Urgensi Pemilu Tanpa Jokowi

Betapa leluasa dan sehatnya demokrasi jika Jokowi sudah tidak ada. Tahun 2024 akan menjadi pertaruhan apakah tahun malapetaka atau bahagia? Tergantung pada pilihan partai politik sendiri. Rakyat akan membersamai untuk pilihan pemakzulan cepat.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

TUDINGAN bahwa Partai Nasdem mengarahkan Cawapres Anies Baswedan kepada Muhaimin Iskandar alias Cak Imin akan terjawab ke depan. Rupanya semakin dekat waktu untuk pendaftaran Capres/Cawapres ke KPU maka pola pasangan di semua Koalisi semakin berkonfigurasi tajam. Tergambar juga lempar-lemparan dalam kerangka strategi atau mungkin kepanikan sekaligus kebingungan.

Gestur politik dari para Ketum dikejar media. Jodoh Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan terus membuat penasaran bukan hanya oleh pendukung tetapi juga media. Berita besar sangat dibutuhkan. Porak-poranda Koalisi Prabowo gara-gara Golkar dan PAN bergabung. Akankah berimplikasi pada kemungkinan porak-poranda pula pada Koalisi Anies dengan telah bergabungnya PKB?

Partai Demokrat kebakaran rambut, tidak tenang mereaksi. Telah muncul aksi penurunan baliho Anies AHY segala. Bahasa penghianatan berhamburan. Anies sebenarnya kompeten dan diberi kewenangan untuk mengumumkan final mengenai pasangannya.

Sebelum itu maka manuver partai adalah hal biasa sebagaimana AHY yang pernah mendekat kepada PDIP. Marahnya Demokrat mungkin belajar dari suksesnya pola "angry bird" ketika mengancam dan melawan Moeldoko.

Surya Paloh langsung bersilaturahmi pada Jokowi. Ia masih memegang kaki Jokowi walau mungkin ia bisa juga menekuk tangan Joko Widodo. Ancaman bagi Anies jika berpasangan dengan Cak Imin adalah KPK yang membuka dan memproses kasus "kardus durian" di saat Anies sudah tidak dapat menetapkan lain untuk pasangannya.

Jokowi kelak moncer menyandera kedua pasangan baik Prabowo maupun Anies. Tinggal Ganjar yang akan dimainkan cawapresnya pula. Megawati Soekarnoputri mulai ketar-ketir. Ini semua permainan Jokowi.

Jokowi adalah biang kekacauan dan kekisruhan bangsa dan negara, termasuk Pemilu. Pemilu khususnya Pilpres akan rawan dalam cengkeraman dan cawe-cawe Jokowi. Karenanya tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dan menyehatkan bangsa maupun proses demokrasi selain stop Jokowi. Pemilu tanpa Jokowi.

Partai politik tinggal memilih apakah akan berkompetisi di bawah cengkeraman dan ancaman Jokowi atau keadaan yang bebas dan merdeka? Jika ingin bebas dan merdeka, maka pilihan strategisnya adalah makzulkan Jokowi secepatnya. Alasan konstitusional untuk itu sudah cukup memadai. Sangat memadai.

Betapa leluasa dan sehatnya demokrasi jika Jokowi sudah tidak ada. Tahun 2024 akan menjadi pertaruhan apakah tahun malapetaka atau bahagia? Tergantung pada pilihan partai politik sendiri. Rakyat akan membersamai untuk pilihan pemakzulan cepat.

Pemilu tanpa Jokowi adalah untuk kebaikan ke depan. Jokowi merupakan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) demokrasi. Perjuangan mengembalikan azas kedaulatan rakyat sesuai Pancasila dan UUD 1945 harus dimulai dengan Pemilu tanpa Jokowi. Ini adalah urgensi negeri.

Jokowi asalnya rakyat kemudian mengatur rakyat dengan pola berpura-pura merakyat, maka cepat atau lambat akan kembali menjadi rakyat. Semakin cepat kembali semakin baik bagi rakyat. Tinggal apakah kembalinya selamat atau penuh dengan tamparan dan kutukan dari rakyat. (*)