Memimpin People Power di TPS?
Rakyat telah menunggu Anies tampil sebagai capres yang tidak biasa-biasa saja. Anies harus tampil sebagai capres yang berani merangkul para tokoh penggerak perubahan untuk meraih kemenangan di setiap TPS.
Oleh: Setya Dharma Pelawi, Aktivis ProDem
PELAKSANAAN Pemilihan Presiden RI ke-8 semakin dekat. Empat Belas Februari 2024, Rakyat Indonesia akan menentukan nasibnya lima tahun mendatang. Tetap berada di bawah pemerintahan rezim lama dengan "boneka" baru atau bertindak revolusioner dengan memilih Presiden yang siap melakukan perubahan?
Menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu situasi politik semakin memanas. Kelompok-kelompok yang sangat berkepentingan mengendalikan kekuasaan terus memainkan jurus politiknya. Semua aspek tata kelola negara kini diwarnai dengan aroma politik yang tajam.
Para bakal calon presiden bermunculan. Ganjar Pranowo telah diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Prabowo Subianto dijagokan oleh Partai Gerindra sedangkan Anies Rasyid Baswendan digadang-gadang sebagai calon pembawa suara perubahan akan diusung oleh Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat.
Sehingga, Jokowi sendiri sebagai calon pensiunan presiden tak tinggal diam. Kepentingan ekonomi dan politik keluarga yang saat ini sedang naik daun memerlukan jaminan keselamatan. Presiden selanjutnya harus loyal kepadanya. Karena itu tanpa ragu dan malu dia gunakan berbagai instrumen kekuasaan untuk menjadi cawe-cawe soal calon presiden.
Tindakan cawe-cawe Presiden Jokowi, jelas menunjukan sikap tidak netral. Bertentangan dengan etika dan sikap seorang yang demokratis. Jokowi menunjukkan wataknya sebagai pemimpin feodal yang haus kekuasaan.
Sikap cawe-cawe Jokowi berbanding terbalik dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada pemilu tahun 2014, presiden ke-6 RI tersebut bersikap independen. Proses demokrasi berjalan lebih tentram karena sesuai dengan arah konstitusi negara.
Dalam menjalankan politik cawe-cawe, Jokowi membungkusnya dengan narasi klise dan dikemas untuk "kepentingan bangsa dan negara". Menurutnya, demi kesinambungan pembangunan maka presiden ke-8 harus sosok yang berani berkomintmen untuk melanjutkan kebijakan-kebijakannya. Dua figur yang dianggap loyalis Jokowi adalah Ganjar dan Prabowo. Sedangkan Anies, sebagai capres yang menolak tunduk, sudah dicap sebagai yang akan menegasi/melikuidasi kepentingan politik Jokowi beserta keluarga.
Anies adalah ancaman terbesar bagi Jokowi dan para oligarki penyokong. Baik wayang maupun dalang ini sedang didera kepanikan yang luar biasa menghadapi fenomena Anies Mania yang berkembang pesat secara alamiah.
Sebagai calon yang berpotensi mendapat dukungan mayoritas suara pemilih, pencalonan Anies terus-menerus diganggu, dihambat, bahkan dijegal. Rezim yang kompak mengelola kekuasaan dengan prinsip-prinsip Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) konstitusional merasa panik karena berdiri di tepi jurang kehancuran.
Keinginan rakyat untuk perubahan begitu besar. Cita cita mulia tersebut harus melalui jalanan yang berliku-liku.
Visi Perubahan yang diusung Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera sangat sejalan dengan keinginan rakyat. Hari ini kehidupan rakyat semakin hari semakin sulit, tidak ada lagi harapan bagi kehidupan tentram sejahtera di rezim ini. Kekuatan oligarki justru tambah merajalela, memporak-porandakan kedaulatan dan kepentingan rakyat.
Mengutip Rizal Ramli sebagai salah satu inisiator perubahan dari masa ke masa, "Perubahan tidak bisa diharapkan datang dari sekelompok elit politik apalagi elit politik yang sudah nyaman dalam asuhan oligarki. Perubahan sejati akan datang dari dinamika massa rakyat yang sudah tergerus kesabarannya serta punah kepercayaan terhadap para elit politik".
Aktivis Lintas Zaman tersebut meyakini bahwa perubahan tidak datang serta merta. Perubahan bukan hadiah yang ditunggu kedatangannya. Perubahan harus direbut.
Pilpres 2024 mendatang, jika rakyat ingin perubahan sejati, perlu disusun kembali kekuatan gerakan rakyat yang masif. Rencana licik dari kekuatan oligarki untuk mengganti bonekanya hanya bisa digagalkan oleh kekuatan rakyat. Kekuatan yang bisa membebaskan diri dari skenario politik para elit parpol.
Tokoh-tokoh gerakan perubahan yang kini masih tercerai-berai dan saling curiga-mencurigai harus berani melucuti egonya masing-masing. Rizal Ramli dan tokoh-tokoh berintegritas lainnya harus segera turun gunung. Tinggalkan ruang-riang podcast di youtube atau studio televisi. Kembali turun ke basis-basis rakyat yang sudah menunggu untuk bergerak.
Rakyat perlu kepemimpinan yang kuat selain figur-figur partai di koalisi perubahan. Jika para tokoh partai memiliki tiket capres untuk kemenangan Anies Baswedan maka tokoh tokoh non partai akan melengkapinya dengan daya pukul gerakan people power.
Gerakan massa rakyat yang paling realistis hari ini adalah gelombang perlawanan rakyat melalui perjuangan elektoral. Tanpa dukungan gerakan rakyat yang militan, bisa dipastikan Anies Baswedan tak akan bisa mendapat tiket capres apalagi memenangkannya.
Apakah para maestro perubahan seperti Rizal Ramli dan kawan-kawan akan berani tampil kemuka? Apakah mereka mau turun tangan menggalang persatuan gerakan perubahan? Apakah mereka cukup punya nyali untuk memimpin "People Power" di TPS?
Rakyat telah menunggu Anies tampil sebagai capres yang tidak biasa-biasa saja. Anies harus tampil sebagai capres yang berani merangkul para tokoh penggerak perubahan untuk meraih kemenangan di setiap TPS.
Anies tidak bisa hanya mengandalkan elit-elit partai pendukungnya saja untuk memenangkan pertempuran. Anies tak mungkin menang jika hanya mengandalkan para relawan yang suka berkerumun dan berebut akses logistik.
Anies hanya akan menang jika bergandengan tangan dengan para penggerak perubahan. Karena mereka yang akan mampu menggerakkan rakyat untuk berbondong bondong mencoblos Anies di TPS tanpa mahar. Saatnya Anies sebagai capres koalisi perubahan menggandeng Rizal Ramli dan kawan kawan untuk menggelorakan gerakan "people power" di TPS. (*)