Prabowo, Waspadalah!
Indonesia akhirnya masuk paham kapitalisme, resikonya terjebak krisis dan akhirnya membuahkan Fasisme. Sedang fasisme ialah perjuangan penghabisan para monopoli kapitalis yang terancam bangkrut (Bung Karno).
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
MALCOM X mengatakan, "The greatest tools of the opressor is the mind of the oppressed (Kedzaliman terbesar orang dzalim adalah membuat tak berdaya pikiran orang-orang yang didzaliminya)”.
Ernest Hemingway, novelis, dan wartawan Amerika mengatatakan, “segala sesuatu yang benar benar jahat sering kali di mulai dari kepolosan".
Thomas Jefferson mengatakan, salah satu intisari pelajaran yang dapat kita ambil dari sejarah bangsa-bangsa ialah: "bahwa penindasan terhadap suatu bangsa lebih banyak dilakukan oleh penguasa dari bangsa itu sendiri daripada oleh penguasa asing".
Pandangan Prof. Ihsanudin Nursi bahwa AS dan RRC berkompetisi dalam perekonomian dan politik bekerja sama dalam materialisme untuk menguasai Indonesia.
Awal dari kejadian bahwa beberapa tekanan AS yang ditolak Presiden Magawati (saat itu) adalah permintaan AS tentang tiga hal: a. Dukungan serangan ke Irak. b. Ekstradisi Abu Bakar Ba'asyir. c. Membuat UU Terorism.
Tersambung dengan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) ekstradisi Abu Bakar Basyir, dilibatkan Joko Widodo (Walikota Solo saat itu harga) sebagai agen ikut berperan penangkapannya. Presiden Clinton sempat datang ke Solo adalah awal peran LBP (Luhut Binsar Pandjaitan dan HP (Hendro Priyono) dapat tugas menjalanlan skenario Jokowi di-setting sebagai Presiden boneka dalam kondisi kosong dan tidak tahu apa-apa.
Kerjasama AS dan RRC disesuaikan dengan dugaan Joko Widodo lebih dekat dengan PKI, masuklah Jokowi ke poros RRC. Dari sinilah Jokowi harus memberi karpet merah untuk Taipan Oligarki.
Pembagian kapling lahan Indonesia antara AS dan RRC hampir sama dengan peristiwa Indonesia dikapling-kapling sesuai dengan perjanjian Tordesillas dan Saragoza.
Penjajahan di Indonesis hakekatnya oleh AS dan RRC. Tugas Joko Widodo memperkokoh fondasi kapitalisme (materialisme) dan membangun kultur demokrasi korporasi makin mendalam dan terpadu.
Tugas AS yang paling dramatis dan fatal dan mamatikan Indonesia adalah menyingkirkan Pancasila dan mengganti UUD 1945, sebagai penghalang mereka menguasai Indonesis
Indonesia akhirnya masuk paham kapitalisme, resikonya terjebak krisis dan akhirnya membuahkan Fasisme. Sedang fasisme ialah perjuangan penghabisan para monopoli kapitalis yang terancam bangkrut (Bung Karno).
Kata Bung Karno, "dalam kapitalis terdapat penyakit yang inheren. Siklus ekonomi kapitalisme itu selalu menciptakan krisis bagi dirinya sendiri yang akan merembet menjadi krisis politik dan pada akhirnya bisa memecah kebekuan menjadi krisis revolusioner. Jalan bagi imperialis menyelamatkan dirinya adalah dengan cara teror terhadap rakyat lewat rezim fasisnya atau diktator”.
Ini sangat dipahami oleh pergerakan mahasiswa yang sedang berjuang saat ini dalam posisi dan keadaan Indonesia darurat multi dimensi khususnya darurat ekonomi dan politik.
Apakah Prabowo Subianto mampu membalikkan keadaan tersebut, butuh nyali yang besar sebagai patriot sejati dan tidak ada kompromi, mutlak harus lekas dan menjauh dari pengaruh Jokowi.
Korelasi politik Prabowo dan Jokowi yang harus dibaca: ketika kau lihat kawanmu bersama dengan musuhmu, maka ketahuilah keduanya adalah sama-sama musuhmu. Cuma yang satu bisa terang-terangan, dan satunya lagi sembunyi-sembunyi memusuhimu. (Naquib Mahfouz, Novelis Mesir dan Peraih Nobel Sastra Tahun 1988)
Waspadalah sebagai ahli perang Prabowo pasti sudah paham bahwa Kehati-hatian terbaik adalah menghancurkan mereka terlebih dahulu sebelum kita dihancurkan (Sultan Agung Hanyokrokusumo).
Prabowo harus memberikan tali yang cukup kepada penguasa tiran untuk gantung diri. Jadikan dia menggantung diri melalui kecenderungan mereka sendiri yang merusak diri. (*)