Jokowi Mulai Kehabisan Akal
Ketika pilihan terakhir adalah mencari jalan untuk memperpanjang masa jabatan, maka itu adalah pilihan bunuh diri untuk mempercepat masa jabatan. Mengikuti peta jalan politik Presiden terdahulu, Soekarno dan Soeharto.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
AKAL-akalan adalah ciri dari gaya kepemimpinan Joko Widodo. Bukan banyak akal untuk mencari solusi. Lebih kepada akal-akalan. Sekurangnya kini Jokowi sudah kehabisan akal. Dalam hal apa? Dalam hal meng-goal-kan penerus kepimpinannya dan dalam upaya menggagalkan kandidat yang ditakuti dan selalu menghantuinya.
Figur awal yang digadang-gadang untuk di-goal-kan adalah Ganjar Pranowo. Namun kerja keras Jokowi memperjuangkan "si rambut putih" itu tidak mendapat respons dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Karenanya ia "bermain" melirik Prabowo Subianto. Saat Jokowi lengah perhatian, Megawati menerkam Ganjar Pranowo. Megawati menguasai tokoh yang dulu dimusuhinya itu. Jokowi pun limbung "barangnya" dicuri.
Kadung sudah kesal, maka lanjutan manuver Jokowi dijalankan untuk kesan mendukung Prabowo. Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi yang menjabat Walikota Solo ini, ikut menjadi bagian dari manuver dengan berakrab-akrab.
Ketika ditanya media soal dukungan pada Prabowo tersebut, maka biasa jawabannya "ngeles" atau bersayap. Musra-musra dan cawe-cawe Jokowi semakin terang-terangan. Tetapi, dengan tampilan bingung. Wajah yang lelah.
Bukan hanya kehabisan akal dalam mendukung tetapi juga dalam menggebuk. Awalnya percaya diri sekali bahwa Anies Baswedan akan mudah dilibas lewat KPK dan Partai Demokrat versi Moeldoko, tetapi nyatanya alot dan berisiko. Kemudian masuk dengan menusuk Johnny G Plate Nasdem, tapi itupun memercik muka sendiri. Jokowi dan kroni bisa saja terjerat. Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi turut terancam.
Kemudian mencoba memelototi Jakarta International Stadium (JIS). Rumput dibidik dan Bus diotak-atik. Hasilnya adalah hoax. Alasan untuk renovasi triliunan rupiah itu dinilai mengada-ada. Bus dan rumput menjadi tertuduh. Pernyataan tidak memenuhi standar FIFA dikemukakan tanpa survei atau arahan FIFA. Tidak ada komentar resmi FIFA untuk hal ini.
Kesekian kali rezim Jokowi membohongi rakyat dalam menzalimi lawan politik. Jokowi ini memang telah kehabisan akal sehingga kebijakannya menjadi tidak sehat. Ia panik dan mengalami ketakutan dahsyat.
Apa yang terjadi saat selesai masa jabatannya nanti? Selamat dan amankah ia dan keluarganya? Tidak dikejarkah harta dan kekayaannya? Hidup tenang di Surakarta, lanjut berpolitik di Jakarta atau merenung di dalam Penjara?
Suara dibuat bersahut-sahutan bahwa Anies Baswedan akan dipaksa dipenjara. Skenario ada dua pasang Capres/Cawapres dicanangkan. Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Namun ini bukan berarti kiamat, justru ada fenomena baru yang bakal terjadi. Kesuksesan Jokowi yang berujung pada kegagalan fatal.
Ada "blessing in disguised" bagi oposan jika indikasi kuat untuk memenjarakan Anies semakin nyata. People power yang awal hanya teriakan akan berubah menjadi gerakan. Anies menjadi "trigger". Relawan tidak akan diam. Bergabung dengan berbagai gerakan perjuangan untuk merebut kembali kedaulatan rakyat. Bersama mahasiswa, buruh, umat Islam, emak-emak dan lainnya.
Bergerak memenuhi gedung DPR/MPR untuk mendesak Jokowi mundur atau dimakzulkan dari jabatan Presiden.
Skenario dapat berupa tindakan represif dengan harapan menjadikan "chaos" sebagai dasar untuk mengambil kebijakan menunda Pemilu. Tentu untuk memperpanjang umur jabatan. Tapi bersamaan dengan modus "chaos" untuk memperpanjang umur jabatan, maka "chaos" adalah api keuntungan tidak terduga bagi gerakan perubahan yaitu gerakan people power.
Ketika pilihan terakhir adalah mencari jalan untuk memperpanjang masa jabatan, maka itu adalah pilihan bunuh diri untuk mempercepat masa jabatan. Mengikuti peta jalan politik Presiden terdahulu, Soekarno dan Soeharto.
Saat ini Jokowi diduga kuat sedang mengalami kepanikan dahsyat. Gejala politik menunjukkan bahwa Jokowi mulai kehabisan akal. (*)