Kusnan Laporkan Ketua KPU Pusat ke Polda Jatim, Ditolak: Siapa Berhak Terima Laporan Pelanggaran UU ITE?
Surabaya, FreedomNews – Aktivis Surabaya, Kusnan, mengalami penolakan yang mengejutkan saat melaporkan Ketua KPU Pusat, Hasyim Asyari, ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) atau Krimsus Polda Jawa Timur.
Laporan yang disampaikan oleh Pedagang Kopi Angkringan tersebut terkait pelanggaran Pasal 32 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), disambut petugas dengan alasan yang kontroversial.
Menurut Polda Jawa Timur, laporan yang diajukan Kusnan tidak dapat diterima karena pelanggaran yang diungkapkan seharusnya masuk dalam ranah Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Polda menjelaskan bahwa semua laporan mengenai pelanggaran pemilu seharusnya diserahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Jika Bawaslu menemukan indikasi pelanggaran pidana dalam laporan tersebut, baru kemudian Bawaslu akan merekomendasikan atau menindaklanjuti laporan ke Kepolisian.
Namun, ironisnya, laporan yang disampaikan Kusnan berkaitan dengan pelanggaran Pasal 32 UU ITE itu, tidak termasuk dalam pelanggaran yang diatur dalam UU Pemilu ini. Kusnan menegaskan, UU Pemilu tidak mencantumkan pelanggaran terkait ITE sebagai pelanggaran pemilu, sehingga menurutnya Kepolisian atau Polda seharusnya menerima laporan pelanggaran UU ITE yang diajukan.
Hal ini memunculkan pertanyaan penting, siapakah sebenarnya yang berhak menerima laporan terkait pelanggaran pidana UU ITE? Kusnan bersikeras bahwa laporan yang diajukan olehnya harus diterima dan ditindaklanjuti, mengingat pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran UU ITE dalam konteks demokrasi digital saat ini.
Kusnan juga menegaskan bahwa kasus seperti ini menyoroti perlunya klarifikasi yang jelas mengenai yurisdiksi penanganan laporan pelanggaran yang melintasi beberapa undang-undang, sehingga tidak terjadi kebingungan atau penolakan yang tidak berdasar seperti yang dialaminya.
Kusnan siap untuk terus memperjuangkan keadilan dan penegakan hukum yang transparan dalam menangani kasus-kasus pelanggaran, termasuk yang berkaitan dengan demokrasi dan teknologi informasi. (mth/IA)