Gerakan September

Kerugian yang sudah terbaca saat ini adalah kepanikan yang luar biasa Jokowi, sehingga harus menyiapkan pasukan segala, sekurangnya merestui. Sedemikian menakutkannya situasi sehingga diperlukan Gerakan September menuju Oktober?

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

AGENDA Sukodigdo Wardoyo yang akan menggalang dan apel 20 ribu Pasukan Berani Mati Pembela pada bulan September cukup menggelikan dan mengingatkan sejarah keruntuhan Soekarno akibat Gerakan September. Tepatnya tanggal 30 yang diketahui kemudian didalangi PKI. Soekarno sendiri sudah sakit-sakitan waktu itu.

Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi ini apakah sama dengan Pasukan Cakrabhirawa Soekarno? Tentu beda karena Cakrabhirawa adalah pasukan bersenjata dan resmi. Pasukan Pembela Jokowi ini mah "dadakan", "gertakan" dan mungkin "jilatan". Persamaannya, yaitu sama-sama berada pada ujung masa Jabatan.

Soekano yang sedang sakit-sakitan sehingga China bersama PKI harus memastikan kelanjutan kepemimpinan Indonesia pasca Soekarno. Sementara Jokowi justru sedang mengenang masa sakit-sakitan sehingga nama Mulyono dimunculkan dan menjadi populer. Agak kabur dengan nama Hary Mulyono adik ipar Jokowi yang meninggal 2018. Konon fotonya "mirip" Jokowi.

Mungkin Jokowi kini juga sedang sakit-sakitan, yang cemas menghadapi masa depannya. Sindroma pasca lengser. Memandang dengan tatapan kosong nasib diri dan keluarga akankah bahagia atau justru sengsara? Sementara kasus-kasus di ujung terus mendera, mulai dari piknik Kaesang hingga fufufafa Gibran. Ijazah Hary Mulyono juga terus menghantui.

Rupanya hal ini yang menyebabkan perlunya pasukan berani mati untuk membela Jokowi. Pasukan Sukodigdo disiapkan. Memang ironi karena ini melecehkan Pasukan Pengawal Presiden dan aparat keamanan yang memang masih harus menjaga Presiden Jokowi.

Lantas, apel itu inisiatif kelompok masyarakat atau desain dari Jokowi sendiri? Jika ditanyakan mungkin jawabannya, tanya saja pada Tugu Proklamasi, kok tanya saya.

Baru beberapa hari lalu Ketum Solmet Silfester Matutina bertengkar seru dengan Rocky Gerung dengan alasan membela mati-matian Jokowi. Akan mengejar sampai liang kubur katanya, emang bisa? He he.

Jokowi sedang membutuhkan para pemasang badan pada akhir masa jabatan. Jokowi sekarang ini masih hidup, sehingga ada pasukan berani mati, akan tetapi jika Jokowi sudah mati masihkah ada pasukan berani mati?

Unjuk massa para pembela Jokowi 22 September di Tugu Proklamasi dengan jumlah ribuan tentu mudah saja karena pembiayaan tidak masalah. Jokowi masih berkuasa kok, mampu menangani kalau saja diajukan proposal.

Tapi masalahnya adalah pola itu rentan dan akan memancing konflik horizontal ke depan yang langsung atau tidak justru akan merugikan Jokowi sendiri dan keluarganya.

Kerugian yang sudah terbaca saat ini adalah kepanikan yang luar biasa Jokowi, sehingga harus menyiapkan pasukan segala, sekurangnya merestui. Sedemikian menakutkannya situasi sehingga diperlukan Gerakan September menuju Oktober?

Paspampres sudah tidak berdaya atau diragukan loyalitasnya? Semestinya Jokowi bisa lengser dengan nyaman, namun tampaknya ia bimbang dan bingung.

Jika Gerakan September tetap digelindingkan, maka diprediksi akan muncul Gerakan Oktober. Sebagaimana dulu pada 1965 setelah Gerakan PKI maka muncul Gerakan TNI yang menumpas PKI.

TNI kini yang sepertinya diam namun ke depan akan banyak berbuat dan bergerak dalam rangka menumpas anasir-anasir pengganggu dan perusak Ideologi Pancasila. (*)