Seperti diberitakan oleh Kempalan.com sebelumnya, kasus dugaan penggelapan dan penipuan saham karyawan Jawa Pos ke Polda Jawa Timur memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi.

Empat orang saksi mantan petinggi redaksi Jawa Pos sudah diperiksa oleh Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Polda Jatim untuk diminta kesaksiannya, pada akhir Mei 2024 lalu.

Empat mantan petinggi Jawa Pos ini yaitu Surya Aka Syahnagra (mantan wartawan investigasi dan Direktur JTV), Dhimam Abror Djuraid (mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos), Ali Murtadlo (Redaktur Metropolis dan Direksi Jawa Pos), dan Sukoto (Redaktur Metropolis dan Direktur Memorandum, kini owner Pojok Kiri).

Imam Syafii (mantan Redaktur Metropolis, Direktur JTV, anggota DPRD Kota Surabaya) sebenarnya kala itu juga dijadwalkan untuk memberi keterangan. Tetapi, karena kesibukan tugas dewan Imam Syafii tidak bisa hadir di Polda Jatim.

Sesuai jadwal, Senin (27/5/2024) akan menyusul dipanggil Arif Afandi (mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos), Yamin Hamid (Staf Legal Jawa Pos), Imron Mawardi (Redaktur Ekonomi Jawa Pos), Slamet Oerip Prihadi (mantan Redaktur Olahraga Jawa Pos), dan Zaenal Muttaqien (Direksi Jawa Pos).

Namun, kepada Freedom News yang menghubunginya, Arif Afandi menyatakan, “Tidak akan hadir.”

Dalam pemeriksaan empat mantan petinggi redaksi Jawa Pos itu penyidik memfokuskan pertanyaan seputar pengambilalihan saham karyawan Jawa Pos yang diduga dilakukan oleh direksi JP. Selain itu penyidik juga menanyakan beberapa pertanyaan seputar pembayaran dividen Jawa Pos kepada karyawan yang diduga terjadi pelanggaran hukum di dalamnya.

Total penyidik memeriksa selama 8 jam. Masing-masing saksi diperiksa selama 2 jam. Menurut Aka Syahnagra yang diperiksa pertama bahwa penyidik ingin mendalami proses pengambilalihan saham karyawan yang berbuntut pada tidak terbayarnya dividen karyawan sejak 2002.

“Penyidik ingin memastikan apakah ada pelanggaran hukum dalam proses pengambilalihan saham dan pembagian dividen saham,’’ ujar Bang Haji, sapaan akrab Surya Aka Syahnagra.

Pria yang juga pendiri Forsa (Fans of Rhoma dan Soneta) Indonesia ini menambahkan bahwa penyidik menyampaikan bukti yang menyatakan bahwa para pelapor sudah menandatangani surat pernyataan bermaterei pada 2002 yang menyatakan kesediaan untuk melepas saham 20 persen kepada perusahaan.

Selain itu juga disodorkan bukti tanda terima sejumlah uang kepada beberapa pelapor yang disebut sebagai kompensasi pelepasan saham karyawan sebesar 20 persen. Ada beberapa poin dalam surat pernyataan tersebut.

Antara lain disebutkan, karyawan tidak akan menuntut saham 20 persen yang sudah diserahkan kepada direksi. “Kami menjelaskan kepada penyidik bahwa banyak kejanggalan dalam proses penandatanganan surat keterangan itu,” kata Aka yang suka tampil dengan model rambut dan dandanan ala Rhoma Irama.

Salah satu kejanggalannya adalah proses keputusan pelepasan saham yang tidak dilakukan secara transparan, tanpa kejelasan nilai saham. Selain itu, tidak ada kejelasan dalam surat pernyataan itu, kepada siapa saham karyawan akan diserahkan. Akhirnya ketahuan, saham 20 persen saham itu dihibahkan kepada Dahlan Iskan. Kemudian dijual kepada pemegang saham lainnya.

Dalam praktiknya terjadi jual-beli saham karyawan di antara para pemegang saham. Ternyata saham karyawan itu dijual kepada para pemegang saham sehingga masing-masing pemegang saham mendapat bagian dari saham karyawan sesuai dengan jumlah persentase yang dibayar.

Sementara itu, Dhimam Abror Djuraid membantah telah menerima “uang kompensasi saham” dari Jawa Pos. “Saya tidak menerima uang dari Jawa Pos yang disebut sebagai kompensasi saham. Direksi Jawa Pos tidak bisa menunjukkan bukti tanda terima saya,” kata Abror.

Rupanya, direksi JP berupaya untuk memanipulasi tanda terima itu dengan menyebutnya sebagai kompensasi dividen. Padahal, uang tersebut merupakan pemberian pribadi Dahlan Iskan, Direktur Utama JP saat itu, kepada karyawan yang memasuki masa pensiun.

Dalam tanda terima itu dicantumkan bahwa uang itu merupakan “pemberian terakhir dari Bapak Dahlan Iskan”. “Aneh dan lucu, masak ada kompensasi bunyinya pemberian terakhir dari Dahlan Iskan, harusnya kan dari Jawa Pos,” tambah Abror.

Dua saksi lainnya, Ali Murtadlo dan Sukoto juga ditanyai hal yang sama oleh penyidik. Ali dan Sukoto juga menegaskan bahwa pelepasan saham karyawan Jawa Pos tidak melalui prosedur yang transparan.

Polda Jatim juga sudah meminta keterangan Komisaris Utama Jawa Pos Ratna Dewi Wonoatmodjo, Dirut JP Holding Kristianto Indrawan dan para pemegang saham Jawa Pos dari Jakarta, Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Harjoko Trisnadi, dan Lukman Setiawan.

Keterangan 6 pemilik saham Jawa Pos ini sangat penting untuk mengungkap kasus penggelapan saham dan deviden para karyawan Jawa Pos. Pasalnya sejak 2002 sampai tahun 2024 manajemen Jawa Pos tidak pernah membagikan devidennya kepada para karyawannya.

Tidak pernah ada keterangan apa pun dari pihak manajemen, mengapa hak para karyawan harus ditahan puluhan tahun? Ini berarti 6 pemilik saham (Jawa Pos) minus Dahlan Iskan semuanya sudah hadir di Polda Jatim.

Kabarnya, para pemegang saham ini adalah orang-orang yang membeli saham karyawan Jawa Pos dari Dahlan Iskan (mantan CEO Jawa Pos yang diamanati mengelola saham karyawan Jawa Pos). Bagaimana kepastiannya, para mantan karyawan tidak tahu persis.

Sebab, selama ini tidak pernah ada penjelasan tentang saham dan deviden para karyawan dari manajemen Jawa Pos. Serba tertutup. Konon, uang pembelian saham diserahkan kepada Dahlan Iskan. Tapi, Dahlan tak memberikannya kepada para karyawan.

Hal ini semua tidak pernah diketahui oleh para karyawan Jawa Pos. Semuanya dilakukan secara tertutup dan tidak pernah ada informasi apapun soal saham kepada para karyawan Jawa Pos.

Kabarnya, pada tahun 2001 nilai saham karyawan Jawa Pos Rp 160 Miliar. Terakhir berapa nilainya para karyawan tidak tahu. Kabarnya di atas Rp 1 Triliun. Deviden para karyawan, kata teman-teman yang pernah di keuangan Jawa Pos, sampai tahun 2016 sudah mencapai Rp 200 miliaran.

Ditreskrimsus Polda Jatim menjadwalkan akan memanggil ulang Komisaris Utama Ratna Dewi Wonoatmodjo dan Dirut JP Holding Kristanto Indrawan. Namun, hingga kini belum ada kabar soal apakah keduanya sudah hadir atau belum di Polda Jatim.

Dhimam Abror Djuraid terpaksa melaporkan kasus ini, “Karena Dahlan nyolong saham karyawan 20% dibuat bancakan China-China Ciputra Cs. Saya laporkan pidana penggelapan dan penipuan,” tegasnya kepada Freedom News.

Menurutnya, deviden 10 tahun digelapkan dipakai bangun dua perusahaan listrik PLTU Tenggarong dan Mandalika. Kemudian, “Dua perusahaan itu diakuinya sebagai milik pribadi Dahlan,” jelas Abror.

Sayangnya, Dahlan Iskan yang mantan Menteri BUMN ini belum berhasil dikonfirmasi Freedom News, meski sudah berusaha menghubinginya via WhatsApp. (*)

Mochamad Toha