Pengawal Konstitusi: Suhartoyo Berjanji Kembalikan Marwah Mahkamah
NAMA Hakim Konstitusi Suhartoyo mencuat ketika ia bersama 3 Hakim Konstitusi lainnya, seperti Saldi Isra, Arief Hidayat dan Wahiduddin Adams menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda atas Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Keempatnya menilai, seharusnya MK menolak permohonan itu. Putusan 90 ini akhirnya memberi karpet merah untuk Gibran Rakabuming Raka menuju Cawapres. Putusan kontroversial ini terjadi saat MK dipimpin Anwar Nasution, adik ipar Presiden Joko Widodo.
Suhartoyo dalam dissenting opinion menyatakan, tidak memberikan kedudukan hukum atau legal standing pada para pemohon atas perkara nomor 29/PPU-XXI/2023 dan 51/PUU-XXI/2023. Alasannya adalah para pemohon bukan subjek hukum yang berkepentingan langsung untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
Maka dari itu, pemohon tidak relevan memohon untuk memaknai norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 untuk kepentingan pihak lain, sebagaimana dalam petitum permohonannya.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, saya berpendapat terhadap permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi seharusnya juga tidak memberikan legal standing kepada pemohon dan oleh karenanya tidak ada relevansinya untuk mempertimbangkan pokok permohonan, sehingga dalam amar putusan a quo 'menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima'," kata Suhartoyo.
Dus, akibat Putusan 90 yang kontroversial tersebut, Anwar Usman dibawa ke persidangan Majelis Kehormatan MK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie, dan dinyatakan telah melanggar “etik berat”. Ia pun dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Pada 9 November 2023, hakim konstitusi yang diajukan oleh Mahkamah Agung, Suhartoyo resmi menggantikan Anwar Usman. Keterpilihan Suhartoyo itu dilakukan melalui musyawarah mufakat para hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang berlangsung pada Kamis (9/11/2023) pagi.
Suhartoyo sebelumnya menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Bali di Denpasar. Ia pun dilantik menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden Jokowi.
Pada 2020, Mahkamah Agung (MA), memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi.
_Berasal dari keluarga sederhana, tidak pernah terlintas dalam pikiran Suhartoyo menjadi seorang penegak hukum. Minatnya ketika lulus Sekolah Menengah Umum justru pada ilmu sosial politik. Ia berharap dapat bekerja di Kementerian Luar Neger_i.
Namun kegagalannya menjadi mahasiswa ilmu sosial politik memberi berkah tersendiri karena ia akhirnya memilih mendaftarkan diri menjadi Mahasiswa Ilmu Hukum. “Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi Mahasiswa Ilmu Sosial, karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan ilmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda,” ujar suami dari Sutyowati ini.
Seiring waktu ia semakin tertarik mendalami ilmu hukum untuk menjadi seorang jaksa, bukannya menjadi seorang hakim. Namun karena teman belajar kelompok di kampus mengajaknya untuk ikut mendaftar dalam ujian menjadi hakim, ia pun ikut serta.
Takdir pun memilihkan jalan baginya. Ia menjadi hakim, terpilih di antara teman-temannya. “Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya, saya menjadi hakim. Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu,” jelas penyuka hobi golf dan rally ini.
Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006), sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Bali di Denpasar.
Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Bagi ayah tiga orang anak ini, Mahkamah Konstitusi itu merupakan tempat yang sama sekali baru. Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan MA membuatnya belajar banyak. Jika di MA, sifat putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, maka di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya.
Ia mengaku cepat belajar dan mudah menyesuaikan dirinya di lingkungan MK. “Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini (MK) bahasanya lebih halus dibanding saat di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Sedangkan soal proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” jelasnya.
Perbedaan kewenangan yang dimiliki MK dan MA membuatnya harus beradaptasi sebagai hakim konstitusi. Tetapi kerja sama dari hakim konstitusi lainnya, membuat Suhartoyo tidak merasa sulit beradaptasi dengan tugas barunya. “Hakim (konstitusi) lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” ujarnya.
Meski pada 2015 silam, keterpilihannya sebagai hakim konstitusi sempat menuai kontroversi. Tapi, sepak terjangnya sebagai hakim konstitusi selama 7 tahun 11 bulan membuktikan kompetensi dan integritasnya. Dalam beberapa putusan, ia kerap kali berada dalam kubu dissenting opinion.
Sebut saja, putusan terbaru mengenai uji materiil batas usia capres dan cawapres, yakni Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Dalam putusan tersebut, Suhartoyo berpendapat terhadap Pemohon yang memohon agar norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu dimaknai sebagaimana selengkapnya dalam petitum permohonannya yang bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, adalah juga tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai pemohon dalam permohonan tersebut.
Sehingga pertimbangan hukum pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, mutatis mutandis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pertimbangan hukum dalam pendapat berbedanya pada putusan permohonan a quo.
Suhartoyo berasal dari keluarga sederhana, membuatnya tidak terlalu mengandalkan jabatan atau posisi. Baginya menjadi hakim konstitusi, hal yang tinggi dan sebenarnya membuatnya jadi tidak nyaman karena fasilitas yang ada. “Saya ini nyaman menjadi orang-orang biasa saja,” ungkapnya.
Disinggung mengenai dukungan keluarganya, Suhartoyo menjelaskan ketika pencalonan dirinya yang penuh kontroversi, anak-anaknya justru berpikir untuk apa dirinya menjadi hakim konstitusi. “Karena anak-anak saya berpikir ketika saya dihujat, buat apa jadi hakim konstitusi jika harkat dan martabatnya dilecehkan. ‘Lebih baik jadi orang biasa saja’, kata anak-anak saya,” ujarnya.
Untuk itu, ia pun berharap keberadaannya yang melengkapi sembilan pilar Hakim Konstitusi bisa memenuhi rasa keadilan yang dicari para pencari keadilan kepada MK. “Saya bekerja untuk bisa memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan,” tandasnya.
Tanggung jawab dan amanah yang berat kini ada di pundaknya. Ia berjanji mengembalikan marwah MK dan kepercayaan masyarakat yang telah rusak akibat Putusan 90 itu. Suhartoyo terpilih menjadi Ketua MK, dalam pemilihan pada Kamis, 9 November 2023.
Pria kelahiran Sleman, 15 November 1959, itu menjadi Ketua MK periode 2023-2028 menggantikan Anwar Usman yang dicopot karena melanggar “kode etik berat”. Dalam pemilihan tersebut, posisi Saldi Isra diputuskan tetap menjabat sebagai Wakil Ketua MK.
Hari-hari ini, Hakim Konstitusi sedang menyidangkan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang dilayangkan Paslon 01 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan Paslon 02 Ganjar Pranowo – Mahfud MD. Kedua paslon ini menolak hasil Rekapitulasi KPU pada Rabu, 20 Maret 2024.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyatakan, paslon 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka meraih 96.214.691 suara. Sementara itu, lanjut dia, paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara, sedangkan pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD 27.040.878 mendapatkan suara.
Secara prosentase paslon 02 meraih 96.214.691 suara atau 58,6 persen dari total suara nasional 164.227.475. Pada urutan kedua diikuti oleh paslon 01 sebanyak 40.971.906 suara (24,94%) suara yang diraih. Lalu, jumlah suara sah paslon 03 sebanyak 27.040.878 suara (16,47%)
Adapun, merujuk sejumlah hasil Quick Count lembaga survei, menunjukkan hasil perolehan masing-masing dari suara paslon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dalam Pilpres 2024 tidak terlalu berbeda jauh.
Misalnya, lembaga Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) paslon) 02 memperoleh 58,36% suara. Paslon 01 meraih 24,86%, disusul paslon 03 mendapatkan 16,78%. Kemudian, hasil Quick Count Pilpres 2024 oleh Charta Politika mencatatkan bahwa 01 meraih 25,57% suara, paslon 02 mendapat 57,81% suara, dan paslon 03 memperoleh 16.61%.
Selanjutnya, hasil quick count Pilpres 2024 oleh Poltracking menunjukkan bahwa paslon 01 berhasil meraih suara sebesar 25,03%. Paslon 02 yakni 58,71%, dan paslon 03 di angka 6,26%. Lalu, hasil quick count versi Populi Center juga menemukan hal yang sama.
Paslon 01 sebesar 25,06% dibandingkan dengan paslon 02 sebesar 59,08%. Kemudian, paslon 03 meraup suara 15,86%. Terakhir, Indikator turut mengumumkan paslon 01 versi quick count dengan raihan suara sebesar 25,34%. Paslon 02 sebesar 58,08%. Dan, paslon 03 tercatat suara 16,58%.
Mengapa perhitungan resmi Real Count versi KPU seolah mengikuti Quick Count lembaga survei? Di sinilah menariknya. Apalagi, hasil perhitungan suara Quick Count itu ada yang mendahului sehari sebelum pencoblosan pada Rabu, 14 Februari 2024.
Yakni, tepatnya pada Selasa, 13 Pebruari 2024 (hingga Rabu, 20 Maret 2024) tidak berubah, tetap pada angka 58% untuk paslon 02 Prabowo – Gibran. Sementara pencoblosan suara di Indonesia pada Rabu, 14 Pebruari 2024. Angka hasil survei 58% itu sampelnya diperoleh dari mana ya?
Karena sebelum pencoblosan Pemilu 2024 pada Rabu, 14 Februari 2024 dimulai kok pada tanggal 13 Februari 2024 sudah muncul perolehan angka untuk paslon 02 sebesar 58%, sudah terbukti dan jelas peristiwa ini tidak lepas dari cawe-cawe Presiden Jokowi.
Jadi, Jokowi melakukan Kejahatan dan Kecurangan secara TSM dan terorganisir, demi mendukung putera sulungnya, Gibran, yang menjadi Cawapres Prabowo. Gibran bisa lolos mengikuti kontestasi Pilpres 2024 berkat bantuan Paman Anwar Usman saat masih menjabat Ketua MK.
Itulah yang kemudian menjadi persoalan PHPU. Dengan bukti-bukti pencurangan yang dimilikinya, paslon 01 dan paslon 03 mencari keadilan di MK. Tugas berat kini hadir di meja Hakim Konstitusi. Semoga Suhartoyo memegang janjinya untuk mengembalikan Marwah Mahkamah. (*)
Mochamad Toha