Kang Emil, Sudahlah Batalkan Berhala Patung Soekarno

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto perlu menyebut peluang Ridwan Kamil sebagai Bacawapres Ganjar Pranowo pada acara "groundbreaking" saat itu. Konon, patung ini akan diresmikan oleh Megawati Soekarnoputeri.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

BANDUNG jangan dikotori dengan kultus dan keberhalaan. Patung Soekarno yang direncanakan akan dibangun di Taman Saparua tersebut dikhawatirkan menjadi bagian dari kultus dan keberhalaan itu. Awalnya memang semata-mata penghormatan sebagai tokoh sejarah bangsa atau bagian untuk membangun semangat nasionalisme, akan tetapi kekhawatiran pengkultusan dan pemberhalaan ternyata semakin terasa.

Belum juga tahap pembangunan, Pemerintah Provinsi Jabar sudah melakukan, sekurang-kurangnya mengizinkan, upacara ruwatan dengan sesajen-sesajen bernuansa mistik.

Pandangan budaya bisa berbeda dengan visi keagamaan. Agama melihat hal tersebut sebagai ritual yang mendekati kemusyrikan. Wajar jika umat Islam di Bandung atau Jawa Barat pada umumnya khawatir jika perbuatan tersebut dapat mengundang adzab dari Allah.

Penghormatan kepada Soekarno sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan tidak harus selalu diwujudkan melalui pembuatan patung tinggi atau besar. Nasionalisme dapat dan strategis ditanamkan kepada siapapun melalui ruang pendidikan dan media lainnya.

Lagi pula jika patung ini dimaksudkan bahwa Soekarno adalah proklamator itu maka tidaklah boleh meninggalkan Moh. Hatta. Keduanya "dwi tunggal" yang telah memproklamasikan kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia.

Protes atas pembangunan patung Soekarno diprediksi akan terus berlanjut. Kang Emil (Ridwan Kamil) sebagai Gubernur Jawa Barat itu bersiap menanggung dosa berupa serangan kritik dan penolakan.

Meski akan lengser sebentar lagi tetapi kebijakan pada akhir masa jabatan dengan mengizinkan dan bersukacita atas pembangunan patung tersebut akan menuai kecaman dan tuntutan masyarakat Jawa Barat.

Sebagai kebijakan kontroversial, maka pro dan kontra bisa saja terjadi. Akan tetapi karena masalah ini sangat sensitif dan dapat menyentuh berbagai aspek termasuk keyakinan keagamaan, maka konflik ke depan bukan mustahil akan terjadi. Bagi sebagian umat Islam keberhalaan adalah sejarah kuno yang mesti dilawan bahkan dihancurkan.

Dimensi keagamaan adalah satu faktor. Aspek lain adalah domain hukum. Sudah tepatkah perizinan yang dikeluarkan bila dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Perda Jawa Barat ? Bagaimana konten Perjanjian Pemprov Jawa Barat dengan Yayasan Putera Nasional Indonesia, khususnya anggaran Rp 14,5 miliar, mulai kapan menjadi beban APBD?

Dari aspek sosial terkesan pembangunan ini minus sosialisasi. Pada tingkat DPRD saja jangankan menyetujui untuk mengetahui pun tidak. Proyek ini dipandang "misterius", "ujug-ujug" serta sarat dengan kepentingan politik.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto perlu menyebut peluang Ridwan Kamil sebagai Bacawapres Ganjar Pranowo pada acara "groundbreaking" saat itu. Konon, patung ini akan diresmikan oleh Megawati Soekarnoputeri.

Patungisasi Soekarno di berbagai daerah adalah hak jika didirikan di lahan sendiri dengan prosedur perizinan yang benar. Tetapi jika di tempat-tempat umum, maka perlu pertimbangan akan relevansi dengan kebutuhan masyarakat. Tidak memanipulasi nasionalisme untuk hal yang sebenarnya tidak mendesak dan relevan dengan pendirian patung tersebut.

Apalagi jika dikaitkan dengan mistisisme tentu tidak sesuai dengan ajaran Soekarno sendiri yang jika masih hidup mungkin tidak akan setuju dengan pengkultusan dan pemberhalaan dirinya melalui patung-patung yang dibuat. Bukan seperti itu cara mengenang kepahlawanan. Pandangan maju dan progresifnya akan mengkritisi dan mempermasalahkan.

Pandangan progresif keagamaan Soekarno bisa kita baca dalam buku kumpulan surat-surat atau tulisannya yang dihimpun dalam buku berjudul "Islam Sontoloyo".

Menarik di antara tulisannya:

"Kini mereka sudah mulai sehaluan dengan kita dan tak mau mengambing saja lagi kepada kekolotannya, ketakhayulannya, kejumudannya, kehadramautannya, kemesumannya, kemusyrikannya (karena percaya kepada azimat-azimat, tangkal-tangkal dan "keramat-keramat") kaum kuno, dan mulailah terbuka hatinya buat "agama yang hidup".

Nah, Kang Emil mumpung masih ada waktu dan menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, maka batalkan rencana pembangunan patung tertinggi Soekarno di lahan milik Pemprov Jawa Barat Taman Saparua tersebut. Mudharatnya jauh lebih besar dari manfaatnya. (*)