Anies Baswedan: Apa Gunanya Merdeka Kalau Rakyat Tak Bisa Punya Tanah Sendiri?
Oleh karenanya mereka harus hadir berjuang untuk menghadirkan pemerintahan yang merdeka yang menjalankan amanah konstitusi, amanah untuk mensejahterakan rakyatnya, memberi rasa keadilan dan pada akhirnya mewujudkan Persatuan.
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi
TAK salah memang, kalau Surya Paloh mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres dari Partai Nasdem dan kemudian disusul oleh PKS dan Partai Demokrat. Karena Anies adalah sosok yang secara bibit, bobot, dan bebetnya jelas, keturunan dari Pahlawan Nasional AR Baswedan. Identitasnya jelas tak satupun yang dipalsukan.
Sebagai cucu dari Pahlawan Nasional, tentu darah yang mengalir pada diri Anies adalah darah pejuang. Semangat untuk melawan penindasan dan ketidakadilan serta semangat memerdekakan rakyat secara nyata jelas dilakukannya.
Bagi Anies memerdekakan adalah amanah konstitusi yang harus dijalankan, yaitu menghapus penjajahan dan penindasan, mencerdaskan rakyat, mempersatukan serta mewujudkan keadilan sosial.
Sebagai bakal calon presiden, itulah gagasan yang dibawa dan akan diperjuangkan Anies bersama Partai Nasdem, PKS dan Demokrat yang tergabung di Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Anies mengilustrasikan tanah-tanah yang dikuasai negara saat ini adalah tanah-tanah yang diambil dari penjajah Belanda setelah dinasionalisasikan. Pertanyaannya kemudian dari manakah penjajah Belanda mendapatkan tanah-tanah itu?
Anies menjelaskan bahwa bangsa Belanda ketika datang ke Indonesia mendapatkan tanah-tanah tersebut tidak dengan cara membeli, mereka hanya membuat garis tanah lalu mengklaim sebagai tanahnya, padahal tanah-tanah itu adalah tanah-tanah milik Indonesia.
Sehingga, wajib setelah merdeka rakyat diberi hak untuk mendapatkan tanah-tanah itu sebagai bentuk mensejahterakan. Namun sayangnya, amanah kemerdekaan tidak selalu bisa diwujudkan, rezim berkuasa banyak yang mengingkari, sehingga banyak rakyat yang terpaksa hidup tak bisa memiliki tanah untuk ditinggali. Sementara di satu sisi, oligarki semakin menjadi-jadi. Mereka bisa menguasai tanah-tanah untuk dieksploitasi, apalagi juga dilindungi.
Reformasi yang seharusnya menjadi harapan ternyata dirampok dan diamputasi. Korupsi, kolusi, dan nepotisme tak lagi menjadi barang tabuh yang harus ditutupi.
Anies hadir dalam rangka memberi harapan dan perubahan akan hadirnya negara dalam setiap kesulitan yang dihadapi oleh rakyat.
Anies menegaskan bahwa negara berkewajiban melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan tujuannya tentu menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan warga.
Dalam hal rakyat yang tidak mempunyai tempat tinggal dan mereka mendiami tanah-tanah negara yang dikuasai BUMN, Anies mengatakan sudah seharusnya negara mempersilakan rakyat untuk memiliki dengan cara-cara yang baik. Negara jangan hanya bicara persoalan administrasi, negara mesti hadir dalam hal substansi, mengapa negara ini diperjuangkan agar merdeka.
Negara harus hadir dengan cara kerahiman, dan juga cara kasih sayang, bukan dengan cara-cara administratif, bahwa tanah ini milik kami harus dicatat dan dipertahankan. Negara harus hadir guna memberi solusi terhadap tanah-tanah yang didiami warga.
Tentu ini juga berlaku pada hadirnya negara dalam hal menyejahterakan warga dengan memberi lapangan kerja. Pembangunan yang dilakukan juga harus hadir dalam bentuk kerahiman yang memberi ruang warga untuk bekerja, bukan malah menggunakan dana asing dan tenaga kerja asing, sehingga rakyat hanya menjadi penonton.
Tampaknya inilah yang disadari oleh Anies dan KPP, sehingga rezim berkuasa tak lagi berpihak pada kepentingan rakyat, rezim berkuasa hanya mementingkan dirinya, oligarki, dan juga antek- anteknya.
Oleh karenanya mereka harus hadir berjuang untuk menghadirkan pemerintahan yang merdeka yang menjalankan amanah konstitusi, amanah untuk mensejahterakan rakyatnya, memberi rasa keadilan dan pada akhirnya mewujudkan Persatuan.
Pada 2024 adalah pertarungan akankah kita menjadikan negeri ini tetap dikuasai oligarki dan antek- anteknya ataukah kita berjuang merebutnya dan memerdekakan kembali? (*)