Presiden Prabowo Terkesan Ragu-ragu dan Ambigu

Dalam kondisi kritis saat ini semoga Presiden Prabowo Subianto mampu berselancar dengan waktu dan mengendalikan dinamika yang berkembang karena waktu siap menyergapnya bila tidak eling lan waspodo. Bersikap dan berucap arif-bijaksana, belajar dari sejarah sesuai konteks kekiniannya.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

DISKUSI rutin "Kajiannya Politik Merah Putih" pada malam Jumat (12.12.2024 kembali berkumpul merasakan ada masalah yang harus segera didiskursus, Thema yang ditawarkan cukup malam itu mengejutkan bahwa: "Presiden Prabowo Subianto sedang berada pada keragu-raguan dan ambigu dalam pemerintahannya”.

Lahirlah beberapa gagasan dan pikiran bahwa:

Kekuatan kapitalisme memilki watak apabila terjebak krisis, pasti akan menyeret kekuasaan menjadi Fasis, ini perjuangan terakhir Oligarki untuk bisa bertahan.

Maka Bung Karno mengatakan, "dalam kapitalis terdapat penyakit yang inheren. Siklus ekonomi kapitalisme selalu menciptakan krisis yang akan merembet menjadi krisis politik dan akhirnya bisa memecah kebekuan menjadi krisis revolusioner. Jalan bagi imperialis untuk menyelamatkan dirinya adalah dengan cara teror terhadap rakyat lewat rezim fasisnya atau diktator militer".

Kapitalis Taipan Oligarki di Indonesia atas jasa Jokowi sebagai Presiden boneka menjelma menjadi kekuatan yang telah menguasai negara, bahkan menjadi kekuatan State Corporate Crime (SCC).

Mereka adalah pengusaha (kapitalis) jahat yang bersekongkol dengan pejabat publik yang terdiri dari unsur Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, Polri, dan TNI. Bukan hanya menguras Sumber Daya Alam (SDA), tetapi juga merampas tanah rakyat dengan paksa mengusir penghuninya (kaum pribumi).

Secara ideologis Indonesia sudah ditundukan tanpa perang. Penaklukan kapitalis 9 naga semakin terstruktur sejak berlakunya UUD 2002.

Kedaulatan negara dipertaruhkan, masyarakat makin tertindas, negara terasa telah berubah menjadi negara mafia. Koruptor merajalela karena para Taipan Oligarki mampu membayar para pejabat dan penguasa (cecunguk bonekanya) lebih besar dari upah yang diterima dari negara.

Presiden Prabowo Subianto mengetahui hal ini sedang berlangsung sangat mengerikan. Tidak bisa membiarkan dengan pura-pura buta, bisu, bahkan mencoba menutupi dengan basa-basi gombalan untuk meredam kemarahan rakyat yang mulai membesar.

Presiden Prabowo diharapkan mampu mengelola dan memenuhi dinamika tuntutan masyarakat yang semakin menguat:

Adili mantan Presiden Joko Widodo; Mmenjauh dari mantan Presiden Jokowi yang telah menjadi musuh bersama rakyat; Cabut Proyek Strategis Nasional (PSN) dan hentikan kebiadaban 9 naga; Bersihkan pemerintah/kabinetnya dari terpaan korupsi yang sudah menggurita dari pusat sampai daerah.

Dalam iklim psikologis berseliweran arah, kesabaran masyarakat bisa cepat memendek, kecurigaan meningkat dan situasi menjadi eskalatif. Pada saat bersamaan Presiden Prabowo Subianto justru mengeluarkan statemen yang berbahaya:

Terkesan tidak bisa lepas dari pengaruh Jokowi; Di berbagai kesempatan terus-menerus memberi kesan akan melindungi Jokowi dengan alasan, "mikul duwur mendem jero"; Bahwa dipersepsikan presiden Jokowi masih sebagai atasannya;

Dipersepsikan Presiden Prabowo masih dalam terkendali atau kontrol Jokowi; Terkesan "ambigu" dengan munculnya ucapan "akan ikut merasa sakit bila Jokowi dicubit dan juga akan berdiri di belakangnya"; Apa ada kasus hukum yang dikendalikan Jokowi;

Endocement Presiden pada cagub/cawagub (pada pilkada) dipandang sebagai sikap yang kurang negarawan; Kadang ada gestur dan ucapan seolah Presiden Prabowo Subianto mengesampingkan kemungkinan untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap salah urus pada era Presiden Jokowi.

Fenomena di atas memberi kesan Presiden Prabowo Subianto ada pada posisi keragu-raguan dan ambigu untuk mengatasi keadaan yang rumit karena tekanan, serbuan, keangkuhan, dan tindakan biadab Taipan Oligarki 9 naga yang makin berani dan sudah kurang ajar setelah menjelma menjadi kekuatan "Penjajah Gaya Baru".

Dalam kondisi kritis saat ini semoga Presiden Prabowo Subianto mampu berselancar dengan waktu dan mengendalikan dinamika yang berkembang karena waktu siap menyergapnya bila tidak eling lan waspodo. Bersikap dan berucap arif-bijaksana, belajar dari sejarah sesuai konteks kekiniannya.

Kadang ucapannya membesarkan hati, pada kesempatan lain tampak ambigu, lemah tak berdaya, diliputi kekhawatiran, menimbulkan kebingungan dan perdebatan di kalangan aktivis.

Tidak kurang-kurangnya kalangan aktivis yang risau pada nyanyian Ibu Connie Rahakundini Bakrie "Cukup Dua Tahun Saja", akan dipaksa turun dari kekuasaannya.

Bahwa batas berlakunya kemuliaan itu atau mulainya pencabutan itu setipis helai rambut. Eling lan waspodo mutlak perlu. Mana tahu kehendak Allah berimpit dengan ketidak-sabaran rakyat ataupun myopia (rabun jauh)-nya seorang pemimpin, yang melanda tanpa disadarinya. (*)