Saatnya Kita Harus Perang

Musuh Negara tidak bisa diajak berunding, "Musuh Negara" harus digempur, berlakukan hukum perang, maka musuh negara sangsinya: "Hukuman Mati dan seluruh asetnya harus dirampas untuk negara”.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

KITA Harus Perang: "manusia keluar dari perang dalam kondisi akan lebih baik, kuat untuk kebaikan ataupun kejahatan" (Friderich Nietzsche).

Perkembangan politik, ekonomi, dan aspek lainnya di negara kita sudah pada titik nadir, di depan mata sudah muncul kekuatan yang siap melakukan apapun untuk merebut kedaulatan negara, tidak peduli nilai-nilai kemanusiaan.

Perampasan tanah, pengusiran kaum pribumi terjadi di seluruh belahan Nusantara. Indonesia sudah dalam kendali kekuatan kapitalis yang sangat kejam, menjelma sebagai penjajah.

Pertempuran tanpa senjata sudah dimulai, penguasa dan para politisi pengendali negara, pelan tapi pasti sudah limbung dan menyerah tanpa syarat. Sekarang, rakyat sedang bertarung sesama teman bangsanya sendiri.

Sebagian ikut sebagai budak Taipan Oligarki sekedar mengais-ngais remah dan sisa-sisa makanan, sebagai luar biasa biadab, larut penjajah dengan paham yang penting ikut hidup mewah, sekalipun harus melacurkan harga dirinya.

Keadaan makin rumit, menganggap sebagai kepala negara dengan pidato di kemas patriotik penuh harapan, kita anggap di pihak kita, akan melindungi dan menolong kita, ternyata musuh ada dalam ketiak sebagai antek asing yang sedang menghancurkan kedaulatan negara.

Lebih sulit dikenali lagi, mereka selalu bermain pasif agresif terus berkata manis ternyata "berbisa", dipermukaan tampak bicara lembut, basa-basi akan menyejahterakan rakyatnya. Di belakang terus memperkuat kepentingan diri, keluarga kroni bisnis dan bandar politiknya.

Dalan kondisi seperti ini, saat ini yang kita butuhkan sekarang bukan cita-cita damai dan kompromi dengan penguasa atas kendali kekuatan penjajah. Kerjasama dan dialog secara normal itu sudah mustahil dan hanya akan menemui jalan buntu dan sia-sia.

Saat ini harus ada keberanian dengan pengetahuan strategi taktis dan praktis mencari jalan keluar dari kebuntuan, konflik setiap hari terjadi.

Cara yang lebih rasional dan strategis adalah melawan untuk menyelamatkan negara. Secara psikologis dan sosiologis bahwa melalui konflik, perselisihan dan kebuntuan akan bisa segera diselesaikan, dengan cara kekuatan melawan (perang).

Mengindari cara tersebut justru akan memperburuk dan makin membesar perbuatan licik dan manipulatif yang sudah kronis dan membabi-buta, hanya akan memperburuk keadaan.

Hilangkan ketakutan, keadaan tidak tertaklukkan adalah tergantung pada semangat perjuangan kita. Kehidupan adalah suatu pertempuran panjang ini, kita harus berjuang dalam setiap keadaan untuk mengatasi keadaan terburuk sekalipun.

Sekarang Ini bukan saatnya lagi membuat penyataan sikap petisi atau sejenisnya tapi perang melawan perilaku binal, liar dan biadab kaum kapitalis Taipan Oligarki.

Taipan Oligarki sudah menjelma menjadi State Corporate Crime (SCC) ingin membangun negara dalam negara. Terang-benderang telah menjadi musuh Negara.

Satukan Barisan Rakyat siap bertempur, bukan berdiskusi lagi, untuk melawan, menangkap dan ambil kembali semua tanah yang telah mereka rampas, kembalikan kepada pemiliknya.

Mereka melawan, hancurkan apapun yang telah mereka bangun – bakar semua hasil rampasan kepada rakyat yang mereka kuasai – usir mereka dari Nusantara (ingatlah sejarah Kubilai Khan).

Musuh Negara tidak bisa diajak berunding, "Musuh Negara" harus digempur, berlakukan hukum perang, maka musuh negara sangsinya: "Hukuman Mati dan seluruh asetnya harus dirampas untuk negara”.

Saat ini harus bertindak:It's now or never .. Tomorrow will be to late ( sekarang atau tidak pernah – besok atau semua terlambat). (*)