Prabowo Sudah Dikuasai Mafioso Don Mulyono?
Dari sinilah Prabowo benar-benar pusing. Pasalnya, dalam berbagai pidatonya, termasuk sebelum terbang ke China, Prabowo sangat bersemangat untuk mengatasi persoalan bangsa, seperti kasus korupsi, narkoba, maupun judi online yang kini sedang disidik pihak Polda Metro Jaya.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
TULISAN Erros Djarot berjudul “The Godfathers: Don Corleone, Joko Widodo & Don Mulyono?” di Freedom News (Minggu, 8 Jumadil Awwal 1446 H / 10 November 2024) sangat menarik. Intinya, Mas Erros menyebut Joko Widodo itu seperti Don Corleono ala Indonesia.
Mas Erros menyebutnya sebagai Don Mulyono. Bila keberanian itu ada, maka tidak akan ada Don Mulyono. Mereka menjadi besar karena kita selalu mengecilkan diri, memperkecil kepercayaan diri, dan menjual harga diri kita sebagai bangsa pejuang yang berbudaya.
Dalam film ini, ada satu adegan yang sangat menarik dan wajib untuk selalu diingat.
Muncul dalam adegan ketika Don Corleone (Bos Mafia), diperankan oleh Marlon Brando, berpesan pada para kaki tangan setianya. Dilakukan Don Corleone pada saat dirinya mulai kehilangan posisi sebagai bos tunggal di wilayah kekuasaannya.
'Fatwa' Don Corleone inilah yang selanjutnya dijadikan pijakan strategi para mafia dalam setiap bermain (Power Game) di wilayah politik-ekonomi daerah maupun nasional. Pesan Don Corleone yang fenomenal ini kira-kira garis besarnya begini ...
"Biarkan…biarkan sekarang mereka yang berkuasa... tapi ingat… yang menguasai harus tetap kita!’’
Cuplikan 'fatwa' Don Corleone ini, membuat imaji dan pikiran Mas Erros tergelitik. Karena fatwa Bos Mafia ini sepertinya telah pula diadopsi oleh para Oligarki di negeri kita. Sehingga bila ditempelkan pada rekam jejak manuver politik Jokowi agar dirinya tetap berada dalam sirkel kekuasaan istana, sangat pas.
Terbukti, setelah gagal merekayasa untuk tetap bercokol 3 periode menguasai istana, fatwa Don Corleone pun dimainkan Jokowi. Dibangunnya gorong-gorong dan lorong politik yang mengarah pada tujuan sebagaimana arah politik Power Game-nya Bos Mafia.
Dalam Pemilu Pilpres 2024 terjemahan fatwa 'Sang Bos' kira-kira arahannya begini... biar saja Prabowo Subianto yang sekarang berkuasa, tapi harus kita (baca: Jokowi) yang tetap menguasai. Berkuasa tapi tidak menguasai penuh, dan bahkan malah bisa dikuasai… ini yang namanya cara mafioso (baca: Oligarki) berulah di dunia kekuasaan politik-ekonomi di sebuah negara.
Kali ini Indonesia yang telah membuka lebar peluang untuk sepenuhnya mereka kuasai. Lewat jalur eksekutif, legislatif, dan yudikatif, bahkan lembaga keagamaan, semuanya mereka kuasai. Kekuatan ekonomi mereka mampu membeli semua itu, secara tuntas!
Atas dasar amatan dan kajian ini, Mas Erros pun langsung mengotak-atik misteri di balik pertemuan Jokowi dan Prabowo yang dikenal sebagai peristiwa politik ‘Solo Affair’. Peristiwa ini sangat ramai dipergunjingkan.
Digambarkan Prabowo sebagai Presiden baru 'sowan', lapor, dan minta petunjuk Presiden lama. Memakai istilah Bahlil Lahadalia, Prabowo sowan Raja Jawa yang sangat berkuasa dan ditakuti. Seramnya bagai hantu penyihir yang mampu menyingkirkan dan menghabisi siapa pun yang tidak tunduk pada perintahnya.
Angkernya sang Raja Jawa yang telah dicitrakan Bahlil ini, kekuatan jangkauan politiknya melebihi keampuhan Don Corleone dalam film Godfather. Don Corleon hanya berkiprah di satu wilayah, New York dan sekitarnya. Sementara sang Raja Jawa kiprahnya pada satu wilayah negara.
Walaupun demikian, Mas Erros tetap tidak terpengaruh ajakan teman-teman agar sang Raja Jawa ini diberi gelar yang sangat mentereng dan lebih beraroma internasional. Kepadanya layak diberi gelar Don Mulyono! Begitu menurut teman-teman yang Mas Erros biarkan mengalir sebagai aspirasi mereka. Ia lebih suka memakai istilah Bahlil...'barang itu'... si Raja Jawa!
“Karena saya memang tidak bermaksud menyamakan Jokowi dengan Don Corleone, Bos Mafia asal Sisilia tersebut, sekalipun serupa walau tak sepenuhnya sama. Mungkin karena dalam amatan saya, Jokowi lebih dingin tapi juga lebih serem dan lebih tega satu tingkat di atas Don Corleone,” tulisnya.
Karena itu para Oligarki telah sangat berhasil mencitrakan Jokowi sebagai penguasa yang harus dipatuhi, dan siapa pun yang berani melawannya pasti binasa. Makanya siapa pun yang terkena mantra sihir politik ini langsung ciut hati dan pikirannya, kehilangan nyali!
Bayangkan saja bagaimana hebatnya sang Raja Jawa ini, lazimnya yang terjadi di hampir seluruh negara, Presiden lamalah yang cenderung berupaya merapat ke Presiden baru. Mungkin untuk menghindari permusuhan, atau siap memberi nasehat bila diminta. Tapi dalam kasus Raja Jawa ini yang terjadi sebaliknya.
Jokowi mampu mengkondisikan Prabowo-lah yang harus sowan menemuinya di istana Solo. Terjadi saat jelang pelantikan Prabowo sebagai Presiden RI ke-8, dan berlanjut baru-baru ini, untuk pamit sebelum tugas negara melakukan perlawatan ke luar negeri.
Mafioso Mulyono
Apa yang ditulis Mas Erros di atas adalah fakta yang tidak bisa dibantah lagi. Sebagai murid Jokowi, Prabowo memang harus patuh kepada guru politiknya itu. Prabowo yang sejak 2019 menjadi salah satu pembantunya (Menteri Pertahanan), tidak bisa mengelak titah Raja Mulyono itu.
Seperti halnya ketika Prabowo harus menerima Gibran Rakabuming Raka, putera mahkota Mulyono sebagai Calon Wakil Presiden ketika Pilpres 2024 lalu. Semua itu hanya demi dukungan Raja Jawa agar dengan mudah memenangkan kontestasi pilpres dengan perolehan 58% suara.
Padahal, jika mau jujur, usia Gibran belum mencukupi untuk bisa maju Pilpres. Namun, dengan satu bantuan dari Paman Anwar Usman yang kala itu menjadi Ketua MK, Gibran bisa lolos maju. Tempo kemudian menyebutkan sebagai anak “Haram Konstitusi”.
Prabowo sepertinya menikmati pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh MK. Apalagi, dukungan dari penguasa yang berafiliasi ke bohir Oligarki yang dimotori oleh Boy Thohir, kakak Erick Thohir, dan adiknya Hasyim Djojohadikusumo telah jelas-jelas mendukungnya.
Artinya, Prabowo – Gibran disokong dana pilpres yang tidak tak terbatas jumlahnya, yang selama ini menguasai sebagian besar tanah dan SDA Indonesia. Makanya, sebelum pelantikan dan penentuan Kabinet Merah Putih, Prabowo harus konsultasi dulu ke Solo menemui Don Mulyono.
Jadilah kabinet dengan anggotanya lebih dari 100 menteri, wakil menteri, dan lembaga itu. Kabinet Gembrot. Sebagian besar justru bukan Kabinet Zaken seperti yang digembar-gemborkan Prabowo sebelumnya, tapi Babinet Seken dengan sebagian besar terdiri dari mantan pejabat Don Mulyono.
Nama-nama seperti Sri Mulyani, Erick Thohir, Budi Arie Setiadi, Budi Gunadi Sadikin, Airlangga Hartarto, Bahlil Lahadalia, Wiranto, Dito Ariotedjo, hingga Luhut Binsar Pandjaitan masih dipakai oleh Prabowo dalam Kabinet Merah Putih. Padahal, pada umumnya mereka ini “bermasalah”.
Salah satunya, yaitu Budi Arie Setiadi, mantan Menteri Kominfo yang kini diangkat menjadi Menteri Koperasi dan UMKM. Budi Arie kini disebut-sebut diduga ikut terlibat “melindungi” Judi Online yang sudah melibatkan mantan stafnya di Kominfo yang sedang ditangani Polda Metro Jaya.
Tentunya kasus tersebut membuat pusing Don Mulyono juga. Makanya, karena diduga Budi Arie itu terlibat, maka Don Mulyono buru-buru menanggil Prabowo ke Solo, Ahad (3/11/2024). Konon, di sini Prabowo diminta untuk “mengamankan” Budi Arie dari jeratan hukum.
Karena jika tidak, maka Budi Arie akan membuka uang setoran yang diterima staf Kominfo itu dari judol itu disetor ke mana dan ke siapa saja. Ingat, tidak ada visi menteri, yang ada itu visi Presiden. Jadi, bisa saja Budi Arie akan bilang kalau uangnya juga disetor ke Don Mulyono.
Dari sinilah Prabowo benar-benar pusing. Pasalnya, dalam berbagai pidatonya, termasuk sebelum terbang ke China, Prabowo sangat bersemangat untuk mengatasi persoalan bangsa, seperti kasus korupsi, narkoba, maupun judi online yang kini sedang disidik pihak Polda Metro Jaya.
Ia berpesan kepada para menterinya, jangan segan-segan video call ke Prabowo jika ada masalah. Ironis memang. Karena Prabowo tahu siapa-siapa saja menterinya yang jelas-jelas diduga terlibat korupsi dan judol. Namun, selalu dalam “lindungan” Don Mulyono.
Dilematika bagi Prabowo. Secara de yure, Prabowo adalah Presiden, tapi de facto, Mulyono masih berkuasa atas Prabowo. Itulah cara mafioso bekerja. (*)