Prabowo dan Anies Capres dalam Ancaman Oligarki

Capres Ganjar Pranowo adalah satu-satunya Capres yang bisa dipercaya menggantikan peran Jokowi sebagai boneka kekuatan asing dan yang akan bisa meneruskan semua program Jokowi saat ini.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

PUSAT kegaduhan politik di koalisi perubahan ada di Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atas kendali penguasa dan remote Oligarki.

Munculnya rekayasa menduetkan Anies Baswedan (ARB) dan Muhaimin Iskandar (MI) sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2024-2029, adalah rekayasa canggih untuk menghentikan kekuatan ARB yang makin tidak terbendung.

Duet tersebut bisa jadi hanya kamonflase karena, pasangan tersebut bisa dihentikan ketika mendekati pendaftaran capres dan cawapres ke KPU kasus Muhaimin Iskandar masuk ke pengadilan. Dan kembali aman setelah ARB gagal dalam pencapresan sebagai Presiden.

Keluarnya PKB dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIK) bukan karena terdesak Partai Golkar dan PAN, tetapi dugaan kuat ada penugasan khusus membayangi ARB agar bisa berhenti dan gagal menjadi capres 2024.

Pintu masuk kerja politiknya melalui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang belakangan ini bolak-balik ke Istana bertemu Joko Widodo tidak akan lepas dari skenario besar Oligarki.

Resiko kemarahan Partai Demokrat pasti sudah diperhitungkan, ketika Partai Nasdem bertindak sepihak tanpa melibatkan anggota Koalisi (Perubahan untuk Persatuan) lainnya, untuk menduetkan ARB sebagai capres dan Muhaimin Iskandar (Ketum PKB) sebagai cawapresnya.

Upaya bagaimana Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dilemahkan. Secara langsung ada keterlibatan cawe-cawe Jokowi atas remote Oligarki. Bahwa Pilpres 2024 harus tetap dalam genggaman, pengaruh, kekuatan dan kendali Oligarki, apabila perpanjangan masa jabatan Presiden gagal dilaksanakan.

Rekayasa politik lanjut Jokowi diduga menekan Golkar dan PAN untuk bergabung ke dalam KKIR. Tekanan terhadap Golkar terlihat jelas ketika Airlangga Hartaryo (Ketua Umum Golkar) diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi kasus korupsi ekspor minyak goreng.

Tidak lama berselang, Golkar dan PAN deklarasi bergabung dengan KKIR yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.

Kedua tokoh tersebut masih berada dalam kendali kekuasaan atas berbagai kasus yang masih melekat dalam dirinya masing-masing.

Sudah cukup lama informasi terekam sampai sekarang, sesungguhnya Taipan Oligarki dengan sekutu kekuatan besar mereka belum percaya terhadap Prabowo Subianto (PS) adalah Capres yang akan memiliki loyalitas total terhadap Oligarki.

Rekayasa politik yang cukup canggih kerja sama dengan Jokowi, sesungguhnya tidak aman bahkan membahayakan. Ancaman bagaimana dikalahkan pada saat Pilpres adalah rekayasa yang pasti menjadi agenda Oligarki.

Semua basa-basi politik pencapresan 2024, tetap dalam kendali Oligarki dengan sekutu kekuatan yang lebih besar, khususnya dari China.

Capres Ganjar Pranowo adalah satu-satunya Capres yang bisa dipercaya menggantikan peran Jokowi sebagai boneka kekuatan asing dan yang akan bisa meneruskan semua program Jokowi saat ini.

Sekalian Jokowi akan mencari aman paska menjabat kepada capres Prabowo Subianto (PS) dan Ganjar Pranowo (GP) – peluang PS untuk bisa menang dalam hitungan politik Oligarki sangat kecil.

"Jalan keluar kondisi saat ini satu-satunya jalan adalah negara kembali ke UUD 45 dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui lembaga tertinggi MPR". Kalau ini belum terwujud jangan harap ada Pilpres langsung umum bebas dan rahasia serta jujur dan adil di Indonesia. (*)