Pergantian Panglima TNI dan Jokowi di Ujung Kekuasaan Pilpres 2024

Ketidakpuasan masyarakat akibat pembayaran hutang yang besar dan dampak ekonomi negatifnya bisa memicu protes dan kericuhan. Jika pemerintah tidak bisa mengatasi krisis ini, situasi keamanan dalam negeri bisa menjadi lebih kacau.

Oleh: Agusto Sulistio, Mantan Kepala Aksi dan Advokasi PIJAR (era 1990an) dan Lembaga Kajian Strategis Rakyat (1998 – 2001)

PRESIDEN Jokowi telah menginformasikan pergantian Panglima TNI ke Komisi I DPR-RI. Jabatan Panglima TNI yang saat ini diemban oleh Laksamana TNI Yudo Margono akan segera memasuki masa pensun pada akhir November 2023.

Sumber terpercaya mengkonfirmasi bahwa Jenderal TNI Agus Subiyakto yang baru saja menjabat KASD pada 25 Oktober 2023, akan menggantikan posisi Yudo Margono.

Rotasi atau pergantian Panglima TNI adalah hal wajar untuk memastikan proses regenerasi di lingkungan TNI berjalan sebagaimana mestinya, sesuai dengan konstitusi dan tantangan tugas ditengah ancaman yang kiat meningkat.

Setahun lalu, dalam forum diskusi rutin Indonesia Democracy Monitor yang dipimpin Dokter Hariman Siregar, penulis menanyakan tentang variabel penting jelang Pemilihan Presiden 2024. Jawabannya adalah, Panglima TNI yang menjabat saat Pilpres 2024 nanti berlangsung.

Jawaban tersebut sangat menarik untuk dikaji, sehingga penulis menganggap perlu menganalisanya guna melihat peta tantangan dan ancaman pasca Pilpres 2024 tahun depan.

Rotasi pergantian Panglima TNI jelang pilpres 2024 saat ini menjadi sangat penting dan strategis jika dibanding dengan pergantian Panglima TNI sebelumnya. Seperti yang sudah-sudah, setiap pelaksanaan Pilpres atau pergantian kekuasaan menyebabkan situasi politik memanas akibat terjadinya perbedaan pandangan politik di seluruh lapisan masyarakat.

Namun jelang pilpres 2024 penulis menilai keadaan sangat berbeda dengan pilpres sebelumnya. Itu sebabnya jabatan KSAD Agus Subiyakto akan dipercepat, untuk segera naik jabatan lagi sebagai Panglima TNI, jabatan yang jauh lebih kompleks dan penting.

Walau terkesan buru-buru, kita perlu memahami langkah Presiden yang kini tengah menghadapi berbagai persoalan besar dan prinsip di dalam negeri. Itu sebabnya Jokowi memindahkan Agus Subiyakto dari posisi KSAD ke Posisi Panglima lebih cepat, dari biasanya jabatan KSAD rata-rata dijalani 1 tahun. Namun jika tak ada perubahan Agus Subiyakto hanga menjabat sebagai KSAD satu bulan lebih.

Walaupun demikian, kita tak bisa memastikan apakah Agus Subiyakto setelah menjadi Panglima akan sampai masa pensiun, atau detik-detik jelang pelaksanaan Pilpres 2024 ia pun diganti. Ini semua kembali kepada diri Presiden Jokowi, sejauh mana Panglima TNI khususnya, dan Kapolri dapat meyakinkan diri Jokowi.

Bagaimana pun Presiden Jokowi pasti mengharapkan Panglima TNI yang loyal dan dapat dipercaya di akhir masa jabatannya sebagai presiden akan segera berakhir. Terlebih Jokowi selama 10 tahun menjalankan pemerintahan tak pernah lepas dari pro-kontra.

Lebih lanjut penasehat ABRI era Reformasi, yang juga Menko Kabinet Jokowi periode kedua, DR. Rizal Ramli telah menyampaikan bahwa perekonomian di Indonesia tidak mencapai harapan rakyat juga janji kampanye Jokowi.

Kemudian Bang RR, panggilan akrabnya menduga bahwa Jokowi juga berupaya mempertahankan kekuasaannya dengan menggunakan dinasti politik. Tentu fakta yang disampaikan Bang RR bisa menjadi perenungan khusus bagi Jokowi diakhir masa jabatannya.

Sejarah Panglima TNI Masa Peralihan

Saat reformasi tahun 1998, jabatan Panglima TNI yang diemban oleh Jenderal TNI Wiranto saat itu sangat penting.

Wiranto ketika itu memainkan peran penting selama masa peralihan kekuasaan di Indonesia, terutama dalam menjaga keselamatan Presiden Soeharto. Ini adalah salah satu contoh konkrit bagaimana peran Panglima TNI dapat sangat signifikan dalam konteks perubahan politik.

Pada tahun 1998, Indonesia mengalami perubahan politik signifikan ketika Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah tekanan besar dari unjuk rasa dan demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi politik. Situasi ini sangat sensitif dan berpotensi berujung pada kerusuhan dan konflik.

Panglima TNI Wiranto saat itu memiliki peran penting dalam memastikan kedaulatan negara tetap terjaga selama masa peralihan kekuasaan. Ia pun harus memastikan agar situasi tetap terkendali dan tidak berujung pada konflik bersenjata atau kekacauan yang lebih besar.

Langkah Wiranto yang mendukung proses peralihan kekuasaan dengan menjaga stabilitas dan mengoordinasikan langkah-langkah bersama dengan pihak sipil, termasuk DPR, untuk mencari solusi yang damai dan stabil. Itu merupakan hal yang perlu dan penting dilakukan, meskipun kemampuan ini tak dimiliki oleh semua personel.

Tak hanya pada wilayah peralihan kekuasaan dari Soeharto ke Presiden BJ Habibie, Panglima TNI Wiranto ketika itu juga memainkan peran dalam menjamin keamanan selama proses pelantikan Presiden yang baru, Habibie, serta selama periode awal kepemimpinan Habibie. Langkah Wiranto ini sangat membantu menjaga stabilitas selama transisi politik yang sensitif saat itu.

Potensi Ancaman Internasional

Pergantian Panglima TNI bisa diartikan sebagai respon atas situasi politik dalam negeri, serta situasi dunia. Bahwa secara nyata situasi perang Ukraina – Rusia yang kini masih berkecamuk, dan masih menyisakan dampak ekonomi di seluruh dunia.

Ketegangan di Palestina yang saat ini masih terus dilakukan Israel khususnya di Jalur Gaza, juga memicu protes dan unjuk rasa di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Demonstrasi ini bisa berkembang menjadi kerusuhan atau bentrokan dengan pihak berwenang, dan yang berpotensi mengancam ketertiban dan keamanan dalam negeri. Hal ini terjadi jika Negara atau Pemerintah Indonesia tidak bisa bijak dalam menyikapi reaksi masyarakat terkait serangan Israel ke Jalur Gaza.

Konflik di Palestina bisa memengaruhi pandangan sebagian individu atau kelompok di Indonesia, akibat kebijakan dalam negeri yang tidak seimbang dalam menyikapi soal Israel dan Palestina. Ini perlu diingat mayoritas pemeluk agama Islam terbesar di dunia adalah Indonesia.

Ketegangan internasional seperti ini bisa memengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara di dunia. Perubahan dalam kebijakan luar negeri bisa memengaruhi hubungan diplomatik dan perdagangan, yang pada gilirannya bisa memengaruhi stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri.

Hal lain yang tak kalah penting adalah persoalan ekonomi. Bahwa bagaimanapun besarnya hutang luar negeri yang memiliki dampak dalam negeri merupakan konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah dan rakyat. Situasi akan memburuk jika jatuh tempo atau kebijakan negara peminjam berubah sehingga menyebabkan keadaan keuangan Indonesia menjadi tidak terkendali alias colaps.

Besarnya hutang luar negeri mencakup pembayaran bunga dan pokok hutang. Besarnya hutang Indonesia dapat menghabiskan sebagian besar anggaran negara. Artinya akan ada lebih sedikit sumber daya yang tersedia untuk program-program penting lainnya seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pelaksanaan Pilpres.

Ketidakpuasan masyarakat akibat pembayaran hutang yang besar dan dampak ekonomi negatifnya bisa memicu protes dan kericuhan. Jika pemerintah tidak bisa mengatasi krisis ini, situasi keamanan dalam negeri bisa menjadi lebih kacau.

Pesiden bersama Panglima TNI, Kapolri merupakan faktor penentu utama atas keadaan di dalam negeri. Situasi bisa menjadi chaos atau damai tergantung dari pemerintah itu sendiri, khususnya Presiden Jokowi, Panglima TNI dan Kapolri.

Kesemuanya akan berdampak pada Pilpres dan hasinya, apakah berlangsung dengan damai, dan adil atau sebaliknya.

Kalibata, Jakarta Selatan, 31 Oktober 2023, 14.09 Wib. (*)