Jangan Terlena, Teknologi Huawei Bisa Jadi “Backdoor” Tiongkok
Memperketat regulasi penggunaan teknologi asing (khususnya Tiongkok), terutama dari Huawei; Mengembangkan teknologi lokal untuk mengurangi ketergantungan pada Tiongkok; Mengamankan infrastruktur digital nasional dengan teknologi yang lebih transparan dan aman.
Oleh: Agus M Maksum, Praktisi IT, Pegiat Ekonomi Digital Berdaulat
TEKNOLOGI Huawei memang telah mengguncang dunia. Dari smartphone yang canggih hingga teknologi jaringan 5G yang inovatif, Huawei telah menjadi simbol kebangkitan teknologi Tiongkok. Tapi di balik kehebatannya, ada ancaman besar yang tak boleh kita abaikan: spionase sistematis yang dapat mengancam kedaulatan digital Indonesia.
𝐁𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐁𝐨𝐜𝐨𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐃𝐚𝐭𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐭𝐢𝐧𝐠 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚
Kasus kebocoran data PDNS, Dukcapil, dan INAFIS Polri harus menjadi peringatan keras. Ada data jutaan warga Indonesia, termasuk informasi sensitif, jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Imbasnya, bukan hanya keamanan pribadi yang terancam, tapi juga integritas sistem digital nasional kita.
Di tengah situasi seperti ini, pertanyaannya adalah: apakah kita benar-benar siap menghadapi risiko spionase dari teknologi Huawei yang semakin mendominasi?
𝐇𝐮𝐚𝐰𝐞𝐢: 𝐂𝐚𝐧𝐠𝐠𝐢𝐡 𝐝𝐢 𝐋𝐮𝐚𝐫, 𝐁𝐞𝐫𝐛𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐝𝐢 𝐃𝐚𝐥𝐚𝐦?
Amerika Serikat, Inggris, Jerman, hingga Prancis sudah lebih dulu mengambil tindakan tegas. Huawei dianggap berpotensi menjadi alat spionase negara Tiongkok, dengan dugaan kuat bahwa perangkat mereka memiliki backdoor yang bisa mengirimkan data sensitif ke Beijing.
AS bahkan memblokir Huawei dari teknologi mereka, termasuk akses ke Android, Qualcomm, dan chipset canggih dari TSMC Taiwan. Eropa pun melarang perangkat Huawei digunakan dalam infrastruktur 5G.
𝐁𝐥𝐨𝐤𝐚𝐝𝐞 𝐝𝐢 𝐁𝐚𝐫𝐚𝐭, 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐮𝐤𝐚 𝐝𝐢 𝐓𝐢𝐦𝐮𝐫: 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐁𝐞𝐫𝐡𝐚𝐭𝐢-𝐇𝐚𝐭𝐢
Namun, Indonesia tampaknya masih membuka pintu lebar-lebar untuk teknologi Huawei. Dari pembangunan jaringan 4G hingga proyek 5G di beberapa daerah, Huawei terus menjadi mitra utama. Apakah kita tidak khawatir bahwa teknologi ini bisa menjadi senjata makan tuan?
Pasar Lokal dan Kebangkitan Huawei
Ketika Barat memblokade, Huawei memanfaatkan pasar lokal Tiongkok yang raksasa. Mereka menciptakan HarmonyOS untuk menggantikan Android dan mengembangkan chip Kirin 9000s yang tak lagi bergantung pada teknologi asing.
Dalam waktu singkat, Huawei bangkit dengan mengganti 13.000 komponen yang terdampak sanksi dan memperkuat ekosistem teknologinya sendiri.
Di Tiongkok, dominasi Huawei sudah terbukti. HarmonyOS perlahan telah menggerus pangsa pasar Android, dari 13% menjadi 15%. Teknologi mereka juga mulai mengguncang pasar global. Tetapi, apakah kita sadar bahwa kebangkitan ini dibangun di atas data dan teknologi yang mungkin dimanfaatkan untuk tujuan lain?
𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐈𝐧𝐝𝐨𝐧𝐞𝐬𝐢𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐒𝐢𝐚𝐠𝐚?
Satu; Risiko Spionase Nasional
Jika AS dan Eropa saja khawatir dengan Huawei, kenapa Indonesia tidak? Jangan sampai infrastruktur digital kita menjadi pintu masuk spionase yang membahayakan keamanan nasional.
Dua; Kebocoran Data dan Kedaulatan Digital
Kasus bocornya data PDNS dan Dukcapil menunjukkan betapa lemahnya perlindungan data kita. Jika teknologi Huawei digunakan secara luas, risiko kebocoran data ini bisa meningkat. Data siapa yang akan bocor selanjutnya?
Tiga; Ketergantungan Teknologi Asing
Ketergantungan pada Huawei hanya akan memperlemah posisi kita sebagai bangsa yang berdaulat. Seharusnya, Indonesia mulai berinvestasi dalam teknologi lokal yang aman dan mandiri.
𝐒𝐚𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐁𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐝𝐚𝐤: 𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐓𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐓𝐞𝐫𝐥𝐚𝐦𝐛𝐚𝐭
Blokade Huawei di Barat menjadi bukti bahwa ancaman ini nyata. Indonesia tidak boleh terlena dengan harga murah dan inovasi canggih tanpa memperhatikan risikonya. Pemerintah harus segera:
Memperketat regulasi penggunaan teknologi asing (khususnya Tiongkok), terutama dari Huawei; Mengembangkan teknologi lokal untuk mengurangi ketergantungan pada Tiongkok; Mengamankan infrastruktur digital nasional dengan teknologi yang lebih transparan dan aman.
𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐒𝐞𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬𝐧𝐲𝐚
Kita tidak bisa mengorbankan kedaulatan digital demi inovasi yang terlihat canggih di permukaan. Jangan sampai Indonesia menjadi sasaran empuk spionase global, hanya karena kita terlalu santai menghadapi ancaman nyata ini. Saatnya berhati-hati, sebelum semuanya terlambat. (*)