Resmi Jadi Capres, Suara Ganjar Stagnan: Bakal Digantikan Srikandi Kembar?
Selang empat hari kemudian, PDIP Jatim membocorkan survei internalnya dalam menjaring calon wakil presiden. Khofifah termasuk dalam survei. Wakil Ketua DPD PDIP Jawa Timur Erma Susanti bahkan menyebut elektabilitas Khofifah cenderung tinggi.
Oleh: Mochamad Toha dan Bunayya Saifudin, Wartawan Freedom News
BEBERAPA jam sebelum pengumuman Calon Wakil Presiden untuk Calon Presiden Joko Widodo dari Koalisi PDIP, Profesor Mahfud MD, sudah bersiap di sebuah restoran yang dekat lokasi acara Deklarasi Pasangan Capres – Cawapres pada Pilpres 2019.
Saat itu, Mahfud nyaris menjadi cawapres yang mendampingi Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2019. Kala itu, nama Mahfud mencuat di antara nama-bama lain yang menurut survei disebut-sebut cocok mendampingi Jokowi, seperti Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan KSP Moeldoko.
Mahfud pernah mengisahkan pengusungan dirinya sebagai cawapres Jokowi dalam sebuah acara televisi nasional pada pertengahan Agustus 2018 lalu. Dalam acara tersebut, Mahfud mengungkap Jokowi sudah menjatuhkan pilihannya kepada dirinya sehari sebelum mengumumkan bacawapres.
Bahkan, Mahfud saat itu telah diminta untuk mengukur ukuran baju. Hal itu dilakukan karena pihak Istana akan membuatkan baju yang akan dikenakan Mahfud ketika deklarasi capres-cawapres. Namun, keputusan itu tiba-tiba berubah pada Kamis malam, 9 Agustus 2018.
Padahal, sore itu, Mahfud bersiap dan diperintahkan menunggu di Restoran Tesate yang terletak di seberang Plataran Resto, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Agustus 2018. Mahfud MD berada di Restoran Tesate yang terletak tepat di seberang Plataran Resto. Restoran tersebut hanya dipisahkan oleh persimpangan jalan.
Mahfud dikabarkan telah mempersiapkan diri mengenakan kemeja putih yang dipadu dengan celana panjang hitam. Kemeja itu adalah miliknya sendiri, bukan kemeja yang sudah diukur sebelumnya. Sampai sekarang, kemeja yang sudah diukur itu konon masih tertinggal di Istana.
"Tapi baju yang saya pakai baju saya sendiri bukan yang dari presiden, karena baju dari presiden kan mau dipakainya besoknya," kata Mahfud. Beberapa saat sebelum pengumuman bacawapres, tiba-tiba dia ditelepon Pratikno. "Pak Mahfud, sepertinya ada perubahan. Coba bapak kembali dulu ke tempat semula," kata Mahfud MD, saat itu.
Pada akhirnya, Jokowi mengumumkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya pada Kamis malam, 9 Agustus 2018 di Restoran Plataran, Menteng, Jakarta. Duet Jokowi – Ma'ruf kemudian memenangi Pilpres mengalahkan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Mengingat peristiwa tersebut, Mahfud mengaku tak kecewa. Ia menyadari bahwa dalam politik biasa terjadi manuver tinggi. "Politik begitu bisa terjadi belokan tiba-tiba. Enggak apa-apa, itu biasa aja, selalu terjadi," kata Mahfud dalam program Aiman di Kompas TV yang tayang Selasa (11/1/2022).
Mengapa Koalisi PDIP membatalkan pilihan Jokowi atas Mahfud tersebut? Politisi senior Panda Nababan pernah mengungkapnya dalam dialog di Adu Perspaktif yang tayang, Senin (9/1/2023).
"Saya terpanggil meluruskan, mengenai Kiai Ma'ruf yang sebelumya Mahfud MD. Kalau yang aku tahu dari investigasiku, memang ada beberapa tokoh pimpinan partai di last minutes memprotes Mahfud diangkat jadi wapres," ujar Panda Nababan.
"Mahfud punya memori dengan partai politik yang tidak baik, terutama dengan PKB, dengan Cak Imin lah, maka jadilah ke Ma'ruf," imbuhnya. Cak Imin yang dimaksud adalah Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Panda tak menyebutkan lebih detail lagi mengapa pilihan Jokowi menuju pada Ma'ruf Amin. "Secara spesifik memang ada pimpinan partai yang memprotes," ujar Panda. "Kalau Ma'ruf dia lah pilihannya karena tidak jadi Mahfud, ya itu lah nasib dia lah," tambahnya.
Dapat dipastikan, yang memrotes pilihan atas Mahfud sebelumnya ini adalah Cak Imin sendiri. Ada catatan hubungan yang tidak baik antara Cak Imin dengan Mahfud ketika terjadi konflik internal di PKB. Mantan Menhan pada era Presiden Abdurrahman Wahid ini saat itu berada di kubu Gus Dur. Karena Cak Imin dianggap “membegal” PKB dari tangan Gus Dur.
Itulah penyebab konflik antara Cak Imin dengan Mahfud sesungguhnya. Di kalangan NU sendiri, Cak Imin dianggap sudah “khianati” Gus Dur, pamannya sendiri. Makanya, bisa dipahami kalau sekarang ini Cak Imin lebih memilih berkoalisi dengan Partai Gerindra ketimbang PDIP.
Sebab, bukan tak mungkin pada last minutes menjelang pendaftaran capres – cawapres 2024 nanti, atas persetujuan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ganjar Pranowo berpontensi diganti dengan tokoh PDIP lainnya seperti Puan Maharani yang sejak awal memang juga digadang-gadang sebagai bacapres PDIP.
Seperti kata Indra Adil, Eksponen PKM IPB 77/78, Puan Maharani adalah Khittah PDIP selama 9 Tahun belakangan ini. Artinya, selama 9 tahun terakhir, Puan menjadi pusat perhatian dan pusat harapan PDIP sekaligus Pusat Keselamatan Trah Soekarno.
Artinya, selama 9 tahun terakhir ini, seluruh potensi PDIP adalah untuk menjadikan Puan sebagai penyelamat PDIP sekaligus Penyelamat Trah Soekarno dengan menempanya untuk menjadi Presiden RI pada tahun 2024. Itu menjadi Khittah PDIP dalam 9 tahun terakhir.
Namun, ada pihak yang tak nyaman dengan hal tersebut, maka dibuatlah Skenario Penenggalaman Puan dan sekaligus Pemunculan Nama Baru dalam komunitas yang sama. Ini persis sama dengan Pengenalan Jokowi pada awal-awal Tahun 2000-belasan atau 13 tahun yang lalu..
Ketika PDIP total mendeklarasikan Ganjar sebagai capres pada Jum’at, 21 April 2023, di Istana Batu Tulis, Bogor, bak secepat kilat. Sayangnya, hal ini tak seperti kala Megawati mendeklarasikan Jokowi pada 2014 yang terkesan ngegas dan menggenjotnya.
Dulu, ketika di Ungaran, Jawa Tengah, Jumat 4 Juli 2014, Megawati menghembuskan ujaran yang dinilai pendukungnya cukup simpatik.
Kala itu dengan lantang Megawati menyatakan "Jokowi bukan hanya milik PDIP saja, tapi setelah Jokowi dideklarasikan sebagai capres maka ia berarti sudah bersama kalian, saya serahkan kepada kalian dan ayo kita perjuangkan bersama-sama".
Nah, bagaimana dengan sikap Megawati sekarang ini dalam siasat menghadapi pertarungan 2024? Akankah terulang pernyataan yang sama seperti saat di ungaran 2014 itu? Misalnya, "Ganjar bukan hanya milik PDIP. Setelah dideklarasikan sebagai capres, sekarang Ganjar bersama kalian, untuk itu ia saya serahkan kepada kalian. Ayo perjuangkan bersama-sama.”
Ketika Megawati tidak menyatakan hal yang serupa seperti di Ungaran di atas, maka bisa diendus proses pencapresan Ganjar belum total dan mencerminkan keraguan. Ditambah lagi ada gelagat, bahwa hak prerogratif Ganjar untuk menentukan kabinet tetap akan dimonopoli oleh PDIP.
Dalam arti, PDIP akan menentukan menteri-menteri yang duduk di kabinet. Bukan Ganjar sebagai Presiden yang menentukan. Jika endusan itu benar adanya maka Ganjar maupun PDIP jelas telah mengangkangi UUD 1945, Pasal 17 ayat (2) yang berbunyi:
"Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri-menteri sebagai pembantu Presiden bertanggung jawab kepada Presiden bukan kepada DPR atau MPR. Presidenlah total yang mempertanggungjawabkan segala tindakan pemerintah kepada MPR.”
Mengingat masih adanya keraguan pada diri Megawati atas sosok Ganjar, apalagi selama dua periode menjabat Gubernur Jawa Tengah masih Nir-Prestasi, pencapresan Ganjar berpotensi dibatalkan Megawati. Putri Bung Karno ini bisa “end game” Ganjar!
Demi mengamankan trah Soekarno, bisa saja Megawati menunjuk Puan Maharani, putrinya sebagai pengganti Ganjar. Dan, menjodohkan putrinya itu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai cawapres Puan. Muncullah paslon “Srikandi Kembar”: Puan – Khofifah.
Selain dapat menutupi kekurangan Ketua DPR itu, Khofifah adalah tokoh NU yang pernah menjabat menteri pada dua presiden yang berbeda. Pada 1999 Khofifah pernah jadi Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Abdurrahman Wahid.
Pada Pilpres 2014, Khofifah diminta menjadi salah satu Juru Bicara paslon Joko Widodo – Jusuf Kalla. Jokowi – JK menang, dan meminta Khofifah menjadi Menteri Sosial pada Kabinet Kerja 2014-2019.
Mengapa Megawati berpotensi mengganti Ganjar Pranowo dan memilih Khofifah? Ada suara di lingkaran dalam PDIP, Megawati menyatakan kekecewaannya karena usung Ganjar untuk pimpin Jateng.
Ganjar dinilai Megawati tidak punya prestasi meski jadi Gubernur Jateng. Ia tidak mampu berprestasi. Ganjar tidak seperti Tri Rismaharini saat pimpin Surabaya, dan Abdullah Azwar Anas ketika jadi Bupati Banyuwangi.
Selama dua periode menjabat Gubernur Jateng, Ganjar telah menunjukkan ketidakmampuannya sebagai Kepala Daerah. Dua periode menjabat, angka kemiskinan di Jateng malah meningkat. Yang awalnya 5 daerah miskin naik menjadi 19 daerah miskin.
Ditambah lagi, ada aroma korupsi saat Ganjar menjabat Gubernur. Bareskrim Polri mengungkap, kasus dugaan korupsi dan pencucian uang saat pemberian kredit proyek di Bank Jateng Cabang Jakarta dari 2017-2019 senilai 500 miliar rupiah.
Ganjar pernah pula dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dengan tudingan, telah membiarkan terjadi praktik korupsi APBD Jateng perubahan 2013 dan APBD murni 2014 ke Kejati Jateng.
Ditambah lagi, elektabilitas Ganjar belakangan ini bukannya naik, tapi malah sempat disalip oleh capres Prabowo Subianto, yang sebelumnya bersaing ketat berdasarkan “SurPay” sejumlah lembaga survei “berbayar”.
Srikandi Kembar
Jika menyimak nir-prestasi Ganjar Pranowo selama menjabat Gubernur Jateng selama dua periode, maka mengganti Ganjar dengan Puan Maharani sangatlah logis, dan tidaklah sulit. Sekelas Mahfud MD saja bisa dibatalkan oleh Megawati, apalagi selevel Ganjar Pranowo.
Puncak karier politik Puan sebagai Ketua DPR RI lebih menjanjikan ketimbang Ganjar yang hanya menjabat gubernur. Apalagi, jika Puan dipasangkan dengan Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, yang pengalaman politiknya sudah teruji dan terbukti.
Dalam beberapa waktu belakangan ini, Khofifah melakukan lawatan tak biasa. Mantan Mensos ini mengunjungi tempat bersejarah yang lekat dengan ayah dan ibu Megawati. Selain mengunjungi makam Bung Karno, Khofifah juga bertandang ke rumah Ibu Fatmawati di Kota Blitar, 27 Juni 2023.
Ziarah ke makam pendiri republik ini dilakukan Khofifah bersama para Ketua Umum Organisasi Mahasiswa seperti GMNI, PMII, HMI, GMKI, PMKRI, IMM dan SEMMI. Menurut Khofifah, Bung Karno adalah sosok panutan bangsa yang patut ditiru. Dia berharap mahasiswa memahami dan mengamalkan Konsep Trisakti Sukarno.
"Hari ini tidak mudah menemukan negarawan meski banyak sekali pemimpin yang berasal dari politisi," kata dia.
Apakah kunjungannya ini bagian dari kesiapan Khofifah jika akhirnya dipinang PDIP? "Mboten-mboten (bukan-bukan). Jadi ini adalah agenda GMNI. Kemudian ada materi untuk saya, saya diminta menyampaikan Trisakti Bung Karno," kata Khofifah.
Pada 2 Juli 2023, dia kembali melawat. Kali ini ke Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu. Lawatan itu dilakukan di sela-sela agenda Misi Dagang dan Investasi Pemprov Jatim di Bengkulu.
"Selama diasingkan di Bengkulu, Bung Karno tetap gigih untuk menyuarakan semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia yang menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia dan relevan untuk diterapkan sampai saat ini," kata dia.
Selang empat hari kemudian, PDIP Jatim membocorkan survei internalnya dalam menjaring calon wakil presiden. Khofifah termasuk dalam survei. Wakil Ketua DPD PDIP Jawa Timur Erma Susanti bahkan menyebut elektabilitas Khofifah cenderung tinggi.
Jika akhirnya Megawati membatalkan Ganjar, menggantinya dengan Puan, lalu memasangkannya dengan Khofifah, maka peluang untuk menang Pilpres 2024 sangatlah besar. (*)