Buka Sekarang, atau Perkara Ijazah Jokowi Jadi Beban Sejarah
Agar terang-benderang memang sebaiknya Jokowi menghadirkan ijazahnya. Ambil sisi positif saja, agar perkara ini tidak menjadi beban sejarah bangsa. Dan, bukan untuk mempermalukan yang bersangkutan.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
ADA ujar-ujar di dunia hukum mengatakan: Di dunia ini tidak ada kejahatan yang sempurna. Apakah hal ini berlaku pula dalam perkara ijazah Joko Widodo?
Rasanya tidak ada yang tabu atau larangan untuk membicarakan ijazah Presiden Jokowi, apakah asli atau “aspal” alias asli atau palsu. Apalagi, persoalan ini sudah beberapa kali masuk ke ranah hukum yang tidak mungkin bisa diabaikan begitu saja. Sidang di pengadilan pun bebas, tidak ada larangan untuk memberitakannya.
Sebenarnya, persoalan keabsahan bahwa Jokowi memang pernah kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta (1980 – 1985) itu akan mudah diselesaikan jika Jokowi mau menunjukkan ijazahnya secara terbuka ke publik. Apalagi pihak UGM juga bisa menunjukkan registrasi data kemahasiswaan saat Jokowi kuliah di UGM.
Namun, sayangnya hingga persoalan ini masuk ke ranah hukum, wujud dari ijazah asli Jokowi itu tidak pernah ditampakkan ke publik, sehingga membuat masyarakat juga penasaran tentang ada tidaknya ijazah Jokowi.
Kesaksian rekan-rekan seangkatan Jokowi seperti dilansir Kompas.com, Jum;at (21/10/2022, 21:47 WIB) yang kompak menunjukkan bukti jika Jokowi adalah mahasiswa UGM, belum bisa dikatakan sebagai jaminan bahwa Jokowi memang alumni Fakultas Kehutanan UGM.
Keluarga Alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (Kagamahut) angkatan 1980 sempat menunjukkan sejumlah bukti jika Jokowi adalah mahasiswa UGM. Buktinya seperti foto-foto semasa kuliah hingga wisuda dan ijazah asli serta memberikan testimoni terkait sosok Jokowi alumni UGM.
Sayangnya, ijazah yang dipamerkan rekan-rekan Jokowi tersebut bukanlah ijazah Jokowi, tapi milik mereka sendiri. Tidak ada bukti foto terkait dengan ijazah atas nama Jokowi, kecuali atas nama dari Hari Mulyono yang diklaim sebagai Jokowi yang memakai kacamata. Konon, Mulyono itu nama kecil Jokowi sebelum berubah menjadi Joko Widodo.
Berdasarkan fotokopi akta kelahiran yang dikeluarkan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surakarta pada 3 November 1988, yang diperoleh detikX, Jokowi lahir dari pasangan Sujiatmi dan Notomiharjo. Jejak digital detikNews Senin (16 Jan 2017 10:16 WIB) dengan judul, “Tentang Mulyono, Nama Lahir Presiden Joko Widodo” jelas sekali.
Akta kelahiran itu dilegalisir pada Maret 2005 saat Jokowi hendak maju menjadi calon Walikota Solo. Ketika melahirkan Jokowi, Sujiatmi bersama suaminya, yang bernama lengkap Wijiatno Notomiharjo, tinggal di Srambatan, Solo.
Mereka baru memulai usaha jual-beli kayu di daerah itu sebelum akhirnya pindah ke Pasar Pring (Pasar Bambu) di Gilingan. "Orang tua Jokowi masih mengontrak di sana (Gilingan)," ujar Miyono Suryo Sarjono, kakak kandung Sujiatmi.
Sementara itu, mengenai siapa ayah dan ibu Sujiatmi, menurut Miyono, mereka adalah Wirorejo dan Sani, yang berasal dari Dusun Gumukrejo, Kelurahan Giriroto, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah.
Berdasarkan keterangan dari Mukiyem, pengasuh Jokowi semasa kecil, kakek dan nenek Jokowi sempat membawa cucunya itu ke Giriroto setelah dilahirkan.
"Ibunya Jokowi saat itu masih muda, belum pengalaman mengurus bayi. Makanya Jokowi dibawa ke Giriroto selama 40 hari," ucap Mukiyem, yang sering dipanggil dengan sebutan Mbok Yem. Lepas 40 hari, Jokowi dibawa kembali ke Solo. Nah, sejak itu pula Mbok Yem, yang masih ada hubungan kerabat dengan keluarga Wirorejo, diminta mengasuh Jokowi saat masih bayi.
"Saya mengasuh Jokowi sejak dia masih merangkak sampai sekolah TK," ujar Mbok Yem. Ketika masih bayi, Jokowi diberi nama Mulyono. Namun, karena sering sakit-sakitan, namanya kemudian diganti menjadi Joko Widodo hingga sekarang.
Kata Mbok Yem, dalam bahasa Jawa, nama "widodo" berarti sejahtera dan sehat selalu. Makanya nama itulah yang disematkan pada Jokowi saat masih bayi.
Informasi yang sama disampaikan Heru Purnomo, paman Jokowi dari garis ayah, yang tinggal di Desa Kragan, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah. "Iya, dulu nama Jokowi itu Mulyono. Karena saat balita sering sakit-sakitan, namanya diganti jadi Joko Widodo," ujar Heru, yang merupakan adik bungsu Notomiharjo.
Hari Mulyono
Mengutip Kompas.com (21/10/2022, 06:37 WIB), Dekan Fakultas Kehutanan UGM Sigit Sunarta menjawab sejumlah isu di media sosial yang meragukan kebenaran perjalanan akademik Presiden Jokowi di universitas tersebut. Salah satu isu yang ditangkap, yakni beredarnya foto ijazah kuliah Jokowi di mana tidak tertera nomor registrasi ijazah pada sisi kiri atas.
Bagi pihak fakultas, foto yang beredar itu cukup membingungkan. Di satu sisi, format, jenis huruf, garis tanda tangan, dan lainnya mirip seperti aslinya. Tetapi persoalannya, pada salinan ijazah fisik yang dimiliki pihak universitas, tertera nomor registrasi pada sisi kiri atas. Nomor registrasi itu terlihat jelas.
"Saya tidak tahu kenapa bisa terjadi seperti itu, kok (foto yang beredar di media sosial) enggak ada nomor registrasinya," ujar Sigit. Sejauh ini, pihak universitas berkesimpulan sementara bahwa foto ijazah Jokowi yang beredar di media sosial itu merupakan hasil fotokopian. Sebab, nomor registrasi ijazah bagi sebagian orang tidak perlu dipublikasikan.
"Mungkin pas ngopi (fotokopi) nomor registrasinya ditutup atau gimana. Jadi, kesannya enggak tertera di sana," ujar Sigit. Ia kemudian membuka nomor registrasi ijazah kuliah Presiden Jokowi, yakni 15456.
Isu kedua di media sosial yang menurut Sigit perlu diluruskan adalah tuduhan bahwa Jokowi tidak pernah mengenyam bangku kuliah di UGM. Sigit mengatakan, universitas memiliki rekam data yang lengkap tentang mahasiswa bernama Joko Widodo.
Jokowi masuk ke UGM tahun 1980. Jumlah mahasiswa dalam angkatan tersebut sebanyak 80 di mana 8 orang di antaranya adalah perempuan. Jokowi menempuh pendidikan di UGM selama lima tahun dan lulus pada tahun 1985.
"Berkas-berkas beliau semasa menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan terdokumentasi dengan baik. Mulai dari skripsi, surat bebas pinjaman, bahkan nilai semua ada," ujar Sigit sembari membuka satu bundel dokumen rekam jejak akademik Jokowi. "Dan ini bukan baru dibuat. Ini benar-benar sudah lama. Lihat saja ini kertasnya sudah menguning begini," lanjut dia.
Selain dua isu itu, sempat muncul juga isu bahwa Jokowi mencuri data kemahasiswaan seseorang bernama Hari Mulyono. Sigit pun membantah isu tersebut. Ia menjelaskan, Hari Mulyono adalah adik ipar Presiden Jokowi yang telah meninggal tahun 2018.
Ia adalah suami dari adik Jokowi bernama Idayati. Hari sendiri memang teman satu angkatan Jokowi. Masuk tahun 1980 dan lulus sama-sama pada tahun 1985.
Tapi, pihak universitas sendiri sama sekali tidak menemukan logika bagaimana mungkin seorang mahasiswa bisa menggunakan data kemahasiswaan mahasiswa lainnya pada waktu belajar yang bersamaan.
"Sudah kami cek, nomor registrasi ijazah Pak Jokowi dan Pak Hari Mulyono itu saja beda. Judul skripsinya juga beda. Nilainya beda. Data-data mereka lengkap ada di kami," papar Sigit. Sigit menegaskan, pihaknya memiliki dokumen yang cukup lengkap terkait perjalanan akademik Jokowi semasa mengenyam bangku kuliah di UGM.
Dokumen-dokumen tersebut kiranya dapat menjadi bukti bahwa Jokowi memang pernah bersekolah di UGM dan lulus dengan wajar. "Ya kalau bisa, pernyataan saya ini sekaligus untuk menjawab keraguan yang ada di luar sana," ujar Sigit.
Sebelumnya, kabar ijazah palsu Jokowi muncul setelah seseorang bernama Bambang Tri Mulyono melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (3/10/2022). Bambang yang merupakan penulis buku "Jokowi Undercover" menggugat Jokowi ihwal dugaan menggunakan ijazah palsu saat mengikuti Pilpres 2019.
Gugatan itu terdaftar dalam perkara Nomor 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan klasifikasi perbuatan melawan hukum (PMH). Kini, gugatan itu sudah masuk ke tahap persidangan. Penggugat meminta supaya Jokowi dinyatakan telah membuat keterangan tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu berupa ijazah SD, SMP, dan SMA atas nama Joko Widodo.
Penggugat juga meminta agar Jokowi dinyatakan melakukan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) karena menyerahkan dokumen ijazah yang berisi keterangan tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu sebagai kelengkapan syarat pencalonannya sesuai aturan KPU.
Belakangan, Bambang Tri ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian berdasarkan SARA dan atau penistaan agama. Dalam kasus yang sama, polisi juga menetapkan Sugik Nur Raharja alias Gus Nur sebagai tersangka.
Penersangkaan keduanya merujuk pada video yang diunggah Sugik Nur Raharja di kanal Youtube-nya, Gus Nur 13 Official. Keduanya pun sudah dijatuhi hukuman.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Solo yang diketuai Moch. Yuli Hadi, menjatuhkan vonis 6 tahun penjara untuk Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur. Keduanya terdakwa kasus penyebaran berita bohong terkait ijazah Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Kasus ini bermula dari Bambang Tri dengan Gus Nur melakukan podcast di kanal YouTube Gus Nur 13 Official. Dalam podcast itu, Gus Nur mengundang Bambang Tri untuk membahas dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi. Bahkan, Bambang diminta Gus Nur melakukan sumpah mubahalah, untuk meyakinkan informasi yang diberikan benar.
Yang menarik dari peradilan gugatan ijazah Jokowi yang pernah diajukan Bambang Tri yaitu ijazah SD, SMP, dan SMA Jokowi, bukan ijazah Fakultas Kehutanan UGM. Namun, dalam perkembangan justru yang digugat adalah ijazah UGM yang diduga “aspal” karena ditengarai memakai data Hari Mulyono, adik ipar Jokowi yang sudah meninggal (2018, sebelum Pilpres 2019).
Di sinilah yang kemudian membuat pihak UGM akhirnya harus cawe-cawe turut meluruskan kabar yang terlanjur berkembang di masyarakat. Apalagi, Prof. Dr. Pratikno, MSoc, Sc, yang sebelumnya menjabat Rektor UGM, sejak 27 Oktober 2014 hingga 20 Oktober 2019 dan 23 Oktober 2019 hingga sekarang ditunjuk sebagai Menteri Sekretaris Negara.
Dus, tertutup sudah langkah untuk mencari tahu tentang keabsahan ijazah Jokowi. Asli atau aspal. Terlepas dari apakah hal ini memang ada skenario agar Jokowi lancar mencapai puncak kariernya sebagai Presiden RI atau bukan, hanya pejabat berwenang yang mengangkat Jokowi yang tahu.
Yang jelas, sebelum menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden, Jokowi sudah pernah bekerja di perusahaan penggarap lahan di Nangroe Aceh Darussalam yang belakangan dikuasai Prabowo Subianto. Saat Jokowi bekerja, perusahaan itu belum dikuasai Prabowo.
Perusahaan yang dimaksud itu adalah PT Alas Helau di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Di sana Jokowi bekerja selama tiga tahun bersama Prabowo. PT Alas Helau kemudian dibeli Prabowo dan berubah nama menjadi PT Tusam Hutani Lestari.
PT Tusam Hutani Lestari bertugas memasok kayu pinus sebagai bahan pembuat kertas ke KKA. PT Tusam Hutani Lestari adalah perusahaan patungan antara PT Alas Helau milik Prabowo dengan PT Inhutani IV.
Nah, setelah dari Aceh itulah Jokowi kemudian kembali ke Solo, dilanjutkan dengan ikut kontestasi Pilwali Solo hingga terpilih menjadi Walikota Solo sampai dua periode. Dari Solo, dengan “menaiki” Mobil ESEMKA, akhirnya Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI dan Presiden RI dua periode.
Agar terang-benderang memang sebaiknya Jokowi menghadirkan ijazahnya. Ambil sisi positif saja, agar perkara ini tidak menjadi beban sejarah bangsa. Dan, bukan untuk mempermalukan yang bersangkutan.
Sekaligus hal itu bisa menjadi catatan agar bangsa ini lebih hati-hati memilih pemimpin, terutama di dalam meneliti latar belakang dan asal-usul mereka. (*)